Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Cahaya Ilahi dan Opera Manusia

Judul: Cahaya Ilahi dan Opera Manusia
Penulis: M.A.W. Brouwer
Penerbit: Kompas, 2004
Tebal: 192 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga Rp. 40.000 (belum ongkir)
SMS/WA: 085225918312
PIN BBM: 5244DA2C


Manusia lahir ke dunia, hidup, berkarya, dan akhirnya mati. Hanya begitu sajakah adanya? Tentu saja tidak. Lalu bagaimanakah sewajarnya hidup itu? Bagaimana pula karya kita? Juga bagaimana sepantasnya ibadat dan yang sangat penting, mengenal Tuhan?

Saya tidak akan mengulas tentang siapa MAW Brouwer. Cukup sajalah jika kita mengenalnya sebagai psikolog sekaligus filsuf berkebangsaan Belanda yang lama mengabdikan dirinya di Indonesia. Buku ini cukup lugas mengantarkan pembacanya dalam memahami hal-hal yang bersifat ke-Ilahi-an dan juga tentang segala cerita yang terjadi di bumi manusia. Filsafat yang digunakan kusebut filsafat aplikatif, hanya bersifat menstimulus pikiran kita untuk berfikir “bagaimana seharusnya kerja-kerja manusia yang ideal di mata Tuhan”.

Buku ini merupakan kumpulan artikel MAW Brouwer yang dicetak dalam harian kompas, tidak ada benang merah yang secara khusus terkait antara artikel-artikel yang disusun secara runut, sehingga pembaca tidak perlu khawatir jika membacanya tidak berurut.

Di halaman awal kita dihantarkan pada cerita seorang raja dengan pakaian kesombongan yang berakhir di neraka. Sombong itu pakaian Tuhan, dan makhluk tidak berhak memakainya. Lalu dilanjutkan dengan beragam kisah tentang percobaan primitif manusia dalam mengkreasikan hubungan diri dengan Tuhan. Compostela dengan katedral agungnya, di mana di masa kejayaaannya orang-orang Yahudi malah sibuk menjadikan diri kaya dengan memanfaatkan tempat tersebut sebagai bandar industri obat ajaib, tasbih, lilin penghapus dosa hingga akhirnya Tuhan marah, dan sekarang kota Compostela sunyi, yang ada hanya nenek-nenek yang sibuk bercerita dan seorang pastor yang mau mati. Pesta Hasan Husein di Isfahan, Iran. Ratusan orang menyanyi, berdoa dan bertepuk tangan. Pemuda-pemuda setengah telanjang melukai dirinya, didera sampai menjadi merah. Dengan cambuk yang tajam dan ganas mereka mengorbankan darahnya kepada Tuhan. Sekarang kota-kota Iran pada hari Hasan Husein sepi. Tak ada pesta, tak ada nyanyian, tak ada darah. Rupanya Allah tidak mau.

Ibadah yang wajar ialah …
Bukan gedung raksasa, bukan menyiksa diri, bukan pembakaran buku, gedung atau lilin, bukan corong-corong yang main pasar malam.

Ibadah yang wajar ialah …
Menolong anak yatim, mengunjungi orang yang ditahan di penjara, membantu janda-janda yang oleh hakim diperlakukan dengan tidak adil, merawat orang sakit, mengajar yang bodoh, mengubur yang mati, dst.

Beranjak dari sana, kita diajak untuk melihat bagaimana cara penilaian di hari akhir. Segala hal yang agung di dunia, yang fanatik, yang merasa sudah benar karena sudah omong agama semasa hidupnya, yang hanya omong besar dan bohong,  semuanya dicampakkan ke dalam neraka. Lalu Tuhan berkata, ergo sum veritas (Akulah Kebenaran). Tuhan menilai sebagai insider, menilai dengan cinta dan jujur. Maka jangan membuat Tuhan marah, dengan menempatkan dewa asing di samping-Nya. Tuhan nomor satu dan Tuhan hanya satu.

Pemikiran sempit di bidang agama menciptakan suatu bayangan ilahi yang penuh politik, takhayul atau simbolik yang tidak berlaku lagi. Whitehead melukiskan Tuhan sebagai hal yang tak terhingga tipis, suatu arah, bukan barang, bukan hal yang ada atau bukan ide.

Memilih Tuhan adalah memilih arah, kalau semua hilang, kita diarahkan tetap percaya

Adakah yang pernah mengamati dengan seksama wajah orang yang meninggal? Kadang ekspresinya heran dan putus asa. Mungkin mereka melihat, bahwa lingkungan, waktu, ruang, bunyi, dan warna runtuh dengan pembukaan jalan yang menuju jurang. Ternyata loncat ke dalam alam kekal rasanya sangat mengejutkan.

Sadarkah kita bahwa eksistensi tidak mempunyai corak yang memberi kenyataan, karena eksistensi itu sendiri corak yang paling luas, dan corak itu tidak mendasarkan dirinya. Manusia tidak tahu dari mana asalnya atau kemana perginya, dan kalau tidak ada tangan yang dapat dipegang, dia takut dan merasa putus asa.

Lalu bagaimana dengan presence? Presence (hal sekarang, hal yang ada) ialah hal yang akan jadi dan menimbulkan harapan atau ketakutan, sedangkan jalan atau hal mengada ialah hal yang sudah lewat dan yang meninggalkan jejak yang kita cari. Melihat, mendengar, mimpi, merasa, dan berpikir tak lain merupakan bagian dari aliran waktu, das sein, dengan badan sebagai hal yang tidak sadar. Dunia menampakkan diri dengan suatu skenario dari waktu dan ruang, tetapi bagaimana hal itu dikonstruksikan dalam noesis (segi mengalami) dan noema (segi dialami), memang tidak disadari. Satu hal pasti, badan mempunyai batas dan kalau badan hilang, waktu juga hilang.