Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Begawan Muhammadiyah: Bunga Rampai Pidato Pengukuhan Guru Besar Tokoh Muhammadiyah

Judul: Begawan Muhammadiyah: Bunga Rampai Pidato Pengukuhan Guru Besar Tokoh Muhammadiyah
Editor: Pramono U. Tanthowi
Penerbit: PSAP, 2005
Tebal: 451 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 70.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312

Buku Begawan Muhammadiyah merupakan kumpulan dari pidato pengukuhan para guru besar tokoh Muhammadiyah di berbagai universitas. Kehadiran mereka bukan hanya sebagai tokoh Persyarikatan, mereka juga diakui sebagai tokoh bangsa dengan berbagai konstribusi yang telah diberikan. Para sosok begawan tersebut berangkat dari spektrum keilmuan yang beragam, berkaitan dengan agama, pendidikan, politik, hukum, ekonomi, sejarah, hingga sastra.

Para guru besar tersebut berangkat dari latar sebagai seorang intelektual profesional yang kemudian menduduki jabatan di pimpinan pusat. Sehingga kehadiran mereka di Muhammadiyah memberi warna tersendiri yang unik. Muhammadiyah yang di awal keberadaannya didominasi oleh kepemimpinan kaum ulama, mulai bergeser menjadi kepemimpinan figur cendekiawan. Dalam kenyataannya, fakta ini mungkin sesuai dengan harapan Muhammadiyah yang sejak awal mengkonsentrasikan pengabdiannya dalam ranah pendidikan (selain bidang kesehatan dan pelayanan sosial serta budaya).

Keempat belas tokoh yang disertakan dalam buku ini tidak meniscayakan para begawan Muhammadiyah di luar sana, yang jumlahnya juga tidak sedikit. Dalam kata pengantarnya, Dr. Haedar Nashir sempat mempertanyakan alasan tidak dicantumkan tokoh begawan semisal Kuntowijoyo. Hal ini dijawab dalam pengantar editor bahwa ketidakhadiran beberapa tokoh besar lainnya semisal Prof. Dr. Suyanto, Prof. Dr. Umar Anggoro Jenie, Prof. Dr. Fathurarahman Jamil, Prof. Dr. Bambang Sudibyo, termasuk Prof. Dr. Kontowijoyo, et. al., lebih dikarenakan faktor teknis kesulitan mendapatkan naskah. Pramono U. Thantowi mengakui jika masih terlalu banyak para begawan yang pernah menduduki jabatan di Pimpinan Pusat atau juga di Majelis Pusat Muhammadiyah yang belum dimasukkan dalam buku ini, terlebih para begawan di tingkat wilayah mulai ujuang barat hingga Papua, semisal Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, Prof. Dr. Thohir Luth, et. al. Menurut penulis, satu-satunya kekurangan buku ini adalah ketidaklengkapan memuat semua para begawan Muhammadiyah. Sehingga adanya seri lanjutan yang memuat pidato pengukuhan para guru besar lainnya di lingkungan Muhammadiyah dengan kriteria tertentu akan selalu dinanti oleh khalayak luas.

Secara umum, pengukuhan para guru besar tersebut memiliki setting sosio-historis dan politik tersendiri. Hal ini lebih dikarenakan keberadaan mereka ikut terpengaruh oleh kondisi eksternal ketika mereka menulis naskah pengukuhan guru besar. Diantaranya ada yang berkiprah di masa awal berdirinya Orde Baru semisal Prof. Dr. Ismail Suny, sehingga menulis dengan judul “Kepastian Hukum Menuju Stabilisasi Politik dan Ekonomi”. Beliau mengkritisi penyimpangan pelaksanaan “Demokrasi Terpimpin” serta dominasi kekuasaan negara yang seolah ikut mengkerdilkan prinsip hukum. Ada juga yang bersinggungan langsung dengan akhir kekuasaan Orde Baru semisal Prof. Dr. Chamamah Soeratno.

Demikian halnya, para guru besar yang menulis tentang sub bidang yang mendesak harus dijadikan perhatian oleh bangsa Indonesia, semisal Prof. Dr. Dawam Rahardjo yang mengangkat isu ekonomi, dengan judul tulisan “Pragmatisme dan Utopia”. Begitu juga dengan Prof. Malik Fadjar yang mengangkat tema pendidikan. Beliau menawarkan konsep pendidikan yang lebih menjanjikan di era global. Prof. Dr. Amien Rais yang menjadi ikon kebangkitan reformasi, memfokuskan pidato pengukuhan guru besar pada tema yang menawarkan konsep reformatif untuk pemerintahan era tersebut. Ia mengingatkan para pengemban kekuasaan di era reformasi untuk tidak terjebak dan jatuh pada kemungkinan negatif era reformasi.

Terkait penyalahgunaan kekuasaan yang berunjung pada praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), Prof. Dr. Syafri Sairin mengemukakan dalam naskahnya bahwa penyebab terbesarnya ada dua, yaitu rendahnya pendapatan dan beratnya beban kultural yang harus ditanggung oleh masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. Tidak jauh berbeda, Prof Yunan Yusuf juga berupaya memperbaiki kondisi bangsa saat itu, yang menulis dengan judul “Internalisasi Etika Islam ke dalam Etika Nasional. Atau juga yang diketengahkan oleh Prof. Dr Zamroni dengan judul “Demokrasi dan Pendidikan dalam Transisi”

Masih tersisa beberapa judul yang tak kalah menarik. Prof. Dr. Din Syamsuddin, yang menawarkan solusi terkait ketegangan perpolitikan antara lembaga legislatif dan eksekutif, serta adanya beberapa pihak yang memprotes kepemimpinan Abdurrahman Wahid ketika itu. Agak sedikit berbeda, Prof. Dr. Yahya Muhaimin menulis “Masalah Pembinaan Bidang Pertahanan Indonesia”. Prof. Dr. Amin Abdullah, yang lebih dikenal sebagai sosok pemikir Islam kontemporer menulis “Rekonstruksi Metodologi Studi Agama dalam Masyarakat Multikultural dan Multireligius”. Prof Abdul Munir Mulkhan mengangkat tema kecerdasan makrifat atau Ma’rifat Quotient (MaQ). Yaitu kecerdasan rasional yang bebas materialisasi dan memungkinkan ikut sertanya intuisi (kasyf).

Selanjutnya ada Prof. Dr Asjmuni Abdurrrahman yang menawarkan untuk membuka kembali pintu ijtihad seluas-luasnya. Beliau mengemukakan bahwa cakupan ijtihad harus diperluas sesuai dengan makna dari kata ijtihad itu sendiri secara bahasa. Untuk itu dalam prosesnya perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu untuk merumuskan kembali kaidah-kaidah menjadi lebih konstektual dan relevan dengan era sekarang. Terakhir, Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif yang oleh banyak kalangan didaulat sebagai bapak bangsa sepeninggal Nurchalis Madjid, menulis tema keterkaitan antara sejarah, filsafat, dan agama.

Buku Begawan Muhammadiyah sangat layak untuk dibaca oleh segenap kader Persyarikatan. Karena bagi seorang anggota Muhammadiyah hendaknya bisa mengikuti jejak mereka para tokoh yang mempunyai spesialisasi keilmuan tersendiri namun juga sekaligus berwawasan luas dan mendunia. Sehingga kehadiran mereka diterima oleh semua kalangan dan dapat dijadikan rujukan atas permasalahan nasional dan bahkan internasional dalam cakupan yang lebih global. Terlebih di usianya yang sudah memasuki abad kedua, keberadaan Muhammadiyah yang mengusung identitas diri sebagai gerakan pencerahan berkemajuan dituntut untuk lebih mewarnai kehidupan berbangsa sebagai pemberi solusi dan penggagas pembaharuan di segala bidang.