Jual Buku Tolak-Ukur Peradaban Islam: Arkeologi Sejarah Madinah dalam Wacana Trans-Global
Judul: Tolak-Ukur Peradaban Islam: Arkeologi Sejarah Madinah dalam Wacana Trans-Global
Penulis: Akram Diya’ al-Umari
Penerbit: IRCiSoD, 2003
Tebal: 320 halaman
Kondisi: Bagus (stok lama)
Harga: Rp. 70.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
Menakar masa depan dengan ukuran masa lalu memang terkesan romantik, utopik dan sekaligus penuh pertaruhan. Kendati konon sejarah Madinah merupakan tolak-ukur peradaban Islam yang sangat ideal, keemasan, sehingga sangat patut dijadikan teladan, namun bukan berarti Madinah adalah segala-galanya. Bagaimanapun, Madinah adalah masa lalu, arketip historis dan rekonstruksi historis terhadapnya niscaya memerlukan analisis arkeologis-kritis. Cara kritik ini dibutuhkan sebagai kesadaran historis bahwa masa kini memiliki eskalasi sosio-kulturalnya sendiri, yang pasti berbeda jauh dengan eskalasi sosio-kultural Madinah.
Demikian makna kesadaran sejarah yang mesti ditanamkan ke jantung peradaban Islam kontemporer. Patronase Madinah sebagai tolak ukur bisa diterima sebagai kewajaran sepanjang dibingkai dalam analisis kritis. Madinah memang tidak boleh dibuang agar kita tidak mengalami diskontinuitas sejarah. Toh, jika mengikuti Nietzsche atau Aarkoun, ternyata segala sesuatu memang beranjak dari angan-angan, romantisme dan bahkan utopia-utopia. Inilah signifikansi arkeologi kritis buku ini dalam memaknai sejarah peradaban Islam dalam wacana trans-global.
Penulis: Akram Diya’ al-Umari
Penerbit: IRCiSoD, 2003
Tebal: 320 halaman
Kondisi: Bagus (stok lama)
Harga: Rp. 70.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
Islam lebih dari sekedar sebuah agama. Ia juga menjabarkan hukum dan politik. Ringkasnya, Islam adalah satu sistem kebudayaan yang paripurna, meliputi agama dan negara sekaligusdan semua itu terlihat dengan sangat menakjubkan pada era Madinah. [Joseph Schatt]
Menakar masa depan dengan ukuran masa lalu memang terkesan romantik, utopik dan sekaligus penuh pertaruhan. Kendati konon sejarah Madinah merupakan tolak-ukur peradaban Islam yang sangat ideal, keemasan, sehingga sangat patut dijadikan teladan, namun bukan berarti Madinah adalah segala-galanya. Bagaimanapun, Madinah adalah masa lalu, arketip historis dan rekonstruksi historis terhadapnya niscaya memerlukan analisis arkeologis-kritis. Cara kritik ini dibutuhkan sebagai kesadaran historis bahwa masa kini memiliki eskalasi sosio-kulturalnya sendiri, yang pasti berbeda jauh dengan eskalasi sosio-kultural Madinah.
Demikian makna kesadaran sejarah yang mesti ditanamkan ke jantung peradaban Islam kontemporer. Patronase Madinah sebagai tolak ukur bisa diterima sebagai kewajaran sepanjang dibingkai dalam analisis kritis. Madinah memang tidak boleh dibuang agar kita tidak mengalami diskontinuitas sejarah. Toh, jika mengikuti Nietzsche atau Aarkoun, ternyata segala sesuatu memang beranjak dari angan-angan, romantisme dan bahkan utopia-utopia. Inilah signifikansi arkeologi kritis buku ini dalam memaknai sejarah peradaban Islam dalam wacana trans-global.