Jual Buku Harun dan Samudra Dongeng
Judul: Harun dan Samudra Dongeng
Penulis: Salman Rushdie
Penerbit: Serambi, 2011
Tebal: 228 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 45.000 (blm ongkir)
Order: SMS 085225918312
Penulis: Salman Rushdie
Penerbit: Serambi, 2011
Tebal: 228 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 45.000 (blm ongkir)
Order: SMS 085225918312
Haroun and The Sea of Stories diterbitkan dua tahun setelah fatwa mati diterima Rushdie. Novel ini ditulis untuk anaknya, Zafar Rushdie yang suatu ketika meminta kepada ayahnya untuk menulis novel yang bisa dibaca oleh anak-anak.
“Pada suatu ketika, di negeri Alifbay, terdapat sebuah kota yang sedih. Kota itu adalah kota yang paling sedih di antara kota-kota lainnya, sebuah kota yang begitu parah sedihnya sehingga lupa pada namanya sendiri.” Demikian Rushdie mengawali ceritanya. Dalam benak saya langsung terbayang sebuah kota khayal dan magis seperti kota-kota dalam imaji Italo Calvino lewat “Invisible Cities”. Selanjutnya, Rushdie memperkenalkan Haroun dan keluarganya. Haroun adalah anak satu-satunya dari Rasyid Khalifa dan Soraya. Rasyid Khalifa adalah seorang pendongeng ulung yang terkenal karena keceriaannya di seluruh kota yang sedih itu. Sepertinya, Rasyid cukup membuka mulut saja, dan dongeng-dongeng mengalir dari mulutnya dengan sendirinya. Dongeng-dongengnya yang tak kunjung habis itu, membuatnya mendapat gelar “Sang Samudera Khayal” dan sekaligus “Raja Omong Kosong”. Sedangkan Soraya adalah seorang ibu yang selalu bernyanyi kepada suami dan anaknya dengan suaranya yang indah dan membahagiakan. Barangkali, Haroun menjadi satu-satunya anak yang paling berbahagia di tengah kota yang begitu parah sedihnya itu.
Namun, mendadak Soraya pergi menghilang. Ia terkena hasutan Pak Sengupta, tetangga mereka yang membenci dongeng. “Apalah gunanya dongeng-dongeng yang tak mungkin terjadi di alam nyata itu?” katanya. Soraya dan Pak Sengupta pergi entah kemana. Segalanya menjadi berantakan. Rasyid memukul setiap jam yang berdetak di rumahnya, tepat pada jam kepergian Soraya, jam sebelas, sehingga seolah di rumah itu waktu berhenti. Musibah berlanjut ketika Rasyid kebetulan diundang oleh para politisi untuk mendongeng (lebih tepatnya berkampaye) di depan ribuan calon pemilih, tidak ada satupun kata yang bisa keluar dari mulut Rasyid. Raja Omong Kosong itu telah kehilangan seluruh kemampuannya.
Haroun selalu penasaran dari mana asal dongeng-dongeng yang diceritakan oleh ayahnya. Ketika ayahnya menjawab bahwa dongeng-dongeng itu berasal dari Lautan Dongeng, dan yang harus dia lakukan hanyalah meminum Air Dongeng yang dipasok kepadanya oleh para Jin Air, Haroun tidak percaya begitu saja.
Pada suatu malam, di atas rumah perahu yang bernama Seribu tambah satu malam, milik Pak Tappipun, politisi yang mengundang Rasyid untuk mendongeng, Haroun tiba-tiba memergoki Jin Air yang sedang menjalankan misinya untuk memutus pasokan Air Dongeng kepada Rashid, menurutnya, Raja Omong Kosong itu telah melanggar perjanjian karena telah berhenti mendongeng. Demi memperbaiki nama baik dan menyelamatkan pasokan Air Dongeng ayahnya, maka Haroun menyandera Alat Pemutus Hubungan dan meminta Jikka (diterjemahkan dari Iff), nama Jin Air itu untuk membawanya ke negeri asal dongeng: Kahani. Maka bertualanglah Haroun dan Jikka dengan kendaraan mereka, burung bulbul bernama Tappi (diterjemahkan dari Butt), ke Kahani yang ternyata adalah satelit kedua bumi setelah bulan.
Kahani adalah negeri khayal. Di sanalah Samudera Dongeng berada, sumber dari semua dongeng yang pernah diceritakan oleh manusia di bumi. Ada dua negara di Kahani, yakni negeri Gup dan Chup. Orang-orang Gup yang disebut Gupee suka berbicara dan berdebat, sebaliknya, orang-orang Chup, atau disebut Chupwala adalah penganut kebisuan dan membenci pembicaraan. Keduanya dipisahkan oleh sebuah wilayah bernama Kepingan Senja. Haroun tiba di Kahani bersamaan dengan situasi Kahani yang sedang memanas: Samudera Dongeng telah diracun oleh pasukan kegelapan yang dipimpin oleh Khatam-Shud, sosok yang sangat mirip dengan Pak Sengupta, pembenci dongeng, pemuja kenyataan. Menurutnya, “Dunia ini ada untuk dikendalikan. Dan di dalam setiap dongeng, terhampar sebuah dunia yang tak bisa kukendalikan.”
Dunia khayal yang disajikan oleh Rushdie dalam cerita ini sangat imajinatif, percampuran antara dunia Alice, Oz, Kisah Seribu Satu Malam. Kahani adalah dunia dongeng itu sendiri. Struktur pemerintahannya diberi nama dengan nama-nama yang berhubungan dengan dongeng. Pasukan tertinggi diberi nama Perpustakaan, yang dipimpin oleh Sang Kitab Jenderal, struktur di bawahnya adalah Volume, Bab, Halaman. Demi menyelamatkan Samudera Dongeng dari kehancuran, Haroun dan pasukan Chupwala bahu membahu memerangi Khatam-shud, Sang Musuh Dongeng segala dongeng.
Secara garis besar, sebagaimana lazimnya dongeng anak-anak, dongeng ini adalah tentang peperangan kebaikan dan kejahatan, antara terang dan gelap, antara cahaya dan kegelapan, dan dalam hal ini, antara penyuka dongeng dan pembenci dongeng, Samudera Khayal dan Khatam-shud. Khatam-shud secara harfiah “berakhir dengan tuntas” atau “selesai sudah urusannya” atau “tamat”. Namun, buku ini sangat layak dinikmati oleh orang dewasa baik sebagai bacaan alternatif ataupun untuk bacaan yang kelak akan didongengkan kepada anak-anak mereka. Seru, kocak, dan menegangkan. Wajib dibaca bagi para penyuka dongeng untuk tahu dari mana dongeng-dongeng tersebut berasal. Dunia yang dihamparkan Rushdie barangkali adalah perlambang dari dunia kita sendiri, selalu ada orang-orang yang tidak menyukai dongeng dan menganggap semua dongeng-dongeng itu tidak berguna, sebaliknya, selalu ada penggila dongeng yang menemukan kebebasan dan imajinasi yang dalam bahasa Khatam-shud, tidak bisa dikendalikan.
“Siapapun bisa mendongeng. Para pembohong dan orang licik, para penipu, contohnya. Tapi untuk dongeng dengan Muatan Lebih, ah, untuk itulah, bahkan para pendongeng terbaik memerlukan Air Dongeng,” demikian kata Jikka si Jin Air. Barangkali, Salman Rushdie telah meminum Air Dongeng telebih dahulu dalam mendongengkan kisah Haroun ini.
Satu hal yang saya pahami setelah membaca buku ini adalah: bahkan orang seserius, segalak dan sekontroversial Salman Rushdie pun mampu menciptakan sebuah dongeng yang indah untuk anaknya dan untuk anak-anak seluruh dunia. Lalu, apa yang telah kita ciptakan untuk anak-anak kita? Sudahkah kita mendongeng untuk mereka, ataukah hanya menjejali mereka dengan permainan-permainan modern dan tontonan-tontonan televisi yang miskin imajinasi, malah justru membuat imajinasi mandeg?