Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Pergaulan Orang Buangan di Boven Digoel

Judul: Pergaulan Orang Buangan di Boven Digoel
Penulis: Mas Marco Kartodikromo
Penerbit: KPG, 2002
Tebal: 209 halaman
Kondisi: Bagus (Stok lama)
Harga: Rp. 100.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312
 

Buku ini ditulis oleh Mas Marco Kartodikromo, Mas Marco Kartodikromo adalah seorang Jurnalis (wartawan), sastrawan, dan salah satu perintis Kemerdekaan. Mas Marko Kartidikromo dikenal sebagai orang yang pemberani dibuktikan dengan tulisan-tulisannya yang dikenal pedas dan lugas serta tajam. Dan karena tajamnya tulisan-tulisan dari Mas Marco Kartodikromo tentang kritikan terhadap Pemerintah Hindia-Belanda mengantarkan nya kepada Penjara dan Bukan Hanya Sekali saja Mas Marco Kartodikromo sudah berkali-kali masuk kedalam penjara. Dan Karena Tulisannya yang Kritis juga Mengantarkannya ketempat pembuangan. Buku ini ditulis Mas Marco Kartodikromo untuk menceritakan tentang kehidupan sehari-hari orang-orang buangan di Boven Digoel. Buku Pergaulan Orang Buangan di Boven Digoel yang ditulis oleh Marco ini mencakup dari segala sudut pandang kehidupan sehari-hari di Boven baik sudut pandang ekonomi, politik, ideologi, dan psikologi.

Buku ini awalnya dari cerita dan dimuat secara berangsur-angsur, buku  PERGAULAN ORANG BUANGAN DI BOVEN DIGOEL dimuat pertama kalinya di koran Perwati Deli pada 10 Oktober 1931 sampai 9 Desember 1931 dengan 51 angsuran. Mas Marco Kartodikromo melalui buku ini mengajak pembaca untuk ikut merasakan kehidupan sehari-hari di Boven tempat pembuangan, serta pembaca merasa ikut  didalam setiap kejadian-kajadian diboven digoel.

Boven Digoel adalah suatu tempat pembuangan/pengasingan bagi orang-orang yang diberi hukuman karena dianggap membahayakan pemerintah saat itu yaitu Hindia Belanda. Secara geografis Boven Digoel berada di Kawasan Provinsi Papua, Boven Digoel ini berada ditengah-tengah hutan dan ber rawa-rawa dan sara prasarana pada diboven digoel saat itu yang  tidak layak.

Di Boven Digoel ini kebanyakan orang-orang buangan terkena penyakit TBC, Penyakit Kulit dan penyakit lainnya. Di Boven Digoel ini kondisi sangat memprihatinkan karena di tempat Buangan ini banyak dari kaum buangan meninggal baik karena terkena penyakit, disiksa, dibunuh maupun mati kelaparan, maupun mati dan tak terlihat jasadnya karena melarikan diri dari Boven karena tidak tahan dengan dengan kehidupan tidak layak di Boven Digoel.

Mas Marco Kartodikromo sampai di Boven Digoel pada tanggal 21 juni 1927. Saat marco tiba di Digoel, disana sudah ada 14 barak yang masing-masing panjangnya 30 meter dan lebar 4 meter, dengan beratapkan rumbia dan berdinding perlak. Dari 14 barak tersebut salah satunya dipakai dan dipergunakan sebagai Rumah Sakit.

Dikalah hari-hari marco dibuangan dia sudah melihat orang buangan dipekerjakan seperti kuli dengan pangawalan para militair dan orang buangan hanya mendapat 30 cent sehari, uang itu diberikan setiap minggunya dan jika orang buangan datang terlambat setelah dipanggil namanya untuk diberih upanya maka pihak penguasa tidak memberinya sama sekali dan yang lebih sakitnya tidak ada persatuan sesama orang buangan.

Kira-kira pada 21 Juni 1927 diboven digoel, orang-orang buangan membikin semacam dewan kota, bertugas untuk mengatur pergaulan di boven digoel yang pengurusnya Soeprodjo dan Voorzitter sebagai sekretaris. Tapi karena propaganda pihak pemerintah saait itu melalui Sanoesi dan kelompoknya yang dianggap sebagai piont pemerintah hindia belanda yang ingin selalu membuat gaduh antar orang buangan di boven digoel Dewan Kota tersebutpun tidak berjalan dengan lancar.

Kedatangan Mas Marco Kartodikromo di boven sangat berarti bagi orang-orang buangan di boven digoel tetapi kedatangan Mas Marco juga membuat Pemerintah sangat kepanasan dan gusar dikarenakan Mas Marco Kartodikromo beserta kawan-kawan bisa merubah paradigma kaum-kaum buangan, yang dimana orang-orang buangan harus bersatu dan melakukan perlawan untuk sebuah kemerdekaan dan kebebasan dari penindasan yang dilakukan kaum Militer Hindia Belanda pada saat itu, hal itu dibuktikan dengan adanya aksi demonstrasi pada tanggal 1 maret 1928. Mereka berjalan dari kampung A-E dengan membawah tulisan “anti herendienst” (anti kerja rodi) gara-gara kerja paksa yang dilakukan oleh pihak militer. Dan hasilnya setelah aksi demonstrasi tersebut hasil 30 cent sehari selama tiga bulan tidak dibayarkan pada hari itu mulai dibayarkan lagi kepada segenap geinterneerden.

Setelah aksi demonstarsi tersebut C.R.D semakin berat karena pemerintah dan cukongnya tidak mungkin memberikan Mas Marco dan kawan-kawan bergerak lebih jauh lagi. Tapi bukan Mas Marco namanya jika takut dan menyerah begitu saja. Seperti kata-kata Mas Marco Kartodikromo di halaman terdepan Buku Pergaulan Orang Buangan di Boven Digoel : “TAMPA keberanian kita tidak akan sampai kemana-mana walau punya pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan”

Pada tanggal 20 juli 1928 malam Koesnin, geinterneerde dari Salatiga, berlari-lari serta berteriak terus menerus ke tangsi dikarenakan dia dalam keadaan sakit. Tepat pukul 12 malam dia ditahan oleh soldadu jaga. Oknum perawat yang merawat Koesnin meminta kepada soldadu untuk melepaskan Koesnin kepadanya karena memang dia benar-benar dalam keadaan sakit. Tapi bukan mala diberikan kepada perawat tersebut tapi soldadu yang sepertinya tidak memiliki rasa kasiahan sedikitpun dan perawat tersebut kemudian diusir. Dan menurut orang-orang yang berada disekitar tersebut sampai jam 4 pagi koesnin masih berteriak minta tolong. Dan pada esok paginya sekitar jam 8 pagi salah satu penghuni didaerah tersebut memberitahukan kepada penghuni-penghuni lainnya bahwa koesnin tidak ada dalam ruangan. Setelah dicari oleh penghuni digul terdapatlah bekas orang terperosos, ketika orang-orang melihat ternyata itu koesnin yang tidak bernyawa lagi dan ditemukan bekas-bekas luka seperti korban yang dianiaya. Dugaan penghuni Koesnin meninggal karena dianianya oleh soldadu.

Setelah kematian Koesnin itu maka dibentuklah Comite Penuntut Kematian Koesnin yang dipimpin oleh Soekra dan Haroe yang kemudian diteruskan oleh Baharoedin dan Ngadiman. Comite Penuntut kematian Koesnin ini kemudian mengirim telegram kepada G.G dan Volksraad dimana telegram itu berisi meminta penjelasan mengenai kematian Koesnin, karena Comite percaya kematian Koesnin itu dilantarkan kekerasan bukan karena Sakit. Kerena telegram tersebut Comite tersebut harus ditangkap dan diasingkan kembali gudang Arang atau Digoel Zuid. Tapi hal itu tidak mengurungkan niat mereka para Perintis Kemerdekaan. Dan Menurut saya mereka adalah Kelompok “PEMBERONTAK” yang menolak untuk tunduk terhadap Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu karena Pemberontakan mereka untuk membebaskan para Kaum Buangan di Boven Digoel pada saat itu.

Didalam buku ini juga orang-orang buangan sangat diperlakukan dengan tidak wajar seperti pada tulisan

Melalui cerita diatas yang saya kutip dari Buku “PERGAULAN ORANG BUANGAN DI BOVEN DIGOEL” sedikit menceritakan tentang sedikit keadaan Tentang kehidupan Orang-Orang Buangan di Digoel. Sebenarnya masik banyak cerita-cerita yang lebih tragis dan sadis di dalam buku ini. Melalui tulisan ini saya mencoba untuk menyimpulkan dari isi Buku yang saya anggap sebagai Buku yang harus dibaca oleh para pewaris bangsa pada masa kini agar kita mengerti pada masa dahulu ada saudara-saudara kita yang harus berjuang untuk hidup di tempat pembuangan dan bahkan banyak yang harus meninggal dikarenakan ganasnya alam serta kejamnya pemerintah saat itu.

Dalam buku ini saya dapat menyimpulkan bahwa orang-orang buangan di digoel tidak semua orang-orang komunis dan bahkan banyak dari orang-orang buangan di digoel orang-orang yang tidak perna ikut serta pada kegiatan komunis. Walau sebagian di tempat buangan di digoel itu orang-orang komunis yang diasingkan oleh pemerintah Hindia-Belanda dikarenakan melakukan perlawan terhadap pemerintah kalah itu. Tapi sudah dapat dipastikan bahwa orang-orang buangan di Boven Digoel itu adalah orang-orang yang dahulunya orang-orang yang berani melawan terhadap pemerintah, bisa dikatakan bahwa orang-orang buangan itu, orang-orang yang ada di Digoel itu adalah orang-orang buangan politik, mereka dibuang agar tidak memberi virus-virus perlawan kepada orang lain agar melakukan perlawan terhadap pemerintah yang zholim dan menindas rakyat terus.

Dari buku Mas Marco Kartodikromo ini kita juga dapat belajar betapa pentingnya persatuaan dan rasa kekeluargaan itu dikehidupan berbangsa dan negara, karna tampa adanya persatuan kita tidak bisa melangkah lebih jauh lagi tampa persatuan kita tidak bisa apa-apa, tampa persatuan kita tidak bisa melawan ke zholiman, tampa perlawan kita tetap jadi budak dan hidup ditengah-tengah penindasan dan ke zholiman.

Dari Mas Marco Kartodikromo kita belajar tentang sebuah keberanian dalam perjuangan. Dari Mas Marco Kartodikromo kita sering mendengar nyel-nyel seperti Berani Karena Benar.