Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Dakwah Kultural Muhammadiyah

Judul: Dakwah Kultural Muhammadiyah
Penulis: PP. Muhammadiyah
Penerbit: Suara Muhammadiyah, 2004
Tebal: 131 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 15.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


“Dakwah kultural bukan hal yang baru bagi gerakan Muhammadiyah. Bahkan, sejak didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, gerakan ini telah bercorak kultural,” Syafii Maarif.

Buku dengan judul Dakwah Kultural yang diterbitkan oleh tim Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini merupakan lanjutan hasil Sidang Tanwir Muhammadiyah di Denpasar (2002) dan Makassar (2003). Bagi saya yang menarik adalah justru kalimat pimpinan pusat Muhammadiyah saat itu, Syafii Maarif, dalam sambutannya di buku tersebut. Kalau memang bukan hal baru, mengapa dakwah kultural seakan baru dibumikan?

Dikatakan dalam buku tersebut, dakwah kultural adalah upaya menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Demikian, konsep dakwah kultural Muhammadiyah. Tidak ada satu kata pun yang saya tinggalkan dari definisi yang tercantum di buku tersebut.

Maknanya, disebut dalam buku, Muhammadiyah saat ini berusaha lebih terfokus dan sistematis memperhatikan serta masuk ke ranah kreativitas dengan melakukan purifikasi (pemurnian) dakwah Islam dalam bentuk strategi kebudayaan dan strategi perubahan sosial. Muhammadiyah menyadari kemajemukan (heterogenitas) dan dinamisasi yang tinggi pada masyarakat Indonesia sehingga diwujudkannyalah gerakan dakwah kultural dalam mengkontempelasi penerapan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Yang lebih menarik adalah Muhammadiyah memahami bahwa kompleksitas masalah di masyarakat kini lebih beragam. Maka dari itu tercetuskan untuk lebih membumikan gerakan dakwah kultural sebagai katalisator agar gerakan dakwah Muhammadiyah lebih diterima masyarakat. Namun, ditegaskan dalam buku ini, bukan berarti Muhammadiyah menerima semua tradisi apa adanya dan melunturkan wajah Muhammadiyah yang berlandas Al Quran dan Hadis sebagai sandaran utamanya. Dakwah kultural ini tidak bermakna menghilangkan prinsip Muhammadiyah yang akan memelihara warisan yang baik sembari tetap menciptakan budaya baru yang lebih baik sesuai pesan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Selintas, jujur, pada diri saya sedikit terbersit kekhawatiran saat terutama meresapi kalimat terakhir barusan. Tentang budaya baru dan konsep rahmatan lil ‘alamin. Kekhawatiran ini dilatarbelakangi kian maraknya pemunculan opini oleh sekelompok orang dalam sebuah organisasi yang menyatakan perlunya pembaharuan Islam yang malah kebablasan (liberal). Dua hal itulah, budaya baru dan rahmatan lil ‘alamin yang sering menjadi tameng untuk melancarkan pemikiran-pemikiran liberal.

Dakwah kultural yang digerakkan Muhammadiyah bercirikan dinamis, kreatif, dan inovatif. Secara substansial, misi dakwah kultural yakni dua hal; dinamisasi budaya ke arah lebih islami dan purifikasi dengan memurnikan nilai-nilai dalam budaya dalam bingkai tauhid Islam.

Muhammadiyah tidak menafikan ragam budaya yang lahir dan berkembang di masyarakat. Justru, itu menjadi sarana yang selayaknya dimanfaatkan para da’I untuk menginternalisasi nilai Islam di masyarakat. Pun Muhammadiyah terus beradaptasi dengan kecanggihan sarana dan prasarana seperti teknologi dan informasi dalam pemanfaatannya untuk dakwah Islam.

Semoga Muhammadiyah yang matang dengan usia 100 tahunnya mampu terus eksis menjadi motor penggerak masyarakat ke arah masyarakat madani. Dan semoga, gerakan Islam muda lainnya dapat meneladani gerakan dakwah kultural ini dengan formulasi, dinamisasi, dan kekhasannya masing-masing demi kejayaan Islam yang sama-sama kita rindukan.