Jual Buku Daoed Joesoef Emak
Judul: Emak
Penulis: Daoed Joesoef
Penerbit: Kompas
Tebal: 292 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 50.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
Penulis: Daoed Joesoef
Penerbit: Kompas
Tebal: 292 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 50.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
Emak di Medan dan sekitarnya adalah sebutan untuk Ibu. Emak dari Daoed JOESOEF adalah seorang perempuan yang tak pernah mengenyam pendidikan formal nonreligius, namun amat menyadari kemuliaan panggilan alami keibuan. Dia menghayati pesan Rasulullah agar manusia menuntut ilmu pengetahuan dan belajar seumur hidup. Dia adalah perempuan yang lemah lembut, feminin dan santun namun bisa pula bersikap tegas dalam mempertahankan prinsip hidup. Karena Emak adalah segala-galanya baginya, jauh melebihi bidadari.
Daoed JOESOEF adalah mantan Menteri pendidikan dan Kebudayaan (1978-1983) yang sejak kecil gemar belajar. Saat beranjak dewasa, dia sengaja merantau, meninggalkan kampung halaman, semata-mata untuk memburu ilmu pengetahuan. Tuntunan ibunyalah yang telah mengubah dirinya menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar Docteur d’etat es science economiques dari Universite Pluridiplinaires Pantheon-Sorbonnr e di Paris, perancis.
Kesuksesan yang diraih seseorang tak bisa dilepaskan dari sosok karismatik seorang perempuan yang memegangjabatan alami selaku emak, ibu, bunda, inang, indung, em-bok, nyak, mama, dan mami. Emak menjadi sumber kesukesan, karena apa pun yang diraih seseorang, pastilah berawal dari hal paling kecil yang diajarkan seorang Emak sejak di alam kandungan.Kasih sayang Emak tak lekang oleh waktu, menjadi inspirasi paling menggugah dalam ruang kesadaran, dan membuat jiwa kehidupan tak pernah mundur dalam menghadapi beragam tantangan. Kejernihan jiwa seorang Emak inilah yang dirasakan oleh Daoed Joesoef. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1978-1983) di era Orde Baru yang rajin menulis ini mengakui dengan penuh kesaksian bahwa yang diajarkan Emaknya sejak masa ayunan sampai sekarang masih begitu membekas. Linangan air mata begitu deras menetes tatkala Daoed meraih gelar doktoral di Sorbonne, Prancis, dengan prediket membanggakan, summa cumlaude.
Dengan begitu takzimnya, Daoed dalam buku ini menyatakan bahwa sang Emaklah yang telah menuntun kehidupannya selama ini. Walaupun sang Emak tidak pernah mengenyam bangku sekolah, tetapi Emak selalu membangun suasana nyaman Daoed dan saudaranya untuk terus belajar tanpa henti. Emak, bagi Daoed, memang tak bisa baca latin, apalagi bahasa Inggris, Belanda, dan Prancis, tetapi keteguhan untuk belajar Daoed dapatkan dari Emaknya. Emaklah yang menyekolahkan Daoed di Sekolah Belanda, walaupun mendapatkan banyak kecaman dan cibiran dariwarga sekitar. Emak ingin sang anak, Daoed, kelak bisa menghentikan penjajahan Belanda, sehingga Daoed harus menyelami ilmu pengetahuan yang dimiliki Belanda, barulah bisa mengalahkan Belanda.
Nasionalisme Emak memang luar biasa. Semangat membela Indonesia begitu menyala dalam diri Emak. Walaupun hanya hidup di Kampung Darat di Medan, Sumatra Utara, Emak mengobarkan semangat perjuangan keluarganya untuk bisa menjadi yang terbaik bagi Indonesia. Membela Indonesia, bagi Emak, bukanlah dengan cara fisik mengangkat senjata, karena tak mungkin Emak dan keluarga Daoed mengangkat senjata. Yang dilakukan Emak adalah mengangkat pena dan akal agar bisa cerdas dan berpendidikan, sehingga gemuruh nasionalisme memancar lebih tajam. Indonesia harus dibela dengan sesungguhnya.
Dari Kampung Darat Menuju Sorbonne, Daoed tak bisa berkata apa-apa, kecuali Emak! Ya, kegigihan yang menancap dalam diri Daoed sampai dia dipercaya Presiden Soeharto menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tak lain karena ajaran keluhuran budi yang diajarkan Emaknya. Bukan teori yang ndakik-ndakik yang diaplikasikan Daoed tatkala menjabat Menteri Pendidikan, melainkan kejernihan hati dan keteguhan prinsip yang diajarkan Emaknya.
Siti Muyassarotul Hafldzoh, Peneliti Center for Developing Islamic Education (CD1E) UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.