Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Agama Skizofrenia: Delusi, Ketidaksadaran dan Asal-usul Agama

Judul: Agama Skizofrenia: Delusi, Ketidaksadaran dan Asal-usul Agama
Penulis: Ahmad Fauzi
Penerbit: eLsa, 2011
Tebal: 392 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok kosong


Fenomena pewahyuan tak habis dikuak dan didebatkan. Menjadi diskursus yang terus mekar seiring gerak pengetahuan manusia. Memunculkan limpahan kritik-otokritik terhadap agama yang merisalahkan kebenaran dan jalan keselamatan. Pengukuhan maupun pelemahan akan otentisitas atau kebenaran wahyu menjadi bagian kerja ilmiah yang niscaya. Meski keduanya sebenarnya sama-sama bertolak dari niatan positif: meluaskan cara pandang terhadap agama agar manusia mengontrol laku keberagamaannya secara kritis, bahkan bersikap mawas terhadap keimanannya.

Agama Skizofrenia: Delusi, Ketidaksadaran dan Asul-usul Agama karya Ahmad Fauzi turut memperkarakan wahyu yang selama ini menjadi acuan utama, bahkan ruh agama. Buku ini mendedah asal-usul agama dan mekanisme pewahyuan yang delusional dalam kerangka psikoanalisa Sigmund Freud dan Charles Gustave Jung.

Agama Skizofrenia
Tradisi shamanisme (perdukunan) di masa Arab Kuno mengungkap para penyair, kahin dan majnun adalah orang-orang kesurupan. Mereka dikuasai wujud-wujud supranatural yang tak kasat, yang lantas “meminjam” lidahnya untuk mengucapkan kata-kata bersemangat, berdaya magis dan bertuah dalam bentuk syair, saj’ (sajak) atau mantra.

Pewahyuan kepada Nabi Muhammad ditengarai serupa dengan pengilhaman para penyair, kahin, dan majnun. Meski Alqur’an sendiri menolak dikatakan sebagai syair. Bahkan, demi memenangkan pertarungan wacana saat itu, Alqur’an mengecam dan menegasikan keberadaan para penyair, kahin, dan majnun.

Kebanyakan wahyu turun ketika Nabi dalam keadaan tidak sadar, seperti mimpi atau halusinasi yang mengarah pada kesurupan. Perspektif psikiatri modern memandang kesurupan bukanlah karena kerasukan makhluk supranatural, melainkan kondisi jiwa yang dikuasai oleh ketegangan-ketegangan alam bawah sadar. Delusi atau halusinasi merupakan keadaan psikis yang dikontrol oleh materi-materi di luar diri, semisal tampakan-tampakan visual yang bersifat kabur, rangsangan auditoris, atau bisikan-bisikan. Sepadan dengan situasi Nabi ketika memperoleh wahyu, mendengar suara-suara gerincing lonceng, seolah melihat penampakan malaikat Jibril dalam rupa-rupa tertentu.

Satu tesis pun diajukan: agama Islam tak lain lahir dari kompeks skizofrenia seperti delusi, halusinasi dan mimpi. Agama lahir dari kegentingan psikis Nabi yang mengalami keterpecahan jiwa sehingga memunculkan pengetahuan tak terjangkau oleh kesadaran rasional yang kemudian dinamai wahyu.

Skizofrenia yang diidap para Nabi dianggap berbeda dengan “kegilaan” yang berlaku bagi orang keumuman. Sebab Nabi maujud dalam kepribadian unik dan khas yang tertempa dari usaha perluasan horizon kehidupan spiritualnya secara intensif. Kondisi skizofrenik para Nabi justru membuka wawasan kreatif yang terpendam di alam bahwa sadarnya, memekarkan kemahaluasan pikiran Nabi. Buku ini tegas mengesankan adanya “agama kesurupan”—produk dari Nabi yang kesurupan. Namun, wacana yang rentan memantik kontroversi ini tak lebih adalah perspektif psikoanalisa yang bukan baru sama sekali.

Kunci Kesadaran
Kesadaran ditengarai selalu mendapat serangan yang tersamar dari dua arah, yaitu kekuatan material dari luar dan naluri alam bawah sadar. Keduanya adalah ideologi yang memanipulasi kesadaran, mengaburkan subyek dari realitas, sehingga memunculkan kesadaran palsu (false consciousness). Kekuatan material dari luar dianggap sebagai bentuk ideologi yang menggerogoti kesadaran melalui saluran institusi-institusi sosial seperti negara, hukum, norma, pengetahuan atau agama. Ideologi mengasingkan keawasan diri terhadap anomali atau patologi kehidupan.

Gagasan-gagasan melaju-memutar, mengelaborasi kepelikan konsep-konsep filosofis yang diusung Karl Marx, Friedrich Nietzsche, atau Albert Camus. Kentara sekali Fauzi mengunci term ideologi dalam takrif false consciousness ala Karl Marx. Padahal, ideologi bukan semata anasir-anasir menutupi realitas. Sebagaimana Louis Althusser, yang juga seorang Marxis, mengatakan ideologi adalah interpelasi (Donny Gahral Adian, 2011: 66-78). Satu sisi, ideologi memang menahan subyek, tetapi ideologi sekaligus memungkinkan subyek merasakan adanya suatu panggilan yang tertuju kepadanya. Ideologi meniscayakan subyek merasa sebagai “yang terpanggil”. Misal agama, hadir “memanggil” manusia untuk menyadari relasi diri dan Tuhan sehingga menginsyafkan tugas-tugas kehidupannya.

Buku ini menitiktekankan ideologi, misal agama, hukum, politik, dan sejenisnya, adalah ilusi yang mengeret manusia pada ketidaksadaran. Manusia perlu melakukan perlawanan terhadap ketidaksadaran dengan cara mengontrol dan merefleksikan diri secara intens demi mencapai derajat kesadaran otonom. Kesadaran yang diangankan bebas dari jerat struktur material di luar diri dan naluri kesenangan egosentris yang cenderung menutupi kesadaran, sehingga mampu membelalaki ragam situasi yang patologis, menyimpang, bahkan kesia-siaan.