Jual Buku Bahasa dan Bonafiditas Hantu
Judul: Bahasa dan Bonafiditas Hantu
Penulis: Agus R. Sarjono
Penerbit: Indonesiatera, 2001
Tebal: 161 halaman
Kondisi: Stok lama (cukup)
Stok kosong
Judul buku ini, Bahasa dan Bonafiditas Hantu, menjadi lambang yang mamadai untuk menggambarkan rupa-wajah keseluruhan nada dan lingkup tulisan kebahasaan yang maktub di dalamnya: keluwesan arah liukan pembahasan! Tiada pernah disangka bahwa ‘bahasa’ dan ‘hantu’ bisa duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, dalam sebuah esai.
Halaman ‘Pengantar Penulis’-nya dimulai dengan kata-kata yang cukup untuk membuat kita bernostalgia ke masa-masa pendidikan dasar ketika diberi tugas mengarang oleh guru Bahasa Indonesia: “Pada suatu hari,…” Namun, ini tidak membuat isi tulisan sesudah frasa keterangan itu mirip dengan rata-rata karangan anak-anak sekolah dasar, bertabur “onggokan kata: lalu, kemudian, setelah itu, akhirnya, lalu, kemudian, setelah itu, dan seterusnya.” Dari halaman ‘Pengantar Penulis’ itu kita bisa ketahui dengan jelas bahwa isian dari Bahasa dan Bonafiditas Hantu tadinya merupakan esai-esai bahasa karangan Agus R. Sarjono yang dipublikasikan lewat kolom bahasa di harian Pikiran Rakyat. Suyatna Anirun, penanggung jawab lembaran kebudayaan harian itu meminta Agus untuk mengampu sebuah kolom bahasa yang tidak berisi resep-resep atau aturan-aturan kebahasaan, melainkan, yang dapat “menjadikan bahasa sebagai bagian yang akrab dan hidup dalam keseharian kita.” Karena itulah, lagak-tutur dan topik-topik yang dibicarakan dalam setiap esai dalam buku ini pun tidak pernah tidak menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat tutur di Indonesia. Yang paling menarik: “selain berbicara dengan kalangan dosen dan mahasiswa (pendidikan) bahasa dan sastra, guru bahasa, dan para pelajar sekolah menengah, esai-esai dalam buku ini ingin berbicara juga dengan ibu rumah tangga, para bapak, artis sinetron, wartawan, penjual karcis kereta, penyanyi dangdut, juragan orkes kasidah, pemain tarling, sastrawan, pegawai bank, pedagang, politisi partai besar, politisi partai gurem, birokrat, intel, pengacara mantan petinggi korup yang kaya mendadak, pengacara para buruh dan orang kecil yang tetap miskin, provokator berbagai kerusuhan, dan siapa saja yang bergaul dengan menggunakan bahasa.” Wuih!
Ada 27 esai yang termuat dalam buku ini, dan tak satu pun yang memiliki suasana judul seperti Kesalahan Penggunaan Preposisi ke-, me-, dan di- dalam Siswa-Siswi SMA 2 Klaten. Alih-alih, pembaca akan bersua dengan beragam esai yang dibungkus dengan judul yang ‘mensejajarkan’ posisi-bahasan bahasa dengan hal-hal tak terduga seperti kue, parfum, liburan sekolah, sampai hantu. Cobalah tilik esai ‘Bahasa dan Kue Belanda’. Di situ akan tersua bagaimana dunia boga juga dapat menjadi gerbang masuk bagi sumbangan kosakata-kosakata asing. Menariknya, setelah beberapa saat membicarakan tahu, tauco, bakpia, bakcang, kue kastangel, lapis legit, sampai combro, pembahasannya melompat ke seputaran usaha mencari padanan kata Indonesia untuk kata atau istilah asing, upaya penertiban kesemrawutan penggunaan nama-nama asing sebagai nama perumahan atau perusahaan (ternyata usaha penertiban ini punya ketidaktertibannya sendiri), sampai ke keanehan penerjemahan Holland Bakery menjadi Bakeri Holan.
Buku ini juga mencoba menjawab sebuah kegelisahan yang agaknya kerap berputar-putar di dalam benak banyak orang, baik yang awam maupun yang ahli dalam ilmu bahasa, tentang apa bergunanya ilmu bahasa dalam peradaban manusia. Coba baca esai berjudul ‘Bahasa, Ilmu yang Mubazir’. Di situ, kita akan menemukan sebuah pembahasan asyik tentang masalah guna ilmu bahasa. Yang dapat disimpulkan adalah bahwa, meski saat dibandingkan dengan ilmu-ilmu terapan dan ilmu-ilmu yang mengacu pada profesi umum ilmu bahasa (Linguistik) lebih mencolok kadar kemubazirannya, Linguistik sendiri sebenarnya dapat berdaya-guna ketika diterapkan untuk membaca/mengkaji permasalahan-permasalahan sosial-politik. Dicontohkan, Noam Chomsky, yang menerapkan ilmu Linguistik untuk mengkaji bagaimana media massa Amerika Serikat membuat citra-citra penuh tendensi ketika memberitakan perang Israel-Palestina. Ada juga satu kisah menarik dari negara Filipina, dimana seorang ahli linguistik berhasil membebaskan seorang terdakwa yang sudah mengaku bersalah dan hendak dihukum mati oleh pengadilan. Bagaimana bisa? Ternyata ahli linguistik itu mempraktikkan kemahirannya lewat analisis wacana: dia membuktikan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada terdakwa pada saat interogasi memang dirancang sedemikian rupa agar tiada celah bagi terdakwa untuk menyangkal dan mengungkapkan kebenaran bahwa dirinya tidak bersalah. Yeah! Linguistik bisa menyelamatkan nyawa seseorang!
Itu baru dua dari 27 esai yang dimuat dalam buku Bahasa dan Bonafiditas Hantu. Masih ada 25 esai menarik lagi yang menunggu lahapan pembaca yang penasaran. Karena gaya-tuturnya yang ramah-baca, ketemu-akal, dan kadang menggemaskan, buku ini mudah dicerna pikiran. Bagi orang-orang yang selama ini selalu meragukan kebenaan (signifikansi) peran bahasa, kecenderungan penggunaan, dan dampaknya dalam kehidupan nyata (bukan cuma terkurung dingin dalam ruang sunyi skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal-jurnal akademis) Bahasa dan Bonafiditas Hantu punya peluang besar untuk mengubah cara pandang Anda.
Penulis: Agus R. Sarjono
Penerbit: Indonesiatera, 2001
Tebal: 161 halaman
Kondisi: Stok lama (cukup)
Stok kosong
Judul buku ini, Bahasa dan Bonafiditas Hantu, menjadi lambang yang mamadai untuk menggambarkan rupa-wajah keseluruhan nada dan lingkup tulisan kebahasaan yang maktub di dalamnya: keluwesan arah liukan pembahasan! Tiada pernah disangka bahwa ‘bahasa’ dan ‘hantu’ bisa duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, dalam sebuah esai.
Halaman ‘Pengantar Penulis’-nya dimulai dengan kata-kata yang cukup untuk membuat kita bernostalgia ke masa-masa pendidikan dasar ketika diberi tugas mengarang oleh guru Bahasa Indonesia: “Pada suatu hari,…” Namun, ini tidak membuat isi tulisan sesudah frasa keterangan itu mirip dengan rata-rata karangan anak-anak sekolah dasar, bertabur “onggokan kata: lalu, kemudian, setelah itu, akhirnya, lalu, kemudian, setelah itu, dan seterusnya.” Dari halaman ‘Pengantar Penulis’ itu kita bisa ketahui dengan jelas bahwa isian dari Bahasa dan Bonafiditas Hantu tadinya merupakan esai-esai bahasa karangan Agus R. Sarjono yang dipublikasikan lewat kolom bahasa di harian Pikiran Rakyat. Suyatna Anirun, penanggung jawab lembaran kebudayaan harian itu meminta Agus untuk mengampu sebuah kolom bahasa yang tidak berisi resep-resep atau aturan-aturan kebahasaan, melainkan, yang dapat “menjadikan bahasa sebagai bagian yang akrab dan hidup dalam keseharian kita.” Karena itulah, lagak-tutur dan topik-topik yang dibicarakan dalam setiap esai dalam buku ini pun tidak pernah tidak menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat tutur di Indonesia. Yang paling menarik: “selain berbicara dengan kalangan dosen dan mahasiswa (pendidikan) bahasa dan sastra, guru bahasa, dan para pelajar sekolah menengah, esai-esai dalam buku ini ingin berbicara juga dengan ibu rumah tangga, para bapak, artis sinetron, wartawan, penjual karcis kereta, penyanyi dangdut, juragan orkes kasidah, pemain tarling, sastrawan, pegawai bank, pedagang, politisi partai besar, politisi partai gurem, birokrat, intel, pengacara mantan petinggi korup yang kaya mendadak, pengacara para buruh dan orang kecil yang tetap miskin, provokator berbagai kerusuhan, dan siapa saja yang bergaul dengan menggunakan bahasa.” Wuih!
Ada 27 esai yang termuat dalam buku ini, dan tak satu pun yang memiliki suasana judul seperti Kesalahan Penggunaan Preposisi ke-, me-, dan di- dalam Siswa-Siswi SMA 2 Klaten. Alih-alih, pembaca akan bersua dengan beragam esai yang dibungkus dengan judul yang ‘mensejajarkan’ posisi-bahasan bahasa dengan hal-hal tak terduga seperti kue, parfum, liburan sekolah, sampai hantu. Cobalah tilik esai ‘Bahasa dan Kue Belanda’. Di situ akan tersua bagaimana dunia boga juga dapat menjadi gerbang masuk bagi sumbangan kosakata-kosakata asing. Menariknya, setelah beberapa saat membicarakan tahu, tauco, bakpia, bakcang, kue kastangel, lapis legit, sampai combro, pembahasannya melompat ke seputaran usaha mencari padanan kata Indonesia untuk kata atau istilah asing, upaya penertiban kesemrawutan penggunaan nama-nama asing sebagai nama perumahan atau perusahaan (ternyata usaha penertiban ini punya ketidaktertibannya sendiri), sampai ke keanehan penerjemahan Holland Bakery menjadi Bakeri Holan.
Buku ini juga mencoba menjawab sebuah kegelisahan yang agaknya kerap berputar-putar di dalam benak banyak orang, baik yang awam maupun yang ahli dalam ilmu bahasa, tentang apa bergunanya ilmu bahasa dalam peradaban manusia. Coba baca esai berjudul ‘Bahasa, Ilmu yang Mubazir’. Di situ, kita akan menemukan sebuah pembahasan asyik tentang masalah guna ilmu bahasa. Yang dapat disimpulkan adalah bahwa, meski saat dibandingkan dengan ilmu-ilmu terapan dan ilmu-ilmu yang mengacu pada profesi umum ilmu bahasa (Linguistik) lebih mencolok kadar kemubazirannya, Linguistik sendiri sebenarnya dapat berdaya-guna ketika diterapkan untuk membaca/mengkaji permasalahan-permasalahan sosial-politik. Dicontohkan, Noam Chomsky, yang menerapkan ilmu Linguistik untuk mengkaji bagaimana media massa Amerika Serikat membuat citra-citra penuh tendensi ketika memberitakan perang Israel-Palestina. Ada juga satu kisah menarik dari negara Filipina, dimana seorang ahli linguistik berhasil membebaskan seorang terdakwa yang sudah mengaku bersalah dan hendak dihukum mati oleh pengadilan. Bagaimana bisa? Ternyata ahli linguistik itu mempraktikkan kemahirannya lewat analisis wacana: dia membuktikan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada terdakwa pada saat interogasi memang dirancang sedemikian rupa agar tiada celah bagi terdakwa untuk menyangkal dan mengungkapkan kebenaran bahwa dirinya tidak bersalah. Yeah! Linguistik bisa menyelamatkan nyawa seseorang!
Itu baru dua dari 27 esai yang dimuat dalam buku Bahasa dan Bonafiditas Hantu. Masih ada 25 esai menarik lagi yang menunggu lahapan pembaca yang penasaran. Karena gaya-tuturnya yang ramah-baca, ketemu-akal, dan kadang menggemaskan, buku ini mudah dicerna pikiran. Bagi orang-orang yang selama ini selalu meragukan kebenaan (signifikansi) peran bahasa, kecenderungan penggunaan, dan dampaknya dalam kehidupan nyata (bukan cuma terkurung dingin dalam ruang sunyi skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal-jurnal akademis) Bahasa dan Bonafiditas Hantu punya peluang besar untuk mengubah cara pandang Anda.