Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an

Judul: Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an
Penulis: Mahdi Ghulsyani
Penerbit: Mizan, 1988
Tebal: 160 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Harga: Rp. 50.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Usaha besar-besaran yang dilakukan oleh para kholifah dan ulama’ klasik terdahulu dalam mengadopsi karya-karya filsafat, sains dan kedokteran Yunani –walaupun tidak di dapatkan secara utuh– telah mengalirkan khazanah kebudayaan dan peradaban Yunani yang amat kaya ke dalam masyarakat muslim. Al-Kindi, Al-Farabi dan Ibnu Shina, barangkali hanya beberapa gelintir saja dari filosof dan pemikir muslim yang muncul pada saat itu, di mana mampu mendobrak dunia intelektual dan peradaban Islam. Dan hal ini mungkin menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Walaupun pada akhirnya didomonasi oleh Barat.

Namun, di satu sisi banyak pula para pemikir di kalangan muslim yang menentang pemikiran Yunani. Al-Ghazali, seorang ulama’ besar dan sangat berpengaruh di dunia Islam adalah salah satu penentang filsafat yang sangat gigih, hal ini diwarnai dengan perdebatan sengit tentang logika dalam khazanah kajian filsafat Islam. Anggapan bahwa filsafat telah melampaui wewenangnya adalah inti kritiknya terhadap filsafat, dengan karyanya yang berjudul Takhafudz Al-Falasifah. Dan pemikiran Al-Ghazali ini kemudian berpengaruh besar terhadap dunia intelektual dan peradaban Islam.

Fenomena di atas kemudian berkembang pada persoalan-persoalan tentang ilmu serta konsepnya. Al-Ghazali sendiri lewat karyanya Ihya’ Ulum Al-Din mengklasifikasikan ilmu menjadi ilmu agama dan non-agama, bagi Al-Ghazali, ilmu yang harus banyak dipelajari adalah ilmu teologi, seperti pengetahuan tentang Tuhan, sifat-sifat, perbuatan-perbuatan serta perintah-perintah Ilahi. Sedangkan ilmu selain itu dianggap ilmu yang mubah dan tercela mempelajarinya, secara umum bagi Al-Ghazali ilmu yang wajib dicari menurut agama adalah terbatas pada pelaksanaan kewajiban-kewajiban syari`at Islam yang harus diketahui dengan pasti.

Dikotomi serta penafsiran ilmu seperti ini –yang pasti terjadi– kemudian adalah miskonsepsi (kesalahan pemahaman) di kalangan umat Islam. Bahwa ilmu non-agama terlepas dari Islam dan mencarinya merupakan pekerjaan yang mubadzir belaka, dan ini berdampak sangat besar sekali di dunia intelektual Islam. Sehingga kemudian di dunia sains, umat Islam hanya menjadi penerima dan hanya bisa bergantung pada orang lain. sehingga kemudian sikap umat Islam sendiri terhadap sains tidak lagi netral, bebas nilai dan obyektif, dan sekaligus menepis ke-universal-an Islam terutama dalam memahami ilmu, bukan seperti apa yang telah dijelaskan dalam kitab suci Al-Qur’an.

Dr. Mehdi Golshani pakar al-Qur’an dan guru besar fisika Universitas Teknologi Syarif, Iran lewat bukunya yang berjudul Filafat Sains Menurut Al-Qur’an. Dengan pengalamannya yang tidak diragukan mencoba membaca dan kemudian dengan tegas menjelaskan konsepsi tentang ilmu dalam Islam sebagaimana yang diungkapkan dalam kitab sucinya (Al-Qur’an). Dengan kegigihan dan kepolosan serta keorsinilitasannya, ia mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar yang kerap diajukan mengenai sikap muslim terhadap sains modern.

Bagi Golshani mencari ilmu tidaklah terbatas pada ajaran khusus syariah, akan tetapi juga berlaku untuk setiap pengetahuan yang dapat menjadi alat untuk megetahui serta mendekatkan diri pada Tuhan. Karena ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dijadikan sebagai alat untuk mengetahui dan mendekatkan diri pada Tuhan, baik ilmu teologi, fisika, biologi dan sebagainya pada dasarnya adalah alat untuk mencapai pada kedekatan serta pemahaman terhadap Tuhan dan ciptaannya. Hal ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam wahyu, di mana konsep ilmu dijelaskan sangat luas tidak terbatas pada ilmu-ilmu kalam ataupun teologi saja, banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang pentingnya mencari ilmu baik ilmu tentang alam maupun sosial yang semuanya dalam satu tujuan, yaitu sebagai alat untuk bertaqorrub kepada Tuhan.

Secara eksplisit ini berarti bahwa ilmu tidaklah terbatas pada belajar prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama saja akan tetapi segala sesuatu yang bermanfaat. Namun, semua itu harus tetap berpegang teguh terhadap iman, karena tanpa iman ilmu tidaklah memiliki tujuan, dan hanya kejahilan dan kedzalimanlah kemudian yang muncul.

Dalam upaya kerasnya untuk mengembalikan penguasaan muslim atas sains menurut Golshani ada beberapa hal yang harus dilakukan. Mungkin sebagai langkah awalnya adalah kita harus mempelajari seluruh ilmu yang berguna dari orang lain dan bersifat obyektif. Kita dapat memebebasakan pengetahuan ilmiah dari penafsiran-penafsiran materialistik Barat dan mengembangkannya ke dalam konteks pandangan dunia dan ideologi Islam.

Buku ini bisa dibilang sangat sederhana karena di dalamnya setiap halaman ada kutipan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits serta disertai dengan kesimpulan-kesimpulan yang sangat straight forward, dan tidak ada perdebatan yang seharusnya itu terjadi. Namun sangatlah sulit mencari buku seperti ini, di mana sangat sistematis dalam membahas konsep Islam tentang ilmu dan secara langsung meletakkannya dalam konteks sains modern yang digeluti oleh penulis. Serta kecerdikannya dalam menarik kesejajaran antara gagasan sains Islam dengan gagasan sains teistiknya berdasarkan konseptual agama dan kitab sucinya.

Mungkin apa yang dilakukan oleh penulis bisa menjadi pijakan awal serta merangsang bagi para ilmuan muslim untuk memberikan lebih banyak waktu dan tenaganya pada persoalan yang amat penting ini. Dalam upaya untuk membangkitkan serta mengembangkan pengetahuan keilmuan di dunia muslim.