Jual Buku Jejak Pangan: Sejarah, Silang Budaya dan Masa Depan
Judul: Jejak Pangan (Sejarah, Silang Budaya dan Masa Depan)
Penulis: Andreas Maryoto
Penerbit: Kompas, 2009
Tebal: 263 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Penulis: Andreas Maryoto
Penerbit: Kompas, 2009
Tebal: 263 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Terjual Malang
Perjalanan evolusi manusia dari Australopithecus sp menjadi manusia modern (Homo sapiens) meninggalkan jejak perubahan pada cara-cara mereka mencari dan mengolah pangan. Perubahan revolusioner adalah saat manusia menemukan api sehingga sumber pangan yang keras seperti biji-bijian bisa dikonsumsi.
Buku Jejak Pangan, Sejarah, Silang Budaya, dan Masa Depan melacak sedikit jejak ketika manusia berupaya mendapatkan pangan dan mengolah pangan demi mempertahankan hidup. Segala bangsa dan setiap pemimpinnya tidak pernah lelah memikirkan cara mendapatkan pangan.
Berbagai strategi, politik, dan teknologi pangan dicari dan dijalankan agar pangan tetap tersedia. Pergulatan itu akan terus terjadi di tengah ancaman ledakan jumlah manusia dan sedikitnya sumber pangan. Manusia diberkahi pikiran untuk terus berinovasi agar kehidupan itu berlangsung. Inovasi untuk mendapatkan pangan tidak akan berhenti ketika manusia masih berdiri di muka bumi.
Buku ini berisi kumpulan artikel ringan tentang pangan yang ditulis oleh Andreas Maryoto yang merupakan jurnalis berpengalaman di bidang pangan dan pertanian.
Sebagai sebuah kebutuhan dasar, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hal yang melekat dalam proses perjalanan kehidupan manusia. Sejarah bangsa-bangsa yang melakukan perjalanan keliling dunia untuk tujuan perdagangan maupun penaklukan/penjajahan terlihat dari penyebaran komoditi pangan ataupun jenis makanan yang disebarkan oleh para penjelajah tersebut di wilayah yang mereka lalui atau mereka duduki. Demikian juga migrasi antar suku di Indonesia terkadang bisa ditelusuri dari jenis makanan yang berkembang di suatu daerah, karena suku yang berpindah juga membawa budaya makanan/kulinernya ke daerah baru.
Sejak zaman kerajaaan dulu, sektor pertanian pangan mempunyai peran yang cukup vital. Kesejahteraan suatu kerajaan diukur dari berlimpahnya produksi pangan lokal. Sebaliknya, minimnya ketersediaan pangan juga akan menjadi potensi timbulnya ketidakstabilan politik. Nusantara pernah dikenal sebagai daerah yang mempunya pengaruh besar dalam dunia pangan sewaktu Nusantara (khususnya Maluku) merajai produksi rempah-rempah. Dari sisi kesejarahan, banyak bukti bahwa Indonesia merupakan negara agraris. Hal ini ditunjukkan selain produsen rempah di Maluku , kehidupan masyarakat beberapa kerajaan di Jawa maupun Sumatera juga sangat berorientasi pada pertanian padi. Pada jaman kemerdekaan, Jaman Suharto dengan segala kekurangan dan kelebihannya merupakan era dimana sektor pertanian relatif diberi perhatian memadai.
India juga merupakan suatu contoh negara yang mempunyai perhatian terhadap sektor pertanian. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar maka mereka perlu menjaga ketahanan pangan. India mempunyai 6 pilar pembangunan pertanian yakni: pengelolaan tanah, air, iklim, peralatan, petani dan benih.
Dalam buku ini juga dibahas beberapa kasus manajemen logistik pangan sejak jaman penjelajahan dunia oleh Cheng Ho, penjelajahan oleh Portugis, Strategi perang Mataram, politik pangan jaman Sukarno dan Suharto, manajemen logistik tentara amerika hingga manajemen logistik saat bencana alam dan event besar seperti Olimpiade.
Untuk mengatasi berbagai tantangan untuk sektor pertanian pangan, di buku ini juga dibahas beberapa topik bersifat solusi seperti:
- Kearifan masyarakat adat Badui dalam pengelolaan lumbung padi untuk menjaga ketahanan pangan mereka.
- Kearifan masyarakat Jawa dan beberapa suku lain dalam memanfaatkan pekarangan sebagai salah satu ruang penyangga untuk tanaman pangan.
- Kearifan masyarakat desa dalam memanfaatkan sumber pangan lokal termasuk serangga sebagai menu harian mereka sehingga mereka tidak tergantung pada sumber pangan dari luar.
- Perlunya keberanian politik untuk melawan proses pasar bebas yang tidak adil dengan meniru keberanian Korsel menolak impor daging sapi dari amerika.
- Perlunya pengembangan etika dan pengawasan yang intensif di sektor produksi pangan dan makanan untuk melindungi publik dari bahan makanan yang berbahaya atau berkualitas rendah.
- Perlunya pengembangan teknologi tanaman pangan untuk mendukung peningkatan produktivitas tanaman.
- Perlunya pengembangan teknologi alternatif di bidang energi agar sumber pangan yang ada tidak dikonversi untuk kepentingan energi.
Secara umum buku ini enak dibaca dan relatif ringan karena tidak terlalu banyak berteori dan lebih bersifat bertutur. Meski demikian buku ini sangat bermanfaat untuk membuka mata kita bahwa kita kaya dengan sumber pangan beserta kearifan lokaldi dalamnya. Harusnya kalau kita konsisten dengan kesejarahan kita sebagai negara agraris dan maritim, dua sektor ini perlu didukung dan dikembangkan secara serius di masa depan karena itulah comparative dan competitive advantage kita.
Buku ini merupakan tulisan Andreas Maryoto yang pernah dimuat di surat kabar harian Kompas, tentang makanan dengan segala seluk beluknya. Makanan bisa menjadi peunjuk tentang kehadiran umat manusia dengan kebudayaannya. Perjalanan panjang umat manusia bisa ditelusuri melalui kehadiran berbagai jenis makanan. Hal ini terjadi juga di wilayah Nusantara. Berbagai peradaban yang masuk dipastikan membawa berbagai jenis makanan. Misalnya penduduk India yang bermigrasi ke Nusantara memperkenalkan sistem padi sawah dengan ciri penggunaan irigasi yang lebih maju dan penggunaan bajak sawah. Pengaruh kebudayaan Cina terlihat seperti jenis mi, ca atau makanan berkuah. Bangsa Barat membawa komoditas seperti kentang, kol dan wortel. Keberadaan mereka juga membawa pengaruh pada cara pemasakan yang masih bisa dikenal sampai saat ini. Hal ini membuktikan pertemuan peradaban kuliner terjadi secara mulus. Setelah bangsa Barat mengenal rempah-rempah dari daerah Nusantara, tidak mustahil pula apabila di sana muncul berbagai jenis makanan baru yang sebelumnya tidak dikenal.
Meja makan di Jawa adalah saksi persilangan budaya. Makanan yang ada di meja merupakan hasil persilangan budaya yang berlangsung mulus. Ratusan tahun persinggungan berbagai budaya dunia telah menghasilkan makanan-makanan khas di pulau Jawa yang tanpa disadari telah menjadi simbol kerukunan dalam kemajemukan. Di masyarakat Jawa ada istiah “USDEK”, yaitu urutan perjamuan berupa unjukan (minuman), snack (makanan ringan), dhahar (makanan pokok), es krim (penutup), kondur (pulang). Urutan-urutan tersebut adalah pengaruh dari Eropa yang dikenal dengan nama table manner. Orang Jawa tidak memiliki tradisi makan dengan urutan-urutan tertentu. Es krim dan makanan ringan pun termasuk pengaruh Barat.
Masalah kuliner telah disebut pada masa lampau. Serat Centhini adalah kitab yang disusun untuk menghimpun pengetahuan Jawa, di antaranya masalah kuliner. Sejumlah makanan yang masih dikenal hingga saat ini misal tumpeng, sayur bening, rujak dan lain-lain. Makanan yang kurang dikenal tetapi masih ada yang mengenal misal magana, gandhos, bongko, dll. Tata urutan hidangan tidak ada yang baku. Jenis padi yang ditanam yang sekarang masih dikenal seperti menthikwangi, yang tidak dikenal lagi tambakmenur, jakabonglot, randhamenter. Padi ditanam dengan sistem padi gaga. Selain padi ada pula jenis tanaman lain seperti buah-buahan, umbi-umbian, biji-bijan, sayuran, daging dan ikan. Masing-masing jenisnya sangat banyak. Dalam serat ini disebut pula cara memasak dan alat masaknya. Ada beberapa makanan yang kemungkinan mendapat pengaruh asing seperti bakmi ayam, soto, wedang ronde dan wedang serbat, carabikang, mendut dan lain-lain.
Sudah sejak lama beras (pangan) digunakan sebagai komuditas politik. Para penguasa menyadari beras (pangan) merupakan simbol stabilitas ekonomi dan politik. Jika terjadi masalah dengan produksi beras, pasti ada masalah pula dengan kekuasaan. Kerajaan Mataram dapat mencapai kejayaan karena beras sebagai makanan pokok tersedia melimpah dengan harga yang terjangkau masyarakat. Dalam konteks ini, hanya penguasa yang secara disiplin bisa menjamin beras dan menjaga stabilitas harga yang bisa aman berkuasa. Bisa dikatakan pemerintahan yang kuat terlihat dari kedisiplinannya dalam mengelola komuditas pangan.
Ekspedisi Ferdinand Magellan dari Spanyol dan Laksamana Cheng Ho dari China mempunyai cerita yang berbeda, diantaranya karena masalah pangan. Ekspedisi Cheng Ho lebih “berhasil” karena mempunyai persediaan pangan yang lebih memadai, lebih bervariasi, dan memenuhi kebutuhan awak kapal. Mereka sudah mempunyai teknologi yang bagus untuk pengawetan makanan. Portugis sebagai bangsa Eropa yang pertama kali menemukan daerah (kepulauan) rempah-rempah mempunyai strategi tersendiri. Karena belum mendapat cara untuk mengawetkan makanan, mereka membuat strategi pasokan pangan agar bisa bertahan hidup di berbagai tempat. Mereka membuat komunitas pemukiman Portugis di berbagai tempat yang strategis, agar kapal yang singgah bisa mendapatkan pasokan pangan. Cara ini meninggalkan jejak pangan yaitu bangsa Portugis yang terpengaruh lokal, atau sebaliknya masyarakat lokal mendapt pengaruh dari Portugis.
Disadari maupun tidak disadari ternyata lahan untuk pangan (sawah, ladang, pekarangan) makin menyempit karena untuk pembangunan rumah tinggal atau gedung perkantoran. Gambaran pekarangan saat ini lebih sederhana dibandingkan masa lalu, yang penuh dengan tanaman seperti obat-obatan (apotik hidup), tanaman keras, tanaman penghasil pangan mau pun hewan ternak. Pekarangan pada masa lalu bisa diandalkan untuk ketahanan pangan.
Pertanian adalah tumpuan masa depan. Tetapi saat ini produksi padi dibayang-bayangi berbagai masalah, seperti lahan yang semakin menyempit, pasokan air yang minim, tenaga kerja yang semakin berkurang dan tuntunan penurunan penggunaan bahan-bahan kimia demi kesehatan. Revolusi Hijau Kedua (istilah jika disepakati) harus mampu memecahkan berbagai masalah yang ada, bukan hanya masalah kalangan peneliti benih, tetapi juga peneliti masalah sosial ekonomi, irigasi dan peneliti masalah lain yang terkait. Revolusi Hijau Kedua harus mampu belajar dari Revolusi Hijau Pertama yang banyak meninggalkan hal-hal yang positif mau pun negatif.
Di tengah ancaman krisis pangan, sumber pangan alternatif harus dicari. Selain beras, karbohidrat dapat ditemukan dalam umbi-umbian, sumber protein dapat dicari pada serangga yang selama ini hampir dilupakan atau tidak dilirik karena dianggap makanan primitif dan identik dengan kemiskinan. Penggunaan sumber pangan lokal pun sebenarnya sangat bermanfaat karena bisa menghemat pemborosan energi.
Buku ini juga mengulas beberapa kuliner khas misal bika ambon, pecel, tradisi makan sirih; makanan yang tepat dan efisien menurut kondisi yang sedang terjadi (bencana, perang,olah raga).