Buku Pendidikan Kaum Tertindas - Paulo Freire
Judul: Pendidikan Kaum Tertindas
Penulis: Paulo Freire
Penerbit: LP3ES,1985
Tebal: 221 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Paulo Freire pernah dibui karena program melek hurufnya. Pendidikan harus menciptakan watak demokratis.
Brasil sebetulnya tertinggal dalam segala hal. Evolusi dari kolonialisme
Eropa membuat bangsa ini dikuasai sekelompok kecil orang yang sangat
bergantung pada modal asing. Untunglah, mereka masih punya pesepak bola
Pele dan Ronaldo, serta pembalap Aryton Senna. Lebih dari itu, Brasil
memiliki Paulo Freire, pemikir yang mengguncangkan lewat dunia
pendidikan.
Mulanya, ia hanya berkutat di negerinya yang terpuruk itu. Lantas ia
menjadi "pahlawan" bagi negara-negara Amerika Latin, misalnya Cile. Dari
sana ia beranjak ke Universitas Harvard, Amerika Serikat, lalu memimpin
Institut Action Culturelle (IDAC) yang bermarkas di Jenewa. Toh,
aktivitas Freire dianggap "subversif" dan merongrong kewibawaan
pemerintahnya.
Maka, tak mengherankan bila ia sempat dibui karena program melek
hurufnya bagi rakyat pedesaan. Itulah yang kemudian disebut "pendidikan
kaum tertindas", sebagaimana judul karyanya yang paling tersohor itu.
Program pendidikannya, sebetulnya, tak sebatas mengatasi buta aksara.
Melainkan juga upaya untuk memerdekakan manusia dari ketidaktahuan. Bagi
Freire, pedagogi harus bersifat usaha sosial dan politik yang
menciptakan watak demokratis.
KH Abdurrahman Wahid, dalam kata pengantar edisi Indonesia buku Freire,
Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan (1984), menyatakan pemikiran
alternatif dalam pendidikan didasari atas kenyataan pincangnya struktur
masyarakat di negara-negara berkembang. Struktur masyarakat berfungsi
opresif bagi rakyat kecil yang menjadi korban eksploitasi ekonomi untuk
kepentingan pemilik modal.
Buku yang berjudul asli Paulo Freire: His Life, Works and Thought ini
menjelaskan optimisme Freire yang tegar. Ia mengurai tali-temali yang
membelenggu rakyat Brasil. Ia melihat kaum pendidik Brasil menulis dan
berpikir dengan sudut pandang Eropa dan Amerika Serikat. Maka,
pendidikan alternatif yang ditawarkan Freire ialah mentransformasikan
sejarah menjadi subjek-subjek melalui suatu refleksi kritis. Ia
berkesimpulan, pendidikan harus mengarah pada pembebasan politis.
Mengapa metode Freire berhasil? Jawabannya terletak pada proses
penyadaran untuk memberikan gambaran pendidikan yang otentik. Freire
berhasil menarik kaum petani yang bekerja di ladang, dari pagi hingga
petang, untuk mengikuti pelajarannya setiap malam selama enam sampai
delapan minggu (halaman 11). Menurut Denis Collins, penulis buku ini,
pemikiran Freire bersifat eklektis.
Itulah sintesis yang mengalir dari pengalaman hidup dan penyaringan
intelektual. Ia banyak melahap bacaan "kelompok kiri" seperti Marx, Mao,
Fanon, Lukacs, Althusser, dan Marcuse. Tapi ia juga menggeluti
pemikiran Husserl, Heidegger, Sartre, Camus, dan Jaspers. Namun,
filsafat pendidikannya tak mengarah pada satu aliran tertentu.
Maka, tak mengherankan, "Karena sinkretismenya... ia disebut sebagai
seorang idealis, komunis, 'seorang teolog yang menyamar', fenomenolog,
dan seorang eksistensialis," tulis Collins (halaman 49). Di sini kita
bisa sebut lima jaringan filosofis yang membentuk pemikiran Freire.
Yaitu: personalisme, eksistensialisme, fenomenologi, marxisme, dan
kristianitas.
Pesan Sekarang