Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Menemukan Kembali Liberalisme

Judul: Menemukan Kembali Liberalisme
Penulis: Ludwig von Mises
Penerbit: Freedom Institute, 2012
Tebal: 345 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 100.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Sejak awal kelahirannya di zaman pencerahan, liberalisme diyakini sebagai doktrin "kebebasan merata" dan "kesempatan yang setara" untuk setiap individu, tanpa pengaturan, kontrol, dan regulasi dari negara. Liberalisme juga berurusan dengan aktivitas yang menyangkut soal kesejahteraan material manusia.

Sayangnya, doktrin liberalisme yang berkembang di Barat sekarang, khususnya di Amerika Serikat, malah menjadikan kebebasan bergerak liar dan justru menusuk doktrin liberalisme itu sendiri. Apa yang dilakukan Barat dan Amerika tak kalah berbahayanya dengan ideologi komunisme.

Di tengah makin liarnya liberalisme inilah, Ludwig von Mises hadir dengan bukunya yang kritis ini. Di era globalisasi sekarang ini, menurut dia, liberalisme sudah melenceng jauh dari rohnya. Liberalisme yang berkembang kini justru menjadi doktrin neokolonialis yang digunakan negara-negara maju untuk menjadikan regulasi ekonomi dan politiknya sebagai kebebasan yang monilitik. Terbukti, liberalisme yang dikembangkan pada saat ini justru mengebiri dan mengerdilkan individu-individu di bangsa-bangsa lain. Negara-negara Barat mengkhotbahkan liberalisme, tetapi mereka justru menelikung liberalisme itu untuk kepentingan politik yang absurd.

Senada dengan Mises, Kishore Mahbubani dari Singapura National University dalam bukunya, The New Asian Hemisphere (2008), juga mengkritik keras beragam kebijakan dan regulasi politik Barat yang tak mampu memakmurkan dunia. Kritik Mahbubani terletak pada gagalnya kebijakan Barat terhadap negara-negara Asia. Ia melihat justru bangsa Asia yang memiliki perspektif yang komprehensif dalam memaknai liberalisme dan liberalisasi. Kalau Barat masih hegemonik dengan gaya yang mengarah pada neokolonialisme, sangat mungkin justru Asia yang akan menggantikan Barat dalam memakmurkan dunia.

Untuk menghadapi gaya Barat itu, Mises meyakini bahwa liberalisme klasik masih sangat relevan untuk diaktualisasikan di zaman global ini. Sebab liberalisme klasik terbukti mampu mengembangkan ide pencerahan dalam memajukan dan memakmurkan dunia. Walaupun demikian, ia juga memandang gagasan-gagasan dalam liberalisme klasik harus didefinisikan ulang sehingga bermakna di era globalisasi. Makna yang dimaksud Mises adalah terwujudnya kebebasan individu secara merata dan kesempatan yang sama untuk meraih yang diinginkan.

Mises sangat sependapat dengan Adam Smith. Dalam bukunya, The Theory of Moral Sentiment (1756), Smith menyatakan bahwa interaksi sosial dapat mengatasi keterbatasan kepentingan individu yang serakah dan menciptakan stabilitas sosial. Dalam buku keduanya berjudul The Wealth of Nations (1776), Smith berkesimpulan bahwa masyarakat yang berorientasi pasar tidak hanya tahan terhadap pengaruh keserakahan, melainkan juga dapat mengendalikan sifat buruk menjadi hubungan sosial yang bermanfaat. Sifat buruk dan keserakahan pada kaum kapitalis kini harus dilawan dan diluruskan karena tidak sesuai dengan marwah liberalisme itu sendiri.

Makanya, dalam konteks keadilan sosial, Mises sependapat dengan Robert Nozick yang berpendapat bahwa keadilan distribusi keuntungan akan diperoleh jika mengikuti tiga hal. Ketiga hal itu adalah kepemilikan diperoleh tanpa mencuri, kepindahan kepemilikan harus terjadi melalui pertukaran bebas, dan jika kepemilikan tidak mengikuti kedua syarat sebelumnya, harus diralat melalui redistribusi. Slogannya tentang keadilan adalah "dari masing-masing yang mereka pilih, bagi mereka yang terpilih".

Dari beragam gagasan ini, Mises melihat liberalisme klasik masih sangat relevan untuk menjaga kebebasan publik di tengah era global. Secara kritis, Mises memberikan konsep dasar redefinisi bahwa sifat dasar manusia adalah memiliki kepentingan diri dan bertindak sendiri untuk memuaskan apa yang diinginkannya. Sementara itu, masyarakat punya kepentingan berbeda-beda karena terdiri dari banyak individu, tapi tetap memperbolehkan masing-masing mengejar keinginannya. Posisi pemerintah adalah melindungi hak-hak individu melalui konstitusi (undang-undang).

Redefinisi liberalisme di era global sebagaimana yang dilakukan Mises harus terus dilakukan para ilmuwan di berbagai negara. Dengan demikian, liberalisme tidak disalahtafsirkan oleh mereka yang ingin melanggengkan hegemoni di era globalisasi.

Muhammadun
Peneliti pada Lajnah Ta'lif wan Nasr PWNU Yogyakarta