Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Inikah Kita: Mozaik Manusia Indonesia

Judul: Inikah Kita: Mozaik Manusia Indonesia
Penulis: Radhar Panca Dahana
Penerbit: Resist Book, 2007
Tebal: 328 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 45.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Sejarah Indonesia tak pernah lepas dari usaha keras untuk menyatukan seluruh unsur ideal, baik yang pernah ada, dianggap ada, bahkan yang diharapkan ada, untuk memberi landasan identifikasi manusia di dalamnya. Sayangnya, usaha tersebut telah menafikan realitas faktual, yakni keberagaman budaya. Radhar menulis, sesungguhnya realitas faktual disusun bukan dari kesatuan ideologis, tapi justru dari keberagamannya. Menurutnya, tak satupun pihak, bangsa atau kelompok etnis apa pun di negeri ini yang dapat mengklaim dirinya sebagai satu entitas yang genuin. Mangkunegara IV misalnya, mengidentifikasi diri dan ontologi Jawa dari penanggalan dan kedatangan pangeran India Ajisaka; masyarakat Betawi ada karena percampuran puluhan etnis lokal asing serta mendapat sebutan dari sebuah daerah kecil di Netherland, Batavia; begitu pun dengan etnis atau bahkan sub etnis lainnya. Jelaslah, bahwa kita adalah sesuatu yang tersusun dari tradisi dan pecahan-pecahan identitas orang lain.

Lewat pemahaman seperti itu, Radhar kemudian memotret realitas mutakhir kita. Realitas yang tragik, di mana dari hari ke hari kita kian lemah. Cara pandang kita kian gelap. Kita seperti berada di ambang kepunahan. Gejala-gejalanya sudah meremang. Cermatilah, bagaimana pesimisme dan apatisme bukan saja terekspresikan dalam karya-karya seni mutakhir, tapi juga fenomena merebaknya tarekat modern, mulai dari gaya Hare Krisna, Scientologi, hingga LSM-LSM yang memenuhi kawasan terpinggirkan sampai tumpah ke jalanan di mana protes-ptotes radikal diarahkan pada WTO, Bank Dunia, IMF, atau negeri seperti Israel dan Amerika Serikat. Gejala-gejala itu memperlihatkan rona muka kita yang gelisah.

Dalam pandangan penulis, kegelisahan itu tanpak sebagai upaya-upaya parsial yang mengalami kesulitan titik temu, karena semua modus titik temu sudah diambil alih dan dikuasai oleh kekuatan dominan. Ia tinggal sebagai serpihan, dalam perspektif luas, menjadi mozaik (baru) hasil interaksi dan akulturasi kultural baru. Sebagian menarik, sebagian besar menggelikan dan mengecewakan. Hasilnya: perikalu, sikap, cara berpikir, dan mentalitas yang kacau, bahkan khaotik di semua lini.

Buku kumpulan esai Radhar Panca Dahana yang tersebar di sejumlah media masa dan forum-forum diskusi ini mencoba menguraikan kembali persoalan eksistensi kita. Lewat buku ini Radhar mempertanyakan kembali, kemudian mencari jawaban atas eksistensi sebuah entitas dengan cara menghimpun serpihan-serpihan pengertian, menyusun satu mozaik dari realitas mutakhir kita. Penulis membagi tulisannya dalam tiga bagian.

Pada bagian pertama ("Pedalaman Kita") diuraikan berbagai situasi realitas subyektif, realitas di kedalaman—jiwa, hati, pikiran—kita. Mulai dari keserakahan dan korupsinya, semangat palsu nasionalismenya, perilaku orang kaya baru, sampai gencarnya monolog di kalangan petinggi kita. Kita diajak untuk mengenali, menerima, dan pada akhirnya mengoreksi kelemahan-kelemahan sendiri yang turut ambil dalam kekisruhan kolektf kita.

Pada bagian kedua ("Pertengahan Kita"), sastrawan yang juga pengajar sosiologi di pasca sarjana Universitas Indonesia ini mengajak kita berkontemplasi melalui simbol-simbol puitik, yang merupakan hasil renungan tentang realitas yang terurai di bagian pertama. Lewat puisi "Dilaknat Kalian", "Manusia Pantat", "Dari Insan Tercipta Tuhan", "Nabi Monyet", "Setan-Malaikat; Aku menujumu", barangkali bisa didapatkan signifikasi melalui bahasa ungkap yang berbeda, sehingga memberi inspirasi dan proses penyadaran diri bagi pembaca.

Selanjutnya, pada bagian ketiga ("Peluaran Kita") penulis memaparkan kenyataan ekspresif kita sebagai kesatuan kolektif, sebagai sebuah negeri formal di tengah gencaran peradaban modern yang didistribusikan melalui proyek raksasa globalisasi. Di sini Radhar mencoba menyikapi, memberikan gagasan untuk menyiasati atau sekedar menghadapi persoalan-persoalan baru itu.

Menurut Ketua Federasi Teater Indonesia ini, kita mesti menerima (atau menempatkan) Indonesia sebagai satu realitas yang belum tercapai atau sedang berproses mencari bentuknya. Lalu melihat diri sendiri sebagai kecambah "Indonesia" itu dalam bentuknya yang carut marut, bahkan mungkin tak berbentuk sama sekali. Karena ia semata mozaik yang disusun dari kepingan-kepingan masa lalu, masa depan, harapan, pengaruh-pengaruh, kelebihan, kekurangan, dan berbagai hal yang semestinya dapat segera kita identifikasi. Setidaknya kita bisa mulai dengan satu usaha untuk menyusun ulang (merekontruksi) puing-puing atau kepingan itu ke dalam satu mozaik baru yang lebih memiliki bentuk dan lebih bisa teridentifikasi.

Untuk menyusun mozaik baru itu, tulis Radhar, sebuah kerja kebudayaan yang besar mesti siap kita lakukan. Ekspresi dan produk budaya dari mana pun asalnya mesti mendapatkan ruang dan keleluasaannya. Karena secara sinergis dan akumulatif semua kerja itu akan melakukan semacam rafikasi atau penghalusan dari kerja pembentukan mozaik kita di atas. Sehingga bentuk itu pun semakin integral, kuat, komprehensif dan tegas sebagai sebuah identitas.

Demi kemaslahatan sebuah negeri yang mampu mengatasi semua bentuk perbedaan itu, Radhar menyarankan, kita mesti menghadapkan semua kemungkinan cara di atas dalam posisi yang egaliter. Tidak ada sepihak atau seorang pun yang dapat menduga: bentuk atau mozaik baru apa yang akan berrupa setelahnya. Yang bisa kita lakukan hanya menerima: itullah Indonesia kita. Indonesia yang berbeda. Mungkin baru.

Buku setebal 300 halaman ini begitu kaya dengan kritik, wacana, dan gagasan brilian berkait dengan persoalan-persoalan mutakhir kita. Meski Radhar sendiri mengakui, semua gagasannya masih dalam bentuk mozaik, tersusun dari pecahan-pecahan ide yang kadang sektoral, sehingga masih diperlukan sebuah buku baru. Tetapi yang pasti buku ini bisa menjadi sebuah awal terbentuknya mozaik baru Indonesia.