Jual Buku Mengaji Pluralisme Kepada Mahaguru Pencerahan
Judul: Mengaji Pluralisme Kepada Mahaguru Pencerahan
Penulis: KH. Husein Muhammad
Penerbit: Mizan, 2011
Tebal: 230 halaman
Kondisi: Stok lama (cukup)
Harga: Rp. 70.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
Tahun 2011 menjadi tahun kelabu. Moderate Muslim Society menilai, tahun ini adalah tahun kabut kebebasan beragama di Indonesia. Pelbagai tragedi kelam semakin menyulut sumbu akan kesuburan universalitas agama. Budaya agama yang sering kita dengar sebagai budaya adiluhung (high culture) kini terjun payung menuju budaya negatif (mass culture).
Kekelaman itu bisa kita lihat dari fakta intoleransi yang kian merebak. Radikalisme agama, diskriminasi sosial, perseteruan, hingga kemudian banyak orang bertanya-tanya: jika agama tak ramah, meligitimasi intoleransi dan penindasan atas manusia, apakah ia masih dibutuhkan?
Buku ini hendak menjawab pertanyaan getir itu. Dengan analisis yang dalam, buku ini bertumpu pada pemahaman pluralisme dan toleransi yang hendak menghunjam pemahaman pendekatan formalistik yang rigid dan pengetahuan yang tunggal-final. Husein Muhammad membentangkan sejarah bagaimana para sarjana muslim terkemuka memahami dan mendekati agama dari sudut yang berbeda.
Para mahaguru yang dijadikan sebagai pijakan kajian adalah master-master terkemuka. Antara lain ahli dalam bidang kalam Imam Abu Hamid al-Ghazali, ahli tafsir Imam Fakhr al-Din al-Razi, ahli fikih dan hukum Ibn Rusyd al-Hafid, ahli tasawuf Syeikh Muhyiddin Ibn Arabi, serta tokoh sufi Husein Manshur al-Hallaj.
Menurut dia, pemaknaan literal terhadap teks hanya benar bagi dirinya sendiri, tapi keliru ketika mengharuskan orang mengikutinya. Karena itu, Al-Ghazali dalam kitabnya, Faishal Al-Tafriqoh baina al-Islam wa al-Zandaqoh, menyeru agar umat tidak gampang terkecoh oleh teks-teks keagamaan yang kaku, stagnan, dan mudah memprovokasi orang lain.
Sementara itu, Fakhr al-Din al-Razi, lewat kitab Mafatih al-Ghayb, mendekati paham keagamaan dengan menyimpulkan bahwa dalil agama bergantung pada argumen yang tidak bertentangan dengan akal. Begitu juga Ibnu Rusyd, dalam kitab Fashl al-Maqal dan Bidayatul Mujtahid, mengemukakan bahwa akal harus didahulukan dari teks ketika keduanya bertentangan lewat metode takwil (interpretasi).
Tentang pendekatan tasawuf, Ibnu Arabi mengemukakan dalam kitab Tarjuman al-Asywaq bahwa rasionalisme tidak cukup menjadi landasan untuk menanamkan toleransi, tapi memerlukan aspek sprtitualitas, intuisi, dan imajinasi. Tak beda dengan Al-Hallaj, yang menggunakan konsep ittihad dan wahdatul wujud dalam kitab Al-Thawasin, memandang pluralisme dalam agama adalah keniscayaan yang akan melahirkan kepercayaan bahwa semua agama adalah sama.
Dalam setiap lembar halaman buku ini, kita akan menemukan pencerahan yang penuh hikmah. Gagasan-gagasan produktif dari para mahaguru mampu memberikan pencerahan kepada masing-masing umatnya dengan pemahaman substantif tentang agama. Lewat buku ini, kita mengaji agama dan keberagamaan melalui mekanisme penggabungan aktivitas nalar rasional, filosofis, dan permenungan kontemplatif.
Tidak ada cara lain untuk memberantas radikalisme agama di Indonesia selain dengan menegakkan pluralisme dan mengagungkan toleransi. Dua paham itu menekankan adanya kebebasan berkeyakinan, pengakuan atas keragaman tafsir, dan pengakuan terhadap fitrah manusia memilih agama yang dianutnya. Sedangkan toleransi bukanlah sekadar perkara rentang, melainkan juga batas normatif sebuah masyarakat sebagai entitas sosiopolitik. Inilah kiranya pangkal pengulangan insiden intoleransi agama berdarah di negeri ini yang dikupas Husein.
Husein tampak menyadari bahwa Indonesia pada saat ini begitu merindukan pluralisme dan toleransi guna menyumbat radikalisme. Dengan menelusuri kitab-kitab klasik karya para mahaguru pencerahan, ia menemukan bahwa pluralisme menjadi kunci untuk mewujudkan toleransi. Buku ini hendak mengembalikan substansi agama yang sejuk, universal, plural, inklusif, progresif yang jauh dari paras kasar dan menakutkan.
Wildani Hefni
Pengelola Rumah Baca PesMa Darun Najah IAIN Walisongo, Semarang
Penerbit: Mizan, 2011
Tebal: 230 halaman
Kondisi: Stok lama (cukup)
Harga: Rp. 70.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
Tahun 2011 menjadi tahun kelabu. Moderate Muslim Society menilai, tahun ini adalah tahun kabut kebebasan beragama di Indonesia. Pelbagai tragedi kelam semakin menyulut sumbu akan kesuburan universalitas agama. Budaya agama yang sering kita dengar sebagai budaya adiluhung (high culture) kini terjun payung menuju budaya negatif (mass culture).
Kekelaman itu bisa kita lihat dari fakta intoleransi yang kian merebak. Radikalisme agama, diskriminasi sosial, perseteruan, hingga kemudian banyak orang bertanya-tanya: jika agama tak ramah, meligitimasi intoleransi dan penindasan atas manusia, apakah ia masih dibutuhkan?
Buku ini hendak menjawab pertanyaan getir itu. Dengan analisis yang dalam, buku ini bertumpu pada pemahaman pluralisme dan toleransi yang hendak menghunjam pemahaman pendekatan formalistik yang rigid dan pengetahuan yang tunggal-final. Husein Muhammad membentangkan sejarah bagaimana para sarjana muslim terkemuka memahami dan mendekati agama dari sudut yang berbeda.
Para mahaguru yang dijadikan sebagai pijakan kajian adalah master-master terkemuka. Antara lain ahli dalam bidang kalam Imam Abu Hamid al-Ghazali, ahli tafsir Imam Fakhr al-Din al-Razi, ahli fikih dan hukum Ibn Rusyd al-Hafid, ahli tasawuf Syeikh Muhyiddin Ibn Arabi, serta tokoh sufi Husein Manshur al-Hallaj.
Sejarah panjang kaum muslim, sejak abad keempat Hijriah, memperlihatkan sebuah cara pemaknaan teks yang sangat literal, harfiah, dan eksoteris sehingga rawan mendatangkan sisi kontroversial. Imam Al-Ghazali menyebut kaum literalis sebagai orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan terbatas.
Menurut dia, pemaknaan literal terhadap teks hanya benar bagi dirinya sendiri, tapi keliru ketika mengharuskan orang mengikutinya. Karena itu, Al-Ghazali dalam kitabnya, Faishal Al-Tafriqoh baina al-Islam wa al-Zandaqoh, menyeru agar umat tidak gampang terkecoh oleh teks-teks keagamaan yang kaku, stagnan, dan mudah memprovokasi orang lain.
Sementara itu, Fakhr al-Din al-Razi, lewat kitab Mafatih al-Ghayb, mendekati paham keagamaan dengan menyimpulkan bahwa dalil agama bergantung pada argumen yang tidak bertentangan dengan akal. Begitu juga Ibnu Rusyd, dalam kitab Fashl al-Maqal dan Bidayatul Mujtahid, mengemukakan bahwa akal harus didahulukan dari teks ketika keduanya bertentangan lewat metode takwil (interpretasi).
Tentang pendekatan tasawuf, Ibnu Arabi mengemukakan dalam kitab Tarjuman al-Asywaq bahwa rasionalisme tidak cukup menjadi landasan untuk menanamkan toleransi, tapi memerlukan aspek sprtitualitas, intuisi, dan imajinasi. Tak beda dengan Al-Hallaj, yang menggunakan konsep ittihad dan wahdatul wujud dalam kitab Al-Thawasin, memandang pluralisme dalam agama adalah keniscayaan yang akan melahirkan kepercayaan bahwa semua agama adalah sama.
Dalam setiap lembar halaman buku ini, kita akan menemukan pencerahan yang penuh hikmah. Gagasan-gagasan produktif dari para mahaguru mampu memberikan pencerahan kepada masing-masing umatnya dengan pemahaman substantif tentang agama. Lewat buku ini, kita mengaji agama dan keberagamaan melalui mekanisme penggabungan aktivitas nalar rasional, filosofis, dan permenungan kontemplatif.
Tidak ada cara lain untuk memberantas radikalisme agama di Indonesia selain dengan menegakkan pluralisme dan mengagungkan toleransi. Dua paham itu menekankan adanya kebebasan berkeyakinan, pengakuan atas keragaman tafsir, dan pengakuan terhadap fitrah manusia memilih agama yang dianutnya. Sedangkan toleransi bukanlah sekadar perkara rentang, melainkan juga batas normatif sebuah masyarakat sebagai entitas sosiopolitik. Inilah kiranya pangkal pengulangan insiden intoleransi agama berdarah di negeri ini yang dikupas Husein.
Husein tampak menyadari bahwa Indonesia pada saat ini begitu merindukan pluralisme dan toleransi guna menyumbat radikalisme. Dengan menelusuri kitab-kitab klasik karya para mahaguru pencerahan, ia menemukan bahwa pluralisme menjadi kunci untuk mewujudkan toleransi. Buku ini hendak mengembalikan substansi agama yang sejuk, universal, plural, inklusif, progresif yang jauh dari paras kasar dan menakutkan.
Wildani Hefni
Pengelola Rumah Baca PesMa Darun Najah IAIN Walisongo, Semarang