Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

The Casual Vacancy: Perebutan Kursi Kosong

Judul: The Casual Vacancy: Perebutan Kursi Kosong
Penulis: J.K. Rowling
Penerbit: Qanita, 2012
Tebal: 596 halaman (hard cover)
Kondisi: Buku baru
Harga: Rp. 160.000 (belum ongkir)

Tentang perebutan kekuasaan, Rowling hadir kembali menawarkan kedewasaan. Meski didaulat sebagai novel dewasa, ini bukan fase pendewasaan darinya, melainkan menunjukkan bahwa dirinya mampu menggerakkan jemari dalam genre penulisan yang lebih jauh. Jika Harry Potter menawarkan kenangan dalam pensieve, maka The Casual Vacancy adalah potret mengenai manusia.

Kisah ini dimulai dengan fragmen kematian. Sama seperti novel fenomenal terdahulu, Rowling membukanya dengan selubung adanya orang yang meninggal. Dari kematian, cerita merangkak melepaskan diri dari kemelut hitam-putihnya. Kehidupan tak sekadar dua titik kulminasi, baik dan buruk, melainkan berwarna-warni yang mengabut menjadi abu-abu.

Pagford merupakan kota imajiner di Inggris yang ditulis Rowling dalam novel teranyarnya ini. Napas hidup kota Pagford menghela dalam formalitas Victorian kehidupan para warganya. Tiap-tiap orang hampir mengenal satu sama lain. Dari luar, Pagford tampak sebagai kota yang "baik-baik saja" tanpa persoalan berarti yang mengancam kehidupan para penghuninya.

Kemudian Barry Fairbrother, yang merupakan anggota dewan kota, meninggal secara mendadak dan terkuaklah persoalan-persoalan pelik yang mendarah daging dalam sopan santun warga Pagford. Penyebabnya tak sekadar kematian Barry, melainkan kursi jabatan anggota dewan yang kosong dan menjadi rebutan.

Membaca The Casual Vacancy ibarat melihat sebuah miniatur kehidupan politik yang rumit sekaligus penuh kelicikan. Dengan cerdas, Rowling menempatkan Barry yang meninggal secara cepat sebagai penjaga status quo kota Pagford. Barry merupakan penyeimbang dalam tata kelola kehidupan politik kota kecil yang tak menarik ini. Sehingga, saat Barry meninggal, bangunan kehidupan masyarakat Pagford yang tenang kembali bergejolak.

Ada Howard Mollison, rival Barry di dewan kota, yang hendak mengajukan anak kesayangannya, Miles, untuk maju mengisi jabatan anggota dewan kota. Menempatkan Miles sebagai pengganti Barry dari faksi Howard diantisipasi beberapa rekan seperjuangan Barry, Parminder Jawanda dan Colin Wall. Bahkan Wall, yang berlatar belakang Wakil Kepala Sekolah Winterdown, hendak mengajukan diri sebagai calon anggota dewan menggantikan sahabatnya. Meski, diam-diam Parminder, yang keturunan India, menolak pencalonan diri Colin.

Yang hendak mengajukan diri sebagai pengganti Barry tak hanya dua pihak yang berseberangan di dewan kota. Simon Price, seorang penadah yang mendengar isu bahwa Barry melakukan korupsi sebagai anggota dewan kota, pun berminat maju. Demi alasan agar bisa berlaku korup seperti Barry, Simon nekat mencalonkan diri.

Cerita tak hanya berkisar tentang perebutan kursi kosong yang ditinggalkan Barry, melainkan juga tetek-bengek keluarga-keluarga Pagford. Rowling membuka selapis demi selapis masalah yang menjangkiti mereka. Cekcok suami-istri, kekerasan dalam rumah tangga, pemberontakan diam-diam anak kepada sang ayah yang dibenci, hingga hancurnya sebuah keluarga akibat konflik yang multifaktor.

Rowling memang cerdik untuk urusan seperti ini. Jika dalam Harry Potter daya imajinasinya menjadi jaminan hingga sukses difilmkan, maka The Casual Vacancy menawarkan kedewasaan sudut pandang. Rowling tidak menjejerkan siapa yang protagonis dan siapa yang antagonis dalam simfoni perebutan kekuasaan.

Manusia dalam paparan Rowling adalah makhluk dengan segala potensi untuk berlaku jahat dan baik sekaligus. Tidak ada pilihan salah satu untuk itu.

Fitri Kumalasari