Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Jejak Kafilah: Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia

Judul: Jejak Kafilah: Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia
Penulis: Anthony Bubalo dan Greg Fealy
Penerbit: Mizan, 2007
Tebal: 204 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 60.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA: 085225918312


Islam yang sejatinya berwajah lembut serta penuh sentuhan kasih sayang berubah garang kerap menampilkan kekerasan. Padahal, di sepanjang sejarah Islam Nusantara, hampir tidak ditemukan fenomena fundamentalisme dan ekstremisme. Islam Nusantara selalu tampil dengan wajah kasih dan sayang. Munculnya fenomena radikalisme di tengah arus utama Islam yang moderat di Indonesia, seperti yang dimotori NU dan Muhammadiyah, terasa mengejutkan banyak pihak. Orang bertanya-tanya: Mengapa demikian?.

Buku berjudul asli Joining the Caravan?: The Middle East, Islamism and Indonesia, hasil penelitian dua akademisi Australia ini, Greg Fealy dan Anthony Bubalo, memberi kesaksian lewat argumentasi kuat atas tindak kekerasan yang belatar belakang aktivis muslim Indonesia. Menurut buku ini, pengaruh keagamaan dan politik dari Timur Tengah ke Indonesia bukan hal baru dalam sejarah. Menurut mereka, semenjak Islam masuk ke Nusantara, hubungan masyarakat Indonesia dengan Timur Tengah sangat kental. Transmisi ini dimungkinkan karena posisi Timur Tengah sebagai sentrum yang selalu menjadi rujukan umat Islam. Negara-negara yang memiliki kota-kota suci dan pusat ilmu pengetahuan selalu dikunjungi orang Indonesia, baik untuk berhaji, ziarah, maupun belajar. Dari aktivitas ini kemudian muncul berbagai bentuk jaringan, baik jaringan keulamaan, jaringan gerakan dakwah, maupun jaringan gerakan politik.

Jalur transmisi ide-ide islamisme itu menurut studi ini setidaknya mengambil tiga jalur. Pertama, gerakan-gerakan sosial. Di jalur ini transmisi ide dibawa oleh pelajar atau mahasiswa yang belajar di Timur Tengah. Sementara itu, saluran utama kelompok jihadis adalah melalui perang Afghanistan pada 1980-an yang kemudian melahirkan kelompok Al-Qaeda dan Jama’ah Islamiyah. Kedua, jalur pendidikan dan dakwah. Lembaga-lembaga dan beberapa orang dari negara Timur Tengah termasuk Mesir dan Kuwait belakangan ini cukup aktif berkiprah di bidang pendidikan dan dakwah di Indonesia, atau lembaga amal nonpemerintah seperti al-Haramain yang cabangnya di Indonesia dituding Amerika Serikat sebagai organisai pendukung terorisme. Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Cabang Universitas al-Imam Muhammad bin Saud di Riyadh, Arab Saudi juga dianggap salah satu lembaga yang mentransmisikan ide-ide Ikhawanul Muslimin dan salafi. Penelitian Sidney Jones menyebut sebagian besar para alumni menjadi figur berpengaruh dalam gerakan salafi di Indonesia melalui penerbitan, atau dengan menjadi da’i, guru maupun ulama.

Ketiga, jalur publikasi dan internet. Melalui sejumlah media baik cetak maupun online, atau buku-buku dalam versi Arab maupun terjemahan, juga menjadi salah satu jalur transmisi cukup efektif. Beberapa penerbit buku di Indonesia bahkan mengkhususkan menerbitkan atau menerjemahakan buku beraliran salafi dan pemikiran-pemikiran dari kalangan Ikhwanul Muslimin.

Dosen Senior Sekolah Kajian Asia Pasifik The Australian National University dan Direktur Program Asia Barat Lowy Institute for International Policy yang berkedudukan di Sidney ini hendak membuktikan, seberapa besar pengaruh gerakan Islam Indonesia oleh Timur Tengah. Penulis buku ini memberi satu bab khusus membincang soal itu, “Setiap Benih yang Kau (Timur Tengah) Tanam di Indonesia Pastilah Tumbuh”. Bab ini mengeksplorasi mendalam soal ekspresi utama pemikiran Ikhwanul Muslimin yang dilandasi gerakan Tarbiyah. Gerakan Tarbiyah mencuat pada awal 1980-an saat praktik penindasan Orde Baru terhadap Islam dan politik mahasiswa sedang gencar-gencarnya.

Buku setebal 202 halaman ini menyimpulkan bahwa dari semua bentuk Islamisme kontemporer, pengaruh Ikhwanul Muslimin di Indonesia memiliki sejarah terpanjang. Menurut penulis, meski berhasil mengungkap pengaruh atau dampak gagasan-gagasan Islamis dan neofundamentalis dari Timur Tengah di Indonesia, hampir semuanya mengalami proses mediasi atau modifikasi. Gagasan gradualis Hasan Al-Banna, misalnya, lebih banyak digunakan dibandingkan gagasan revolusioner Sayyid Quthb dan para penerus radikalnya.

Berkat bantuan Greg Fealy dan Anthony Bubalo ini, telah membuka pemahaman pentingnya melacak jejak yang melatari tiap-tiap gerakan Islam saat ini. Yudi Latif, mengapresiasi kehadiran buku ini sebagai arus besar yang cenderung melukiskan Islamisme berwajah tunggal berdimensi transnasional. Menurut Ahmad Syafi’i Ma’arif, buku ini penting dalam memberikan gambaran tentang pengaruh Islamisme Arab di Indonesia. Meskipun demikian, sudah barang tentu diperlukan sikap kritis dalam membaca buku ini karena ia berbicara tentang Islam dan Indonesia menurut pendekatan Barat yang belum tentu sesuai dengan karakter Islam itu sendiri.