Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Al-Matsnawi An-Nuri: Menyibak Misteri Keesaan Ilahi

Judul: Al-Matsnawi An-Nuri: Menyibak Misteri Keesaan Ilahi
Penulis: Badiuzzaman Said Nursi
Penerbit: Anatolia, 2010
Tebal: 609 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp 120.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Sekitar lima puluh tahun lalu, karena semakin sibuk dengan pemikiran rasional dan filsafat, “Said lama” mencoba meretas jalan menuju hakikat seperti ahli tarekat dan hakikat. Ia tidak hanya puas dengan gerakan kalbu semata sebagaimana kebanyakan ahli tarekat. Karena akal dan pikirannya terluka oleh hikmah filsafat pada tahap tertentu, maka perlu pengobatan. Kemudian ia ingin mengikuti jalan beberapa tokoh ahli hakikat yang menuju hakikat lewat akal dan kalbu. Dalam pandangannya, masing-masing tokoh memiliki keistimewaan menarik dan unik. Ia bimbang dalam memilih di antara mereka. Maka, yang terlintas dalam benak “Said lama” yang berbalut luka adalah perintah al-Imam ar-Rabbani kepadanya secara gaib yang terdapat dalam tulisannya, “Satukan kiblat!”. Jadi, maksud dari menyatukan kiblat adalah menjadikan seorang ustadz sebagai satu-satunya guru.

“Said Lama” yang terluka berkata kepada kalbunya bahwa “Ustadz hakiki adalah Alquran dan menyatukan kiblat bisa tercapai dengan ustadz itu”. Maka, ia segera mengambil petunjuk “guru suci” tersebut untuk membina ruhani dan kalbunya dengan cara yang asing. Ia pun harus berjuang secara maknawi dan ilmiah untuk melawan nafsu ammarah berikut keraguan dan syubhat yang melekat padanya. Di saat menyusuri jalan tersebut dan di saat berjuang menyingkirkan segala keraguan, ia melewati berbagai kedudukan serta mempelajari isinya; tidak seperti kaum yang tenggelam dalam suluk dengan menutup mata. Namun, suluk atau perjalanan ruhani yang dilakukan seperti yang dilakukan oleh Imam Ghazali, Imam ar-Rabbani, dan Jalaluddin ar-Rumi dengan membuka mata hati, jiwa, dan akal. Ia berjalan pada berbagai kedudukan tersebut serta melihat isinya lewat semua penglihatan tadi secara jelas tanpa ada yang samar.

Segala puji bagi Allah bahwa ia menemukan dan memasuki sebuah jalan yang menuju hakikat dengan pelajaran dan bimbingan Alquran. Bahkan dalam sejumlah Risalah Nur yang ditulis oleh “Said Baru” tertampak sebuah hakikat: Pada segala sesuatu terdapat tanda yang menunjukkan bahwa Dia Esa.

Perihal Kedua, Karena “Said Lama” berjalan dengan persatuan akal dan kalbu seperti Imam Ghazali, Imam Rabbani, dan Jalaluddin ar-Rumi, maka Ia segera membalut berbagai luka kalbu dan ruhani, serta membebaskan jiwanya dari berbagai bisikan dan ilusi.Setelah bebas darinya, “Said Lama” berubah menjadi “Said Baru”. Ia pun membuat sejumlah tulisan sejenis al-Matsnawi—yang aslinya berbahasa Persia—dengan bahasa Arab dalam ungkapanungkapan yang singkat.

Ketika ada kesempatan, ia pun berani menerbitkannya. Tulisan tersebut berupa “tetesan, untaian benih, biji, bunga, partikel, semerbak, nyala, dan berbagai pelajaran lainnya.” Ia kemudian ditambah dengan risalah berbahasa Turki: “cahaya” dan “perihal”. Ia menjelaskan persoalan tersebut selama sekitar setengah abad dalam Risalah Nur yang tidak hanya membahas jihad melawan hawa nafsu dan setan; tetapi seperti kompilasi keseluruhan dari al-Matsnawi. Buku ini menyelamatkan orang-orang yang sedang bingung dan membutuhkan, serta menarik para filosof yang tergiring kepada kesesatan.

Perihal Ketiga, Perbincangan yang berlangsung antara “Said Lama” dan “Said Baru” telah mengusir setan dan menundukkan nafsu sehingga Risalah Nur menjadi dokter luar biasa bagi pencari hakikat yang sedang terluka. Ia membuat kaum atheis dan sesat terdiam.

Jadi, jelas bahwa al-Matsnawi yang berbahasa Arab ini merupakan benih dan tunas bagi Risalah Nur. Ia membebaskan manusia dari berbagai syubhat yang dihembuskan oleh setan, baik dari golongan jin maupun manusia. Sejumlah informasi tersebut ibarat sesuatu yang terlihat jelas, jika pengetahuannya dengan ilm al yaqin mendatangkan kepuasaan dan ketenangan pada tingkat ain al yaqin.

Perihal Keempat, “Said Lama” lebih banyak menggeluti ilmu hikmah dan hakikat, berdialog dan berdiskusi dengan tokoh ulama dalam berbagai persoalan yang mendalam, memperhatikan tingkat pemahaman muridnya terdahulu yang perhatian terhadap ilmuilmu syariat, serta menunjukkan peningkatan jenjang pemikiran dan limpahan pengetahuan kalbunya lewat ungkapan yang sangat dalam dan ringkas yang hanya dipahami olehnya. Karena itu, tidak aneh kalau sebagiannya bisa jadi hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan luas setelah mencurahkan upaya optimal. Jika dijelaskan dengan lengkap, ia melaksanakan tugas Risalah Nur.

Jadi, Buku al-Matsnawi yang merupakan tunas dari Risalah Nur bekerja dalam aspek anfusi dan internal seperti jalan khafi (tersembunyi), sehingga berhasil membuka jalan dalam kalbu dan ruh. Sementara, Risalah Nur yang merupakan kebunnya telah membuka jalan yang luas menuju makrifatullah dengan menghadap ke cakrawala—sebagai jalan yang terbentang jelas—di samping berjuang melawan nafsu. Ia seperti tongkat Musa as. yang ketika dipukulkan memancarkan air yang berlimpah di mana saja.

Demikianlah, jalan yang ditempuh Risalah Nur tidak seperti jalan yang ditempuh oleh para ulamadan filosof . Akan tetapi, ia membuka jendela makrifatullah dari segala sesuatu dengan kemukjizatan maknawi dari Alquran. Ia telah memahami sebuah rahasia yang khusus dari Alquran seperti mengerjakan suatu pekerjaan yang dibutuhkan satu tahun dalam satu jam bahwa mampu mengalahkan serangan kaum zindiq yang tak terhingga pada masa yang dahsyat ini.

Perihal Kelima, Pada saat perubahan dari “Said Lama” ke “Said Lama”, ribuan hakikat masing-masing bernilai menjadi satu pembahasan dalam sebuah risalah—yang terkait dengan ratusan ilmu ditulis oleh Said dalam bentuk I’lam (ketahuilah) pada setiap pembahasan dan diungkapkan dalam beberapa baris, satu paragraph atau satu halaman. Seolah-olah masing-masing “ketahuilah” merupakan inti dari sebuah risalah. Karena setiap “ketahuilah” ditulis sebagai indeks dari berbagai ilmu dan hakikat, maka para pembaca buku ini memperhatikan perihal-perihal di atas, sehingga jangan mengkritik.