Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku Hukum Persaingan Usaha

Judul: Hukum Persaingan Usaha: Peringkat Telekomunikasi Pemberlakuan Persetujuan ACFTA
Penulis: Dr. Dayu Padmara Rengganis, S.H., M.H.
Penerbit: Alumni, 2013
Tebal: 387 halaman


Lima tahun lalu, untuk sebuah telepon genggam, seseorang perlu merogoh kocek jutaan rupiah. Kini, dengan fitur lebih bagus, harga gadget itu tak sampai Rp 1 juta. Lihatlah produk buatan Cina yang merajai pasar. Beberapa perusahaan Cina tumbuh sangat pesat dan mereka gigih berekspansi sehingga memenangi banyak tender besar.

Sekilas, membanjirnya produk dan teknologi Cina adalah hal yang lumrah. Begitu pula ketika harganya yang semakin murah. Namun, tahukah kita kalau perumusan peraturan dan perundang-undangan untuk mendapatkan barang-barang murah itu bukanlah pekerjaan mudah? Itulah, tema sentral yang diusung Dayu Padmara Rengganis dalam disertasi doktoralnya ini.

Rengganis membatasi penelitiannya pada konsep hukum persaingan usaha di bidang telekomunikasi. Menurutnya, sejak 1994, ketika negara-negara di dunia menandatangani pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), salah satu lampiran yang telah disepakati adalah perundingan mengenai telekomunikasi dasar (negotiation on basic telecommunication), yang sejak dini dimaksudkan untuk melakukan liberalisasi pasar telekomunikasi.

Selanjutannya, WTO melahirkan perjanjian umum tentang perdagangan jasa (GATS), yang mengantarkan Indonesia menandatangani perjanjian schedule of commitment on basic telecommunications. Indonesia kemudian mengesahkan UU Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, yang prinsipnya telah mengubah konsep telekomunikasi semula sebagai "barang publik" menjadi komoditas perdagangan an-sich.

Itulah titik awal perubahan cara pandang negara mengenai telekomunikasi. Implikasinya, penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara, koperasi, dan badan usaha milik swasta.

Rengganis lalu memfokuskan penelitiannya pada ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA), yang berlaku mulai 1 Januari 2010. Fokus penelitiannya adalah: apakah ACFTA menyebabkan persaingan usaha yang tak sehat? Sebab, seperti yang kita ketahui, membanjirnya barang-barang Cina, membuat negara itu mampu memonopoli industri telekomikasi. Perlu dicatat, ACFTA adalah konsekuensi dari sikap pemerintah yang telah meratifikasi GATS ke dalam UU Nomor 36/1999.

Dengan melakukan studi perbandingan di negara-negara ASEAN, Rengganis menyodorkan fakta menarik. Malaysia, misalnya, tak sepenuhnya membuka keran pada teknologi Cina. Negeri jiran itu membangun Multimedia Super Corridor, yang diharapkan mampu melawan laju industri teknologi Cina. Langkah serupa ditempuh Filipina. Negera ini membangun The Philippines Cyberservices Corridor untuk menampung pelaku usaha kecil dan menengah mereka dalam persaingan industri telekomunikasi. Dengan persiapan yang baik itu, Malaysia dan Filipina tak menjadi bulan-bulanan ACFTA.

Sementara itu, penegak hukum di Indonesia justru melakukan tindakan sporadis. Kasus "iPad tanpa manual" adalah contohnya. Dian dan Randy didakwa melanggar UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen ketika menjual iPad tanpa panduan berbahasa Indonesia. Padahal, UU itu tidak secara spesifik mengatur bahwa informasi harus dalam bentuk buku.

Sehubungan dengan hal tersebut, peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjadi sangat vital dalam pengawasan monopoli industri telekomunikasi vis a vis industri Cina, sesuai dengan amanat UU Nomor 5/1999 tentang KPPU. Dalam UU itu dinyatakan, antara lain, KPPU berwewenang mengawasi transaksi luar negeri yang berakibat tidak menguntungkan bagi Indonesia. Termasuk, merger perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Itulah palang pintu terakhir yang bisa menciptakan ekonomi tumbuh dalam harmoni hukum.

Sebagai disertasi, buku ini patut diapresiasi. Selain memuat begitu banyak temuan hukum, delik telekomunikasi merupakan hal yang terus berkembang. Selain itu, Rengganis adalah sosok yang tepat dalam penelitian ini. Ia adalah Corporate Services PT Inti dan mantan Senior Vice President PT Indosat. Pengalaman panjangnya membuat penelitian ini sangat bernilai.

Inayatullah Hasyim
Dosen Fakultas Hukum Universitas Djuanda, Bogor