Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membuka Tabir Saat-saat Terakhir Bersama Soeharto: 2,5 Jam di Istana: Kesaksian Seorang Rakyat Kecil

Judul: Membuka Tabir Saat-saat Terakhir Bersama Soeharto: 2,5 Jam di Istana: Kesaksian Seorang Rakyat Kecil
Penulis: Emha Ainun Nadjib
Penerbit: Zaituna, 1998
Tebal: 207 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Harga: Rp. 70.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
 

Di manakah letak kita, para rakyat kecil yang tak berdaya ini?
Di koran, di televisi, mereka semua berbicara dengan gagah dan patriotik. Namun, fokus pembicaraan mereka kebanyakan tentang tema-tema pembagian kekuasaan atau perebutan kekuasaan. Hampir tak ada yang kita rasakan hatinya mencintai kita, yang memfokuskan perhatiannya pada apakah kita akan kelaparan atau tidak.

Mei 1998 merupakan tonggak penting bagi perubahan nasib bangsa Indonesia. Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden setelah 32 tahun berkuasa. Sebagai pemimpin, Soeharto terlalu ditakuti sehingga tak seorang pun mampu mendebatnya. Negara macam apa yang tetap mempertahankan ketakutan rakyat terhadap pemimpinnya?

Buku ini merekam upaya-upaya dan dialog yang dilakukan Emha Ainun Nadjib dan para tokoh reformis lainnya dengan pemerintah dalam membuka jalan menuju Indonesia yang lebih demokratis. Tak hanya sekadar menurunkan Soeharto dari posisi puncaknya, buku ini juga menjadi catatan sejarah bagi silang sengkarutnya kondisi Indonesia ketika perebutan kekuasaan pasca-reformasi terjadi. Ketika sosok-sosok yang awalnya disebut pahlawan, berbalik ingkar secara mengejutkan saat berhadapan dengan kekuasaan.

Emha dengan gamblang menceritakan bagaimana firasat para Kiai-kiai menjelang lengsernya Pak Harto, dimana mereka semua mendapat firasat tentang darah dimana-mana. Pun, Emha juga tidak segan menulis kejadian penting seputar usaha mengkhusnul khatimahkan Pak Harto. Momentum reformasi yang oleh sebagian pihak dijadikan jalan tikus menuju kekuasaan pun tak luput dari kritik Emha. Betapa tokoh-tokoh yang kita agungkan sebagai Bapak Reformasi itu pun ternyata bertindak atas kepentingannya sendiri. Tanya Emha bagaimana rasanya ketika naskah untuk Konferensi Pers waktu itu hanya diatasnamakan oleh Nurcholish Madjid dan Amien Rais. Padahal, ada beberapa orang tokoh lainnya yang menemui Pak Harto dan meminta kesediaan beliau untuk legowo dan menerima lengser sehingga khusnul khatimah.