Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rafilus (Budi Darma)

gambar
Rp.70.000,- Rp.55.000,- Diskon
Judul: Rafilus
Penulis: Budi Darma
Penerbit: Noura Books, 2017
Tebal: 388 halaman
Kondisi: Baru (Ori Segel)

Rafilus dalam novel ini diceritakan sebagai sosok yang unik, atau mungkin lebih tepatnya aneh. Ia berkali-kali digambarkan lebih mirip patung besi berjalan daripada manusia. Sosok yang kuat, menarik, namun kosong. Tiwar, si tokoh utama bertemu dengan Rafilus pada sebuah pesta yang juga tidak kalah absurd. Sebuah pesta khitanan yang diselenggarakan oleh seorang kaya-raya bernama Jumarup. Namun saat pestanya berlangsung si tuan rumah berikut keluarganya tidak hadir dalam pesta tersebut. Belakangan di akhir cerita, berdasarkan pengakuan keponakan si Jumarup di sebuah surat kabar—yang entah benar entah tidak, kita jadi tahu kenapa si tuan rumah tidak ada dalam pesta itu.

Tentu saja novel ini tidak melulu bercerita soal pesta yang diadakan oleh si Jumarup. Pesta ini cuma semacam titik awal cerita ini dimulai, titik dimana Tiwar dan Rafilus bertemu. Sosok Rafilus yang aneh, mirip patung besi, langsung menarik perhatian si Tiwar. Dalam perjalanan pulang, lewat cerita-cerita si Rafilus sendiri kepada Tiwar, kita jadi mulai mengenal lebih banyak mengenai si Rafilus. Well, novel ini juga tidak melulu soal si Rafilus. Di bagian pembuka novel, exordium, penulis sudah memberi ancang-ancang bahwa novel ini berisi pengakuan-pengakuan para tokohnya. Maka, selain Rafilus kita juga akan bertemu dengan Pawestri, seorang perempuan yang berkenalan dengan Tiwar saat ia ke kantor sebuah surat kabar. Kita akan mengenal Pawestri lewat surat-surat yang dikirimnya kepada Tiwar belakangan. Kemudian ada juga tukang pos yang sudah uzur, Munandir, yang sangat banyak bercerita; baik tentang orang-orang aneh di kota mereka—termasuk Rafilus, maupun tentang kehidupannya dia sendiri.

Bisa dibilang, semua tokoh dalam novel ini sebenarnya merasa hampa. Mereka seperti terjebak dalam kehidupan mereka dan tidak punya pilihan lain selain memperhatikan detil-detil di keseharian mereka. Dan hal ini, lagi-lagi, sudah ditegaskan terlebih dahulu oleh penulisnya di bagian pembuka.

Berkali-kali saat bertemu dengan suatu kejadian, si Tiwar berkata, saya merasa kosong, atau saya tidak merasakan apa-apa. Bahkan saat ia menantang dirinya sendiri untuk datang ke rumah Pawestri. Begitu juga dengan hubungan yang dingin antara Pawestri dan keluarganya, terutama dengan ayah dan ibunya. Ia menganggap ayah dan ibunya cuma hadir sebagai tubuh saja. Mereka tidak hadir sebagai sosok. Akhirnya si Pawestri pun merasa hidup sebatang kara. Sementara Rafilus sendiri, meskipun secara fisik ia mampu menghipnotis banyak orang khususnya perempuan. sebenarnya ia juga merasa kosong. Selain sangat ingin mempunyai anak, ia juga sangat ingin mempunyai gagasan. Namun demikian, ia mandul dan tidak mungkin punya anak, sementara gagasan-gagasannya tak pernah menarik bagi orang-orang.

Meskipun si Penulisnya sendiri mengatakan bahwa novel ini bertempo lambat, novel ini sama sekali tidak membosankan. Atau mungkin, lambat atau tidaknya tempo sebuah cerita memang bukan ukuran menarik tidaknya cerita tersebut. Pada akhirnya novel ini memikat mungkin karena gaya bercerita si Budi Darma yang memang unik dan mengikat pembacanya. Tokoh-tokohnya absurd dan kejadian-kejadiannya juga absurd.
Chat WhatsApp