Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Geger Talangsari: Serpihan Gerakan Darul Islam

Judul: Geger Talangsari: Serpihan Gerakan Darul Islam
Penulis: Widjiono Wasis
Penerbit: Balai Pustaka, 2001
Tebal: 309 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga Rp. 60.000 (blm ongkir)
Order: SMS 085225918312



Di bulan Februari 1989 telah terjadi peristiwa yang menggegerkan di Cihideung, Lampung. Rombongan pejabat muspika diserang dan Kapten Soetiman dibunuh. Kelanjutannya adalah bentrokan fisik antara rakyat bersama tentara dan polisi dengan mereka yang membunuh petugas negara itu; yang bernama Warsidi menjadi pembicaraan orang, termasuk sejumlah pengikutnya. Dan kemudian Warsidi pun diakhiri hidupnya dengan tembakan peluru, sementara sejumlah orang juga jadi korban. Tak jelas benar berapa jumlahnya.

Peristiwa ini menjadi perhatian Wasis, terutama –seperti diceritakannya sendiri kepada saya– karena adanya pro-kontra mengenai kasus ini. Ada pihak yang ingin mengungkit dan mempersoalkan, tetapi kata Wasis, masyarakat setempat menolaknya dengan keras. Selain itu –masih kata dia– gegeran Talangsari punya ciri dan cara yang unik, tentang perkembangan sejarah perjuangan Islam di Indonesia.

Wasis tergerak hatinya untuk mengadakan penelitian tentang peristiwa ini, yang bagaimana pun juga menyangkut keyakinan hidup, agama, Islam. Dan kalau sudah bicara tentang ini, kita jadi ingat, apa hubungan peristiwa ini dengan Darul Islam (DI), dengan NII (Negara Islam Indonesia), dengan ajaran atau pandangan hidup tokoh-tokoh berpengaruh yang berkaitan atau seperti berkaitan dengan ini, semisal SM Kartosoewirjo, Daoed Beureuh, Ibnu Hajar, Kahar Muzakkar, dengan peristiwa Cicendo, pembajakan Woyla, Tragedi Tanjung Priok.

Hampir satu tahun Wasis bekerja untuk mendapatkan gambaran yang dirasakannya pantas dan bisa dipertanggungjawabkannya di hadapan umum. Ia mulai bekerja untuk ini di bulan Mei 2000 dan dianggapnya selesai di bulan April 2001, dengan terhitung 2 (dua) bulan mengadakan penelitian lapangan di Lampung, sekian waktu di sejumlah perpustakaan dan tempat bacaan lainnya. Syukur bahwa ia menaruh perhatian banyak pada sejarah, terutama sejarah kontemporer, pada buku-buku biografi dan otobiografi, pada hasil-hasil wawancara orang, dan juga pada dunia sastra. Dengan latar belakang itu ia diringankan oleh pengetahuannya yang sudah dimilikinya.

Saya sendiri jauh dari menguasai materi yang digarap oleh peneliti muda Wasis ini. Akan tetapi, hasil pekerjaan peneliti lapangan ini rasanya cukup menarik perhatian umum seperti saya, dengan susunan dan cara penulisannya, gayanya yang ganjil, jarang terdapat di dalam buku-buku yang serupa mengenai penelitian peristiwa, tidak konvensional dan lancar. Pengetahuannya dan pendiriannya mengenai Islam mencolok, termasuk mengenai islah, sebagai penyelesaian persoalan. Dan yang menyebabkan saya berani memberikan komentar atas hasil pekerjaan saudara Wasis ini, adalah sekurang-kurangnya adanya keterangan Letjen (Purn.) A.M. Hendropriyono yang pernah menangani peristiwa ini sewaktu masih menjadi Komandan Korem Garuda Hitam, Lampung, dengan pangkat Kolonel waktu itu. Letjen (Purn.) itu mengemukakan kepada saya, bahwa data-data yang didapat dan diangkat oleh saudara Wasis adalah benar. Harap diingat bahwa A.M. Hendropriyono tampak tidak kunjung henti menambah ilmunya di pelbagai pendidikan. Mengemukakan begitu, berarti mempertaruhkan reputasinya sebagai intelektual.

(Ramadhan KH, Jakarta, 5 Juni, 2001)