Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Sabda Cinta dari Andalusia

Judul: Sabda Cinta dari Andalusia
Penulis: Ibnu Hazm Al-Andalusi
Penerbit: Gudang Ilmu, 2008
Tebal: 375 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 60.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312


Sepanjang sejarah manusia, cinta menjadi salah satu bahasan yang sangat menarik. Para ahli sastra hampir selalu menyertakan tema-tema cinta dalam setiap karyanya baik itu di timur atau di barat. Demikian juga para sufi, untuk memudahkan gambaran cinta kepada Sang Khalik, selalu menggambarkannya dengan cinta manusia biasa yang propan yang bisa diterjemahkan oleh pemahaman manusia secara umum.

Selain bahasan cinta yang indah, cinta juga selalu digambarkan sebagai pedang bermata dua. Ada kalanya membuat si pencinta bahagia dalam hidupnya atau sebaliknya para pecinta menderita. Karena itu pula cinta identik dengan penyakit. Orang yang mencintai seseorang dikatakan sedang jatuh cinta, sepertihalnya jatuh sakit. Namun bedanya, bila jatuh sakit, pedihnya sungguh terasa, panas dingin, badan meriang atau menunjukkan gejala lainnya. Sedangkan orang yang jatuh cinta merasakan sebaliknya. Seluruh dunia nampaknya menjadi indah.

Tak jarang kisah-kisah cinta terhebat karya para sastrawan ternama, selalu mempetakan cinta dalam penuh dilema. Sebut saja cinta Qais dan Laila karya seorang sufi besar asal timur tengah Al-Jami, terkenal hingga hari. Bahkan kisah cinta paling agung sepanjang sejarah, Yusuf dan Julaikha. Kisah cinta itu diabadikan dalam kitab suci Al-Quran.

Kisah dramatik di atas menggambarkan tentang pahit getirnya cinta yang agung yang mengalahkan segalanya dalam hidup ini. Namun anehnya para pecinta itu tidak merasakan penderitaan melainkan kebahagiaan yang tidak bisa dimengerti oleh orang lain. Bisa jadi perilaku para pencinta dianggap aneh, nyeleneh bahkan dianggap gila. Tetapi bagi si pecinta, itu merupakan kesaksian juga dedikasi terhadap cintanya.

Salah satu bahsan menarik tentang cinta adalah karya Ibnu Hazm Al-Andalusi. Ia hidup di zaman penurunan kekuasaan Islam sebelum jatuhnya Kota Kordova ke tangan penguasa Barbar. "Sabda Cinta dari Andalusia". Demikian buku terjemahan persi Indonesia. Buku tersebut menurut Ortegassett, seorang sejarahwan Spanyol -seperti dalam paparan sampul buku itu-- ternyata telah mengilhami puluhan bahkan mungkin ratusan filosof cinta juga para pendeta di seluruh dunia.

Sisi menarik bahasan Ibnu Hazm, mungkin bisa dilihat dari beberapa sisi. Pertama, Ibnu Hzam adalah seorang ulama besar. Dalam pemaparannya ia selalu berlandaskan pemahaman yang dalam terhadap ajaran Islam serta kebudayaannya. Namun demikian dalam pemaparan ia tidak serta merta menuding cinta secara hitam putih sebagai biang kemaksiatan di antara laki-laki dan perempuan.

Kedua, sebagai penulis, iapun terkadang terlibat didalamnya. Hal ini diakuinya dalam prolog tulisan tersebut. Bahwa apa yang dibicarakannya, tokoh, kisah dan syair-syair terinspirasi dari pengalaman-pengalaman hidupnya juga kerabat-kerabatnya. Dia menjelasakan tentang proses jatuh cinta yang terkadang aneh. Hanya dengan tatapan mata sepintas lalu di persimpangan jalan, cinta muncul begitu dalam tanpa alasan yang logis.

Ibnu Hazm juga selalu menggambarkan cinta dalam nuansa yang indah yang diserta dengan syair-syair yang ia berikan untuk orang lain atau untuk dirinya.

Salah satu syairnya:
Tak ada persinggahan bagi mataku selain dirimu
Engkau seperti kata orang tentang indahnya permata
Aku arahkan mata kemana engkau mengarahkan
Aku selalu mengikutimu, bagai naat dan manut dalam ilmu nahwu

Syair ini ia buat untuk mengungkapkan tanda-tanda cinta yang salah satunya melalui tatapan mata. Mata menjadi alat menyampaikan rahasia jiwa serta menuturkan kedalaman isinya. Melalui mata, cinta itu tumbuh dan berkembang dalam hati sanubari.

Di tempat lain, Ibnu Hazm mengisahkan dia pernah jatuh cinta terhadap seorang budaknya. Budak perempuan itu lama hidup di antara keluarganya. Ibnu Hazm sendiri kala itu digambarkan masih remaja tertarik dengan keluhuran budi sang budak, akhlak serta perangainya yang menawan, diluar kecantikan fisiknya yang tentu amat mempesona. Namun sayang cinta Ibnu Hazm tidak terkabulkan. Laksana bertepuk sebelah tangan, si budak meski mengerti kecintaan Ibnu Hazm terhadap diririnya, tidak memberikan respon positif. Hingga suatu hari, Kota Kordova tempat tinggal Ibnu Hazm saat itu, diserang tentara Barbar yang meluluhlantakkan rumah-rumah dan memporakporandakan segi-segi kekeluargaan warga Kota Kordova yang elok. Keluarga Ibnu Hazm dikejar-kejar dan ia sendiri pindah kediaman di bagian kota lain yang terpisah dengan budak perempuan itu. Cintapun tak pernah bersatu.

Ketiga, sebagai seorang ulama, Ibnu Hazm tak lupa memberikan tausiyah kepada para pecinta, bahwa cinta, di sisi lain akan mendatangkan keburukan bahkan kehinaan. Terutama bila cinta diidentikan dengan nafsu yang mengikuti hasrat sesaat. Maka Ibnu Hazm menawarkan keutamaan menjaga diri dari nafsu yang berlatar belakang cinta itu. Ia pun mengisahkan tentang orang-orang yang bisa menjaga dirinya dari nafsu cinta meski kesempatan sangat terbuka.

Ibnu Hazm menjelasakan, hakikat cinta adalah datang dari dalam jiwa yang tulus dan bukan berdasarakan alasan tertentu seperti fisik atau alasan lainnya. Cinta yang hakiki, cinta yang tanpa syarat apapun. Dia tak akan hilang seiring hilanynya syarat yang menyertai kemunculan cinta. Meski memang diakui, awal jatuh cinta berawal dari faktor-faktor tertentu seperti kecantikan atau kebaikan akhlaknya. Namun cinta demikian akan lekas hilang seiring hilangnya sesuatu yang membuat pecinta jatuh cinta. Seorang pemuda yang mencintai gadis lantaran kecantikannya seketika hilang cintanya bila kecantikan gadis itu telah sirna, demikian sebaliknya.

Hakikat cinta tanpa syarat ini dapat dimengerti dari teori persamaan jiwa pada mahluk. Ada konsep ketersambungan (al-ittishal) dan keterpisahan (al-infishol). Maka dapat dipahami jika seseorang merasa tenang manakala bertemu atau bersama dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya.

Yang paling penting dari pemikiran cinta Ibnu Hazm adalah, cinta itu sangat suci. Ia datang dari illahi ke dalam setiap jiwa manusia. Dengan demikian Islam, juga agama-agama lain di dunia, menurut Ibnu Hazm tidak melarang mencintai seseorang. Tetapi yang dilarang hanyalah, bila cinta itu kemudian memperdayakan, membawa kepada kemaksiatan.