Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Penakluk Badai: Novel Biografi KH Hasyim Asy'ari

Penakluk Badai: Novel Biografi KH. Hasyim Asy'ari
Penulis: Aguk Irawan MN
Penerbit: Global Media Utama, 2012
Tebal: 562 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 80.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312



Ia hidup pada masa Indonesia berada di peralihan zaman. Lahir pada 14 Februari 1871, bertepatan dengan 24 Zulqaidah 1287 Hijriah, ketika Belanda masih bercokol di bumi Nusantara. Menjadi seorang tokoh rujukan pada masa menjelang dan setelah Indonesia merdeka dan wafat pada 26 Juli 1947, ketika republik ini baru seumur jagung.

Ada yang percaya, ketokohannya terlihat sejak dalam kandungan. Tidak seperti bayi umumnya, tokoh ini baru lahir setelah 14 bulan berada di rahim ibunya. Keganjilan itulah yang dianggap sebagai tanda keistimewaan tokoh bernama Hasyim Asy'ari ini.

Itulah sepenggal cerita tentang sosok yang dikisahkan dalam novel-biografi ini. Tapi, berbeda dari cerita biografi, kisah Hasyim Asy'ari ini dimulai dari pengelanaan sang kakek, Kiai Usman, dalam mencari ilmu. Hal ini dapat dipahami guna menjelaskan leluhur Hasyim yang istimewa. Walaupun demikian, Aguk berhasil menuturkannya tanpa menimbulkan ekses disorientasi alur di benak pembaca.

Dikisahkan, safari keilmuan Hasyim dimulai dari pesantren ayah dan kakeknya, berlanjut dari satu pesantren ke pesantren lain di Jawa dan Madura hingga ke Tanah Suci Mekkah. Saat menimba ilmu di pesantren asuhan Kiai Sholeh Darat di Semarang, ia bertemu dengan Muhammad Darwisy --nama kecil KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Dua santri kesayangan Kiai Sholeh ini pun berkawan akrab.

Dalam pandangan Kiai Sholeh, dua santrinya itu memiliki banyak kesamaan, walaupun ada beberapa perbedaan sifat. Mereka sama-sama cerdas dan tekun. Kiai Sholeh menilai Hasyim sebagai santri yang cekatan dan lebih banyak punya suara, sedangkan Darwis berpembawaan lebih tenang.

Singkat cerita, pada 1924, gerakan Pan-Islamisme semakin berkembang, disusul dengan runtuhnya kekuasaan Turki Utsmani di Arab Saudi. Penggantinya adalah Ibnu Sa'ud, pemimpin suku penganut ajaran konservatif ulama bernama Abdul Wahab. Keadaan ini memberi angin segar bagi pendukung gerakan pembaruan Islam di Indonesia.

Di kalangan salaf, beberapa kiai mendesak Hasyim agar mendirikan perkumpulan untuk mengukuhkan persaudaraan antar-pesantren tradisional. Tapi ketika itu Hasyim bimbang. "Aku khawatir, kalau-kalau ini nantinya menjadi benih-benih perpecahan di kalangan umat Islam," katanya.

Lewat perenungan panjang, pada 31 Januari 1926, bertepatan dengan 16 Rajab 1344 Hijriah, ia pun mendirikan organisasi bernama Nahdhatul Ulama (NU). Ia sendiri yang menjadi Rais Akbar alias pemimpin tertinggi organisasi itu. Berdirinya NU berpijak pada lima prinsip dasar: moderat, toleran, reformatif, dinamis, dan setia dengan pemikiran yang metodologis serta tetap berpijak pada manhaj yang telah disepakati di internal NU.

Secara sosio-historis, pada awal abad ke-20 setidaknya muncul tiga corak keberagamaan. Pertama, kelompok yang menganut paham salafi. Mereka melestarikan tradisi yang sedang berkembang, seperti tahlilan, manaqiban, salawatan, dan berbagai tradisi yang dijalankan kaum sufi.

Kedua, kelompok yang lebih memilih sikap reformis-kritis dalam memahami pokok ajaran Islam. Kelompok ini bermula dari Mesir yang diproklamasikan pemikir besar seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Sedangkan di Arab Saudi, corak seperti ini diproklamasikan Ibnu Taimiyyah, Ibnu al-Qayyim, dan Muhammad bin Abdul Wahab. Yang terakhir adalah aliran Rafidhah, Ibahiyyun, serta beberapa kelompok aliran kanan dan keras.

Hasyim memandang, perpecahan berdampak buruk bagi perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia yang sedang bergaung. Pandangan ini tercermin lewat pidatonya dalam Muktamar ke-11 NU pada 1936 di Banjarmasin. Di forum itu, ia menegaskan agar para ulama meninggalkan perbedaan paham untuk membela agama Islam.

Yang menarik, novel based on true story kehidupan KH Hasyim Asy'ari ini rupanya sudah dua kali naik cetak hanya dalam kurun waktu dua bulan. Buku ini menjawab banyak pertanyaan tentang KH Hasyim Asy'ari sebagai pribadi, pencari ilmu, guru, pembimbing, dan pejuang bangsa.

Muhammad Gufron Hidayat