Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Nicotine War: Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat

Judul: Nicotine War: Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat
Penulis: Wanda Hamilton
Penerbit: INSISTPress & Spasimedia, 2010
Tebal: 137 halaman
Kondisi: Stok lama (cukup)
Harga: Rp. 35.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


“Ketika para penggiat anti tembakau masih sibuk mengkampanyekan bahaya-bahaya tembakau dan ngotot menekan pemerintah untuk membuat regulasi pengontrolan yang ketat atas tembakau, korporasi-korporasi internasional yang mendapat keuntungan bisnis dari agenda ini sibuk menghitung peluang-peluang meraup keuntungan dari bisnis nikotin ini.

Nicotine War adalah hasil riset dan kajian Wanda Hamilton yang menyajikan fakta-fakta (bukan fiksi atau prediksi) bahwa di balik agenda global pengontrolan atas tembakau terdapat kepentingan besar bisnis perdagangan obat-obat yang dikenal sebagai Nicotine Replacement Therapy (NRT). Sangat kuat kesan dan indikasi bahwa kepentingan kesehatan publik (public health) melalui kampanye bahaya tembakau hanyalah bungkusan (packaging) dari motif kepentingan bisnis perdagangan produk-produk NRT ini.” Gabriel Mahal, SH, Advokat & Pengamat Prakarsa Bebas Tembakau.

“Kampanye international tentang hidup sehat dan anti rokok, mengapa tak dipandang lebih mendesak kampanye nikmatnya kaya dan Ameriak Serikat jadi contoh agar kita diberi kesempatan kaya? Jangan dirampok hutan kita, jangan dirampok tambang kita agar kita tidak miskin. Belum ada program yang lebih absurd daripada pemerkosaan agama agar tokoh-tokohnya mengharamkan rokok tapi tak mengharamkan strategi dagang tetap VOC minded. Penjajahan macam ini dari dulu lebih haram dibandingkan dengan rokok.

Rokok sudah menjadi bagian hidup bangsa kita sejak Indonesia belum modern. Bagian hidup, bukan sekadar gaya hidup. Rokok menjadi semacam tali peneguh silahturami dan solidaritas sosial sehingga dengan begitu rokok menjadi bagian penting dalam ritus kolektif budaya masyarakat kita. Mengharamkan rokok, karenanya, sungguh sebuah keputusan absurd yang dasar-dasar komunalitasnya rapuh dan dalam praktiknya hanya akan menjadi kemustahilan belaka.” Mohamad Sobary, budayawan.