Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Sementara Menunggu Godot

Judul: Sementara Menunggu Godot
Penulis: Samuel Beckett
Penerbit: Tarawang, 1999
Tebal: 119 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Harga: Rp. 50.000 (blm ongkir)
Order: SMS 085225918312


Lakon Menunggu Godot, diakui atau tidak merupakan lakon paling aneh menurut bentuk, maupun isi. Kisahnya mengenai dua orang gelandangan yang menunggu Godot, akan tetapi tak kunjung tiba, dilukiskan dalam dua babak. Gelandangan pertama bernama Estragon, dan yang kedua Vladimir. Lantaran ketegangan yang terus-menerus, maka terdapat plot, yang menimbulkan rasa ingin tahu di hati pembaca atau penonton tentang apa yang akan terjadi. Namun seperti telah dikatakan, Godot tak juga muncul, sehingga mengandung kesimpulan, kisah berakhir seperti semula. Dapatlah dikatakan pula, lakon itu tidak mempunyai ujung pangkal.

Menurut sastrawan Aoh K. Hadimadja dalam buku tipis Seni Mengarang terbitan Pustaka Jaya, salah salah teknik yang digunakan Samuel Beckett dalam menimbulkan pertentangan itu, adalah membiarkan panggung acapkali sepi. Jadi pelaku-pelaku semuanya terdiam di atas panggung untuk beberapa detik. Akan tetapi yang tampak menjadi kuat-tegang itu, lantaran isinya juga tegang.

Kita dapat membandingkan lakon Menunggu Godot itu dengan menunggu bis atau apa saja yang ditunggu, namun yang ditunggu itu tak kunjung muncul. Maka orang yang menunggu menjadi gelisah. Berjalan hilir-mudik dan berbicara dengan diri sendiri. Kegelisahan itu menimbulkan ketegangan, akan tetapi dalam waktu itu sesungguhnya tidak ada yang dikerjakan, hanya pikiran saja bersimpang-siur.

Hal di atas akan lebih dramatis, apabila kita bayangkan yang menunggu itu duduk saja, tetapi jantung berdegup memukul-mukul, “Kapan datang, kapan datang?” Sebab Godot diharapkan mendatangkan kebahagiaan, memberikan tempat tinggal yang menyenangkan dan makanan cukup lezat kepada dua gelandangan itu yang tidur di bawah langit tanpa selimut dan makan pun hanya sepotong bagi berdua.

Di samping dua orang gelandangan yang telah disebutkan di atas, terdapat seorang majikan, Pozzo si tuan tanah yang kejam bersama seorang budaknya bernama Lucky. Si budak lehernya diikat dengan seutas tali. Kemudian seorang suruhan Godot, yang dalam kedua babaknya mengatakan, majikannya akan datang hari esoknya, akan tetapi Godot tak jua muncul. Jadi pelakunya hanya 5 orang, tanpa ada seorang perempuan pun.

Tatkala tirai diangkat terlihatlah tanah tandus, hanya sebuah jalan desa melingkar dan sebuah pohon kering di tepinya. Kedua orang gelandangan itu, Estragon dan Vladimir tampak di bawah sebatang pohon, yang cuma berdaun 5 lembar. Estragon sedang membuka-buka sepatunya, tetapi tidak juga terlepas. Tingkah laku Estragon diperhatikan oleh sahabatnya, Vladimir, yang sudah berpisah satu malam.

Mereka terus terang mengatakan, betapa gembiranya bersua lagi dan juga timbul pembicaraan, bagaimana tidak senangnya mereka kalau berkumpul, akan tetapi anehnya kehilangan masing-masing jika berpisah. Barangkali seperti itulah pertanda sebuah persahabatan sejati.

Pozzo, si tuan tanah yang sekilas telah disinggung, merupakan perlambang manusia zaman sekarang. Pikirannya ditumpahkan kepada pekerjaan, akan tetapi keindahan dan kebenaran terasa barang asing baginya. Dia buta dalam babak kedua, dan budaknya, Lucky, menjadi bisu. Oleh Samuel Buckett, dalam kondisi cacat semacam itu Pozzo digambarkan sangat mengharukan dengan marah-marahnya.