Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Di Bawah Tiga Bendera: Anarkisme Global dan Imajinasi Antikolonial

Judul: Di Bawah Tiga Bendera: Anarkisme Global dan Imajinasi Antikolonial
Penulis: Benedict Anderson
Penerbit: Marjin Kiri, 2015
Tebal: 390 halaman
Kondisi: Bagus (Baru)
Harga: Rp. 85.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Isu-isu seputar pemerintahan yang kotor seperti korupsi, penyuapan, kebijakan yang tidak berpihak dengan rakyat dsb. masih lekat dengan negeri ini. Masih ada jarak yang begitu lebar antara pemerintah dan rakyat. Memang kondisi ini membuat mereka yang jauh dari pemerintah merasa muak. Adanya pemerintahan yang berkuasa cenderung membuat rakyat tertindas daripada membuat rakyat sejahtera. Kondisi inilah yang membuat beberapa pihak beranggapan bahwa pemerintah tidak perlu ada di negeri ini. Pihak-pihak ini umum dikenal dengan sebutan kaum anarkis yang menganut anarkisme. Secara umum, anarkisme adalah suatu pemikiran politik yang menyatakan kehadiran negara dan pemerintah tidak perlu ada di suatu masyarakat. Anarkisme juga menentang kehadiran dari organisasi yang hierarkis.

Memang perlawanan terhadap pemerintah masih terus bermunculan di pelbagai daerah. Masih adanya perlawanan-perlawanan dari rakyat ini menandakan bahwa pemerintah di negara merdeka ini bermasalah. Perlawanan ini tidak melulu dipegang bagi mereka yang menganut anarkisme. Banyak juga masyarakat yang berpegang non-anarkisme juga turut melawan rezim yang bermasalah ini. Akan tetapi, pergulatan kaum anarkisme memliki sejarahnya tersendiri. Anarkisme menjadi suatu ideologi paling mengancam rezim yang ada di penghujung abad 19. Ketika itu terjadi awal mula pergerakan kaum anarkis secara global untuk pertama kali. Ulasan inilah yang diangkat oleh Benedict Anderson dalam bukunya yang berjudul Di Bawah Tiga Bendera: Anarkisme Global dan Imajinasi Antikolonial. Pergerakan kaum anarkis pada akhir abad 19, membuat para pemimpin rezim di kala itu resah. Keresahan tersebut dikarenakan perlawanan di suatu daerah berbuntut pecahnya perlawanan lain di daerah yang berbeda dalam rentang waktu yang berdekatan.

Perlawanan terhadap rezim penguasa memang sudah hadir di masa-masa sebelum abad 19. Akan tetapi, perlawanan-perlawanan belum memberikan dampak yang luas. Berbeda halnya dengan perlawanan rakyat pada akhir abad 19 yang berbuntut pecahnya perlawanan rakyat secara global. Dalam buku ini, Anderson mencoba membedah pergolakan anarkisme global melalui kacamata Filipina-nya. Anderson menggunakan cara ini karena menurutnya Filipina telah memainkan peran Internasional yang tidak bisa dicapainya lagi. Dan secara pribadi memiliki kedekatan dengan Filipina–sudah 20 tahun mempelajarinya.

Dalam pembahasannya, buku ini berpusat pada tiga orang patriot Filipina. Tiga orang tersebut diantaranya, Isabelo de Los Reyes, Jose Rizal, dan Mariano Ponce. Diantara tiga orang tersebut pembahasan yang paling utama mengenai tema besar buku ini ada dalam sudut pandang Jose Rizal. Pada dua bab awal buku ini mencoba membahas karya Isabelo de los Reyes dan Jose Rizal . Studi mengenai karya Isabelo de los Reyes yang berjudul El folk-lore filipino di kupas di bab pertama buku ini. Bab berikutnya membahas novel antikolonial yang dibuat bangsa jajahan di luar eropa yaitu, el filibusterismo karya Jose Rizal.

Bab-bab berikutnya mulai sedikit demi sedikit membahas awal mula perlawanan kaum anarkis yang mulai mengglobal. Perlawanan kaum anarkis kemudian diikuti oleh kaum nasionalis, kaum sosialis, dan yang lainnya. Akan tetapi, pembahasan tentang hal ini masih berbentuk fragmen-fragmen yang diulas di bab tiga dan empat. Kedua bab ini masih membahas pemikiran dan pergerakan Rizal. Pemikiran dan pergulatan Rizal di kala itu merupakan simpul-simpul yang terhubung kepada apa yang dinamakan globalisasi perdana. Globalisasi antara gerakan-gerakan nasionalis dengan para aktivis global. Hingga pada bab terkahir diceritakan berbagai perlawanan yang terjadi di berbagai macam daerah. Perlawanan-perlawanan yang mengglobal yang kesemuanya terjadi secara berdekatan di penghujung abad 19.

Hidup di bumi, dengan penduduk sekitar tujuh milyar, menjalankan ideologi anarkis memang terkesan utopis. Akan tetapi, lebih dari itu kita harus memahami nilai-nilai perjuangan dari orang-orang ini. Perlawanan terhadap kesewanang-wenangan rezim, menjadi penyulut perlawanan lainnya. Jelasnya, perlawanan yang mereka lakukan semata untuk melawan ketertindasan.