Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Lukisan Kaligrafi Mustofa Bisri

Judul: Lukisan Kaligrafi (kumpulan cerpen)
Penulis: Mustofa Bisri
Penerbit: Kompas, 2008
Tebal: 144 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok kosong


Ketika membaca kelima belas cerpen dalam Lukisan Kaligrafi, kita seakan sedang menjadi santri “kalong” (orang yang ikut mengaji tapi tidak tinggal di pesantren) pengarangnya, A. Mustofa Bisri yang biasa dipanggil Gus Mus. Cerpen-cerpen beliau ini mengandung nasihat, baik secara tersurat maupun tersirat, yang dapat kita renungi dan ambil hikmahnya.

Selain nasihat, melalui Lukisan Kaligrafi kita juga dapat menangkap potret kehidupan masyarakat Jawa Timur, khususnya yang berkaitan dengan pesantren. Tokoh-tokoh dalam cerpen-cerpen A. Mustofa Bisri kebanyakan berasal dari keluarga kiai atau (pernah menjadi) santri. Gus Mus juga berusaha menyingkap dunia Islam di Jawa yang terpengaruh animisme dan dinamisme.

Karena  ke lima belas cerpen dalam buku ini ditulis oleh seorang kyai, maka semua ceritanya kental dengan nuansa kehidupan pesantren, masyarakat tradisional sekitarnya dan berbagai pernak-pernik kehidupan dakwah. Itu disampaikan sebagaimana adanya. Dan, itulah bagian yang paling menarik dalam cerpen-cerpennya.

Cerpen Gus Jakfar, Kang Kasanun dan Ndara Mat Amit adalah yang paling menarik. Bercerita tentang orang-orang yang punya “kelebihan”, seperti bisa melihat apa yang tak bisa dilihat orang lain, pandai bela diri, punya ilmu halimun. Siapa pun yang dekat dengan kehidupan pesantren tradisional pasti akrab dengan kisah-kisah seperti itu. Bedanya, sang penulis ingin menyampaikan bahwa ilmu-ilmu seperti tidaklah selalu bermanfaat bagi kebajikan. Ketiga cerpen tersebut bercerita bagaimana orang-orang dengan kelebihan tadi justru “melepaskan” ilmunya secara sengaja. Kalau tidak, ilmu-ilmu tersebut malah membawa pelakunya pada hal-hal buruk, seperti yang disampaikan dalam cerpen Ngelmu Sigar Raga.

Beberapa cerpen bercerita tentang pernak-pernik kehidupan dakwah. Seperti: Gus Muslih, Amplop-amplop Abu-abu, Iseng, Mubalig Kondang. Cerpen Mubalig Kondang cukup menarik karena menggambarkan bagaimana antusias masyarakat kita untuk menghadiri acara-acara pengajian, apalagi jika yang berbicara adalah mubalig kondang. Berbondong-bondong orang dari berbagai penjuru datang untuk mendengarkan tausyiah dan mencari berkah. Namun demikian sang penulis tidak lupa menuliskan keprihatinannya pada mubalig yang tampaknya mementingkan ketenarannya, seperti dalam cerpen Iseng. Atau malah menipu masyarakat, seperti dalam cerpen Mbah Sidiq. Sedang dalam cerpen Amplop-amplop Abu-abu sang penulis menyampaikan enam pesan pada mubalig agar kembali pada tujuan murni dakwah.

Ada beberapa cerpen yang tampak klise, seperti Amplop-amplop Abu-abu, Gus Muslih, Mbok Yem. Beberapa cerpen lain tampak ajaib, sepert Ning Ummi, Kang Amin. Keduanya bercerita tentang kehidupan pesantren yang menyangkut hubungan lelaki dan perempuan. Cerpen Lukisan Kaligrafi cukup menarik karena pesannya tentang betapa banyak seniman kaligrafi yang justru sama sekali tidak tahu tata tulis kaligrafi yang baik dan benar. Malah hanya mementingkan aspek komersialisme saja.

Nyaris semua cerpen menggunakan pola yang sama, yaitu ending yang mengejutkan. Ending seperti ini memang cukup berhasil untuk menghenyakkan pembaca, namun pembaca yang cerdik tentu tak membiarkan dirinya terus bertanya-tanya. Pada cerita-cerita klise dan musykil, kejadian ajaib dimungkinkan tanpa ada penjelasan. Namun pada cerita yang lebih serius, penulis perlu mengembangkan skenario, menggali sisi dalam para lakon dan kejadian-kejadian. Jika tidak, penulis hanya akan terjebak pada cerita-cerita mustahil. Karenanya, sangat ditunggu kesediaan sang kyai menulis cerita yang lebih panjang. Monggo gus.

Ya, kumpulan cerpen yang renyah nan sederhana.