Jual Buku NU dan Keindonesiaan Mohamad Sobary
Judul: NU dan Keindonesiaan
Penulis: Mohamad Sobary
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2010
Tebal: 276 halaman
Buku baru (segelan)
Penulis: Mohamad Sobary
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2010
Tebal: 276 halaman
Buku baru (segelan)
Terjual Indramayu
Sejak didirikan oleh hadratussyeikh kh hasyim asy’ari serta sebagian kiai kharismatik di surabaya pada th. 1926, nu memperoleh banyak simpati dari beragam kelompok umur dikarenakan kemampuannya menjaga serta menyeimbangkan pada kemampuan tradisionalisme serta budaya moderen (almukhafadhatu alal qadimis sholeh wal akhdu bil jadidil ashlah). disisi lain, tradisionalisme nu dapat mengarahkan umatnya untuk berlaku toleran, menghormati agama lain, dan menghindar dari sikap fundamentalisme serta radikalisasi.
nu menampilkan islam yang akomodatif (moderat), bermakna kesediaan terima sikap serta pemikiran pihak lain dengan terbuka menciptakan jalur sedang. bukan sekedar didalam perihal pemikiran keagamaan, namun kecenderungan akomodatif ini juga tercermin didalam sikap serta tingkah laku kebudayaan warga nu untuk jadi penggerak kehidupan umat didalam sehari-hari sehinggga jadi pelindung untuk kaum minoritas.
hingga histori sudah mencatat, bahwa nu adalah warisan beberapa pejuang kemerdekaan serta di antara ‘pemegam saham’ untuk lahirnya republik ini. sebagai ormas islam terbesar, nu telah lahir jauh sebelum saat republik berdiri. nu terus setia melindungi pancasila didalam bingkai negara kesatuan republik indonesia (nkri) serta jadi kemampuan civil society (kemampuan sipil) yang meletakkan kemaslahatan serta kesejahteraan rekyat sebagai tujuannya. di samping itu, nu bisa jadi lokomotif untuk arah kebangsaan di hari esok, hingga dapat berikan perlindungan pada grup minoritas serta jadi pelopor pembentukan identitas keindonesiaan (nation-character building) (hlm. 132-135).
berbarengan dengan muhammadiyah, nu senantiasa berkelanjutan dengan sikapnya yang akomodatif hingga dilihat sebagai pilar utama islam moderat. keduanya menghormati pluralitas bangsa serta dialog antar agama yang disebut cerminan harmonisasi pada kebiasaan kultural serta ajaran agama. juga nu menghimpitkan kecocokan hidup di dalam lingkungan penduduk yang demikian majemuk.
begitupun waktu di bawah kepemimpinan gus dur (1984-1999), nu sudah diperkenalkan ke dunia nasional apalagi internasional. nu yang pada mulanya dikenal kaum sarungan dengan kebiasaan tradisional dapat mengangkat nilai-nilai ke-nu-an yang moderat serta anti kekerasan. saat itu, gus dur tiba-tiba menjelma sebagai tokoh yang disegani serta kharismatik dimata lawan ataupun kawan terutama rezim orde baru, belakangan gus dur jadikan jimat nu. dengan kata lain, nu tidak dapat dipisahkan dengan nama gus dur.
oleh karena itu, gus dur mulai memperkenalkan muka islam indonesia yang moderat serta damai semakin relevan saat dunia dihadapkan pada pelbagai wujud ekstremisme serta fundamentalisme yang ujungnya yaitu terorisme. memperkuat moderasi kutural seraya melebarkan perhatian pada moderasi struktural adalah tantangan nu di hari esok. nu mesti terus bergerak serta dapat berdiri di dua kesadaran sekalian, yaitu kebiasaan serta kemodernan. nu periode saat ini serta hari esok diinginkan terus jadi generasi yang dapat mempertautkan kearifan kebiasaan serta manfaat modernitas. oleh sebab itu, dibutuhkan peran nu untuk lebih berani dengan terbuka lakukan penyebaran moral (norma) dengan instrumen yang lebih kongkret terlebih untuk beberapa elite negeri ini.
dengan kembali ke khittah 1926 serta penerimaan pancasila sebagai kerangka basic bernegara meletakkan nu pada posisi safe pada penguasa. nu jadi perioder nasional hingga dapat memainkan peranannya untuk jadi kemampuan budaya serta dapat memperkuat penduduk sipil (civil society). di dalam tubuh kebiasaan ke-nu-an, gus dur lihat potensi pesantren yang progresif istilahkannya sebagai agen pergantian. keunikan pesantren ini adalah modal sosial yang amat bernilai.
dikarenakan itu, nu mesti memperkuat peran kiai yang berperan sebagai ulama (cleric) sekalian cultural broker (makelar kebudayaan)- bukan hanya political broker maupun jadi political operative pemodal yang memerlukan mereka. dikarenakan dianggap atau tidak, nu sepanjang ini terkesan terlampau elitis-politis, kurang populis.
menurut refleksi mitsuo nakamura, pemerhati nu serta profesor emeritus chiba university, jepang yang perlu dikembangkan oleh pucuk pimpinan nu yaitu menjadikannya sebagai gerakan agama, pendidikan, serta sosial, yakni gerakan moral force ; penegakan sejati pancasila sebagai basic negara ; pembelaan hak minoritas golongan dan penegakan keharmonisan serta integrasi antar golongan, etnis, serta agama. ini seluruh yaitu konsekuensi dari kembali le khittah 1926. hingga ulama nu bisa melanjutkan serta mengembangkan warisan gus dur ke step yang lebih kuat serta lebih tinggi pada hari depan. (hlm. 226-228)
peran kunci yang juga diinginkan dari nu yaitu didalam bidang ekonomi. sepanjang ini peran tersebut tetap belum menonjol. kaum nahdliyin serta pesantren sepanjang ini banyak bergelut dengan usaha kecil-menengah serta sektor pertanian, semestinya nu mempunyai potensi yang besar sebagai di antara kemampuan ekonomi umat. beberapa pimpinan nu diinginkan dapat mengembangkan motivasi kewirausahaan di pesantren. motivasi itu dapat digali dari di antara histori pergerakan ini, dimana dulu nampak gerakan kaum saudagar (nahdlatut tujjar) yang bertindak mutlak memperjuangkan ekonomi umat.
memanglah sepanjang ini, nu kurang berikan perhatian pada masalah liberalisasi ekonomi, kapitalisme, neokolonialisme, sebagaikan penduduk pedesaan yang disebut basis nu makin dimarginalkan. perihal tersebut tentunya mendorong nu semakin bertindak saat mewujudkan ekonomi rakyat berbasis sumber daya lokal. dalam rencana menggerakkan ekonomi tersebut sekurang-kurangnya ada dua level ekonomi yang oleh nu mesti di perhatikan, yaitu level makro serta mikro dengan lakukan kontrol, advokasi serta pemberdayaan.
buku yang ditulis oleh kang sobary seorang budayawan ini amat menarik untuk dikaji kembali serta jadikan referensi untuk peneliti nu perihal perannya. buku ini juga diisi komentar-komentar dari tokoh republik ini pada kiprah nu serta harapan mereka pada perannya untuk indonesia terlebih di bidang keagamaan, kebudayaan, politik serta ekonomi kerakyatan.