Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Siti Jenar Menggugat

Judul: Siti Jenar Menggugat: Menyingkap Tabir Rahasia Kehidupan Syekh Siti Jenar
Penulis: Bambang Marhiyanto
Penerbit: Jawara, 2000
Tebal: 128 halaman
Kondisi: Stok lama (cukup)
Stok Kosong


Cerita dimulai dari kemarahan Raja Cirebon, Resi Bungsu terhadap putranya, Ali Hasan, karena tindakannya yang kontroversi sehingga menyebabkan keresahan masyarakat. Saking marahnya, dia mengutuk Ali Hasan sehingga menjadi cacing. Cacing jelmaan inilah yang kemudian mencuri dengar ketika Sunan Kalijaga yang masih bernama Brandal Lokajaya atau Raden Said mendapat pelajaran ilmu dari gurunya, Sunan Bonang. Namun karena Sunan Bonang juga berilmu tinggi, dia bisa mengetahui kehadiran orang ketiga di antara mereka, dan mengembalikan Ali Hasan pada wujud semula. Ali Hasan pun menceritakan kisahnya pada Sunan Bonang sampai dia menjadi cacing.

Ali Hasan berniat menjadi Sunan Bonang. Semula Sunan Bonang menolak karena merasa tidak pantas Ali Hasan yang pernah berguru ilmu agama Islam sampai Malaka bahkan ke Baghdad, Irak, dan mendapat nama Syekh Abdul Jalil atau Syekh Jabaranta menjadi muridnya. Sunan Bonang malah menawari agar Ali Hasan bergabung dengan dewan wali lainnya. Bahkan Sunan Bonang sendiri yang memberikannya julukan baru, Siti Jenar yang artinya Lemah Abang karena dia pertama kali dilihat sebagai cacing di tanah liat merah.

Syekh Siti Jenar akhirnya setuju ikut Sunan Bonang dan Kalijaga di Demak untuk bertemu para wali lainnya. Ketika Sunan Bonang mengusulkan agar Syekh Siti Jenar bergabung dalam dewan wali, para wali, khususnya Sunan Giri mengusulkan agar Siti Jenar belajar untuk menyesuaikan diri, karena menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa tidak cukup hanya berbekal pengetahuan syariat atau hukum-hukum. Siti Jenar menyetujui persyaratan yang diajukan para wali termasuk salah satunya menimba ilmu kepada wali-wali yang lebih tua.

Syekh Siti Jenar kemudian ke Gunung Giri Gajah, pesantren Sunan Giri, maksudnya untuk menyesuaikan diri dengan Sunan Giri. Tapi Sunan Giri punya penilaian lain terhadap Siti Jenar dan mencurigainya sebagai ahli sihir. Karena itu Siti Jenar hanya diberi kesempatan untuk mengikuti pelajaran-pelajaran agama, sedang terhadap pelajaran rahsaning rasa yaitu mengenai ilmu gaib atau rahasia, dia tidak diberi kesempatan.

Suatu ketika Siti Jenar menggunakan kesaktiannya mengisi tempat wudhu sehingga dalam sekejap penuh sehingga dia bisa diam-diam mengikuti pelajaran ilmu gaib yang diberikan Sunan Giri kepada muridnya dengan menyamar jadi Burung Bencok. Penyamaran ini diketahui Sunan Giri sehingga Siti Jenar dituding sebagai tukang sihir dan diusir. Dengan kecewa, dia pun kembali ke Cirebon.

Suatu hari, Siti Jenar pergi ke gunung Pengging dan bertemu Ki Kebokenongo, keturunan bangsawan Majapahit yang masih keponakan Raden Patah, raja Demak, tapi memilih hidup sebagai petani dan dikenal sebagai Ki Ageng Pengging. Melalui perdebatan dengan Siti Jenar, Ki Ageng Pengging yang semula beragama Hindu mau memeluk Islam.

Sejak itu, Ki Ageng Pengging menjadi murid sekaligus membantu Syekh Siti Jenar menyiarkan Islam. Dia banyak memukau orang sehingga mau berguru pada Siti Jenar. Makin hari, semakin banyak saja orang yang belajar pada Siti Jenar. Berita ajaran Siti Jenar merupakan ilmu sesat yang merusak syariat Islam sampai ke Demak, membuat resah Raden Patah. Pasalnya, murid-murid yang mengaku belajar pada Siti Jenar banyak melakukan kekacauan. Mereka meyakini kematian adalah kehidupan yang sebenarnya hingga memilih bunuh diri supaya bisa mendapatkan kehidupan sejati. Ada juga yang sengaja membuat onar, supaya dihukum mati.

Raden Patah pun berunding dengan para wali untuk mengatasi masalah ini. Beberapa utusan dikirim untuk menemui Syekh Siti Jenar. Mereka semua berdebat, mengadu ilmu dengan Siti Jenar. Tapi semuanya menemui jalan buntu. Bahkan ketika Raden Patah menyampaikan panggilan secara resmi sebagai raja Demak, Siti Jenar juga menolak.

Dewan wali kembali bersidang. Diputuskan Siti Jenar dihukum secara Islam karena menghancurkan syiar Islam oleh Walisanga di Pulau Jawa dengan menyebarluaskan ajaran yang bertolakbelakang. Di antaranya, menganggap orang hidup sebagai mayat atau bangkai, dan menganggap kematian sebagai kehidupan sejati. Dia juga menganggap dirinya sudah menjadi satu dengan Tuhan sehingga tak bisa dipisahkan. Untuk menghukumnya, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus, dan Sunan Geseng berangkat menemuinya.

Pertemuan mereka kembali diwarnai perdebatan. Siti Jenar tidak pernah merasa dirinya bersalah karena yang diajarkannya adalah kebenaran. Tapi karena memaklumi maksud para sunan, Siti Jenar dengan senang hati memisahkan jiwa dari raganya sehingga meninggal. Jenazah Siti Jenar dipalsukan karena takut pengikutnya akan mengkultuskannya.