Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis

Judul: Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis
Editor: Mansour Fakih, Roem Topatimasang, Toto Raharjo
Penerbit: INSISTPress, 2010
Tebal: 296 halaman
Kondisi: Cukup (Stok lama)
Harga: Rp. 80.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312
PIN BBM: 5244DA2C


Saat ini banyak berkembang pelbagai alternatif pendidikan untuk masyarakat. Mulai dari privat, homeschooling (sekolah rumah –red), sekolah alternatif, les, dsb. Intinya, pendiikan alternatif merupakan simbol dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan formal (baca: sekolah) pada umumnya.

Pendidikan formal atau sekolah saat ini masih memiliki kesan tradisional dan membosankan, karena pusat pengetahuan hanya diperankan oleh guru. Guru dianggap segala-galanya. Dalam konteks ini, akhirnya pendiikan bersifat negatif, di mana guru  memberikan informasi yang harus ditelan oleh murid wajib diingat dan dihafalkan.

Untuk merubah kesan tradisional dan sangat indoktrinasi di dalam pendiikan formal, maka tak jemu pakar pendidikan mendengungkan model pendiikan partisipatif. Model inilah yang menekankan guru sebagai fasilitator. Seluruh eserta didik menjadi subjek pengetahuan dan aktif meningkatkan keterampilan. Guru adalah murid dan murid adalah guru. Usaha ini ditujukan kepada seluruh institusi pendiikan agar sistem pendiikan menjadi lebih baik.

Namun tak dapat dipungkiri, dari sekian banyak pendidikan alternatif yang ditawarkan, pada umumnya belum memenuhikriteria ‘pembebasan’ terhadap permasalahan masyarakat. Walaupun sudah menggunakan model partisipatif, tidak sedikit yang mengolah pendidikan alternatif menjadi komoditas dagang. Mengutamakan modernisasi peralatan belajar, fasilitas baru, menggunakan prestasi sebagai proses persaingan peserta didik, dan pendidikan dianggap tidak memiliki pengaruh terhadap politik dan ekonomi masyarakat. Sedangkan pendekatannya masih sangat didominasi dengan aliran positivisme: yakni penggunaan pengetahuan untuk mengontrol, memprediksikan, memanipulasi, dan eksploitasi terhadap objeknya.

Implikasi dari metode pendekatan pendidikan positivisme adalah kesadaran magis dan naif. Kesadaran magis, yakni suatu keadaan masyarakat yang tidak mampu mengetahui kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Misalnya, masyarakat miskin tidak tahu kalau kemiskinan yang dimilikinya memiliki benang merah terhadap sistem politik dan budaya. Karena yang dipahami, kemiskinan yang didapatnya adalah suatu hal yang wajar dan merupakan ‘given’ (natural maupun supranatural). Dalam proses pembelajaran, murid secara dogmatik menerima kebenaran guru, tanpa memahami analisa dari tiap konsepsi atas kehidupan masyarakat.

Sedangkan kesadaran naif adalah implikasi dari pendidikan yang melihat akar permasalahan masyarakat dari ‘aspek manusia’. Dalam kesadaran ini ‘masalah etika, kreativitas, performance, need for achievement (N Ac)’ dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Dalam menganalisis kenapa masyarakat miskin, karena disebabkan kesalahan mereka sendiri: yakni malas, tidak memiliki jiwa enterpreneur, bodoh dsb. Implikasi pendidikan ini mengarahkan manusia untuk beradaptasi dengan sistem yang sudah ada.

Untuk itu buku ini menawarkan tujuan dan filosofi pendidikan dari salah seorang pendidik dunia asal Brazil, Paulo Freire. Perspektif pendidikan aliran Freire adalah melakukan refleksi kritis terhadap sistem dan ideologi dominan yang tengah berlaku di masyarakat, serta menganalisis struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi dan budaya serta melatih mengidentifikasi ‘ketidakadilan’. Kemudian merubah sistem tersebut untuk memikirkan sistem alternatif ke arah transformasi sosial menuju masyarakat yang adil.

Di sini, Mansour Fakih dkk. menuliskan penekanan proses dan teknis berdasarkan pengalaman mereka di lapangan. Membangun kesadaran kritis pendidikan partisipatif bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan peran fasilitator yang harus bisa menciptakan dan menggunakan media sebagai alat komunikasi pembelajaran.

Sekali lagi, buku ini lebih banyak memuat teknis silabus, cerita maupun berita kontroversial, permainan, analisis politik dan budaya di kota maupun di desa, dan lain sebagainya. Teknis-teknis ini diselingi artikel-artikel yang memuat pemahaman pendidikan kritis sebagai alat transformasi sosial. Pendidikan diartikan”tanpa dinding”, artinya penempatan pendidikan tidak melulu di pendidikan formal (sekolah –red), tapi bisa digunakan oleh massa petani, nelayan, dan rakyat kecil untuk melakukan transformasi sosial.