Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Markesot Bertutur (Cak Nun)

Judul: Markesot Bertutur
Penulis: Emha Ainun Nadjib
Penerbit: Mizan,1993
Tebal: 379 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Harga: Rp. 60.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Tidak mengherankan jika literasi kritik amat pedas terhadap kemanusiaan karya Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) yang diterbitkan di tahun 1993 ini dicetak kembali di tahun 2012, dan dicetak lagi di tahun 2015, dan…

Buku ini sebagian besar bercerita dari sudut pandang seorang Markesot: sosok fiktif yang dikembangkan oleh Emha. Terkadang, Markesot dianggap sebagai manusia misterius yang kesaktiannya dibanding-bandingkan dengan Kyai Semar di Punokawan.

Buku ini terdiri dari delapan bab, masing-masingnya membahas persoalan kemanusiaan yang berbeda-beda, masalah nilai kemanusiaan yang dianggap Cak Nun dapat dihilangkan sama sekali, atau paling tidak, dikurangi gejala-gejalanya.

Di dalam buku ini, berulang kali Emha memanggil kaum mahasiswa, makhluk yang digadang-gadang sebagai “Agent of Change”-nya Negeri Indonesia, baik panggilan halus yang sifatnya tersirat maupun seruan keras yang diteriakkan di hadapan tiap-tiap mahasiswa.

Emha mengharapkan mahasiswa yang lebih peka terhadap orang kecil, orang yang dikecilkan, dan orang yang terkecilkan oleh semakin angkuhnya modernisasi yang mengatasnamakan pembangunan yang tidak merata di Indonesia. Beliau juga mengharapkan mahasiswa yang semakin sadar bahwa kesejahteraan perekonomian Indonesia di hari depan bukan sekadar dibangun oleh kaum pamong dan tentara, tapi justru akan didominasi terutamanya oleh para wirausahawan.

Dari buku ini, setiap insan muda umumnya, mahasiswa pada khususnya, dapat mengenal beberapa sosok intelektual tulen Indonesia yang tidak atau kurang diekspos oleh media — karena media tahu kalau biografi mereka bukanlah materi yang menghasilkan uang seperti acara dangdut — namun perjuangan dan persembahan mereka bagi negeri ini cukup signifikan, atau setidaknya mempercantik nama bangsa Indonesia di papan percaturan dunia, dengan sebab itulah kisah mereka patut dijadikan pelajaran bagi jiwa muda Indonesia.

Selain menyeru kepada mahasiswa dan calon mahasiswa, Emha juga tidak segan menyindir segala petinggi-petinggi negara, pamong-pamong, dan siapapun yang memiliki kekuasaan (baik yang sedang menjabat atau yang akan menjabat) yang sangat jauh dari nilai kemanusiaan. Dan nilai ketuhanan.

Nilai ketuhanan di negeri yang katanya menomorsatukan Tuhan ini juga dipertanyakan oleh Emha di buku ini, beliau mengamati banyaknya tindak-tanduk masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan, yang semakin hari semakin bertambah-tambah seiring berkembangnya kota-kota besar.
Akhiran

Hikmah buku ini sesungguhnya dapat diresapi oleh segala usia, terkhususnya usia muda, terutamanya pembaca yang dapat menyandang gelar mahasiswa.

Meskipun banyak istilah Bahasa Jawa di dalam buku ini, janganlah takut untuk tidak mengerti istilah-istilah itu, karena ketidak-mengertian adalah awal dari didapatnya pengertian, dan ketakutan adalah awal dari kegagalan. Glosarium yang ada di buku niscaya cukup membantu pembaca yang bersedia.

Apa gunanya kepandaian kalau tidak memperbesar kepribadian manusia sehingga ia makin sanggup memahami orang lain? — Cak Nun