Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Kudeta Putih: Reformasi dan Pelembagaan Kepentingan Asing dalam Ekonomi Indonesia

Judul: Kudeta Putih: Reformasi dan Pelembagaan Kepentingan Asing dalam Ekonomi Indonesia
Penulis: Syamsul Hadi, dkk.
Penerbit: Indonesia Berdikari, 2012
Tebal: 270 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 100.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Kepentingan politik asing belum juga hengkang dari negeri ini. Bahkan cara-cara cerdik dan picik dijalankan demi ambisi serta arogansi menguasai Indonesia. Segala tindakan dihalalkan dengan tujuan menghegemoni dan bahkan mengeruk kekayaan alam tanah air. Penjajahan tak lagi dilakukan secara fisik, melainkan menguasai kekuatan politik parlemen.

Instrumen negara (baca: parlemen) kini di bawah kendali asing, diakui atau tidak. Para elit politik yang duduk di kursi empuk kekuasaan lebih memilih menghamba pada kepentingan asing. Klaim penguasa parlemen sebagai wakil rakyat menjadi slogan belaka. Eksistensi parlemen tak lebih tukang stempel rezim asing.

Berada dalam ketiak kepentingan asing, cara berpikir dan perilaku elit parlemen mengarah pada kehendak apa yang diinginkan orang luar. Tidak heran bila berbagai produk kebijakan dan aturan perundang-undangan yang dihasilkan dari gedung wakil rakyat, apalagi yang menyangkut masalah ekonomi nasional berpihak pada kuasa asing.

Pelanggengan kekuasaan asing melalui jalur konstitusi di parlemen tampak vulgar ketika kekuasaan Soeharto rontok pada 1998. Ketika rezim Orde Baru diruntuhkan akibat hantaman krisis ekonomi yang disertai tekanan-tekanan politik dari dalam dan luar negeri, gegap gempita jargon perubahan seakan mewarnai langit Indonesia yang mendadak dilanda demam reformasi. Tidak pernah dibayangkan oleh kebanyakan orang bahwa euforia reformasi justru menjadi “jembatan emas” bagi penetrasi dan perluasan kepentingan asing dalam ekonomi Indonesia.

Sumber daya ekonomi Indonesia ingin dikuasai asing melalu jalur elegan. Yakni mengendalikan konstitusi dan memasang orang-orang yang pro kepentingan asing di dalam parlemen. Walhasil, melalui rahim parlemen banyak peraturan Undang-Undang yang dihasilkan memiliki spirit kuat menghamba pada asing. Amandemen terhadap Undang-Undang Dasar dan munculnya berbagai undang-undang serta peraturan pemerintah yang diwarnai semangat liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi dalam banyak hal telah memberikan jalan seluas-luasnya bagi kekuatan-kekuatan asing untuk lebih mendominasi ekonomi Indonesia. (hlm. 1).

Fenomena yang menunjukkan bentuk neo kolonialisme yang pernah didengungkan founding fathers bangsa. Bung Hatta pernah mengingatkan kita bahwa Indonesia kelak akan memasuki zaman di mana penjajahan dilakukan secara halus, pasca penjajahan fisik. UUD diamandemen untuk memenuhi kuasa asing.

Kekuatan parlemen menjadi garda depan pelegalan kepentingan asing. Produk UU dibuat dominan untuk memuluskan asing menguasai aset ekonomi republik. Seorang anggota Dewan bahkan membeberkan bahwa setidaknya ada 170 undang-undang sejak era reformasi yang dianggap antikonstitusi. Dengan kata lain sekitar 80 persen undang-undang yang ada pro asing.

Dengan cara begitu, mereka tidak perlu melakukan penjajahan secara kasar atau brutal seperti di masa kolonial, karena memang tersedia ruang yang luas untuk melegalkan (baca: melembagakan) pengerukan untung melalui undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya, yang mereka sponsori dengan label-label semacam “reformasi birokrasi”, “perlakuan yang fair kepada seluruh pelaku usaha”, dan “iklim investasi yang terbuka”.

Dalam bahasa hiperbolik, langkah-langkah perencanaan, penentuan, dan pendiktean kebijakan oleh aneka kekuatan asing itu bisa disebut sebagai sebuah “kudeta putih” atau “kudeta konstitusional”. Yakni sebuah pengambilalihan hak dan wewenang mengeksploitasi bumi Indonesia dan seluruh penghuninya melalui cara-cara yang “sah secara hukum”, yaitu melalui pendiktean substansi kebijakan lewat aturan-aturan berkekuatan hukum yang dibuat oleh pemerintah atau pun parlemen.

“Kudeta Putih” secara legal formal tidak menyalahi aturan dan perundang-undangan. Akan tetapi, secara substansial keabsahannya mesti digugat dan terus dipertanyakan, mengingat misi kemerdekaan bangsa ini bukanlah melempangkan “jalan kembali” atau memfasilitasi kekuatan-kekuatan asing untuk kembali menjajah negeri ini secara “konstitusional” dan “elegan”. Seperti sering diungkapkan oleh para pendiri bangsa, kemerdekaan mestinya menjadi “jembatan emas” bagi pengingkatan kemakmuran dan keadilan bagi bangsa ini sebagai tuan rumah yang berdaulat di negerinya sendiri. (hlm 5).

Buku ini berikhtiar menggugat kejahatan secara sistematis-terorganisir dikenal dengan “Kudeta Putih”. Ada banyak produk UU dibuat parlemen terutama pasca reformasi yang justru pesanan pihak asing. Mereka menggadaikan idealisme, kehormatan, martabat, bahkan harga diri bangsa demi uang, jabatan politik, kekuasaan, dan kenikmatan-kenikmatan duniawi.

Perang terhadap parlemen dan elit penguasa politik yang pro asing mesti ditabu. Genderang perlawanan atas dominasi asing yang berselingkuh dan berkongkalikong dengan penguasa lokal kini kian menguat. Buku yang menelusuri fakta-fakta otentik kebusukan politisi parlemen yang menjadi pelayan rezim asing.