Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah Kebangsaan Indonesia

Judul: Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah Kebangsaan Indonesia
Penulis: Wahid Hasyim, dkk
Penerbit: LKiS, 1999
Tebal: 61 Halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Stok kosong


Sejak mulai  awal berdirinya, hingga kini, agaknya nama Indonesia tidak pernah  lepas dari Konstalasi Dunia (global). Dalam Sejarah Indonesia, banyak bukti menunjukkan bahwa Indonesia sering dikendalikan oleh wacana “Asing” yang Kadang berwatak Imprealistik. Bangsa Indonesia sering dijejali atau terpakau dengan wacana dari “luar” yang (kadang) membuat Indonesia masuk dalam Lingkarang Hegemoni. Sebut saja misalnya kosakata berikut: Nasion-State (Negara-Bangsa), Politik Etis, Nasionalisme, Demokrasi, Developmentalisme (Pembangunanisme) Dan Sebagainya. Persoalannya bukan sekedar dikotomi antara “Barat” dan “Timur”  yang berwatak Dangkal dan Picik itu, akan tetapi adalah pada soal bahwa Wacana-Wacana diatas yang (Kebetulan) berasal dari Barat itu sering berefek Menjajah dan Menelikung.

Indonesia lantas tidak sekedar masuk dalam lingkaran wacana (Barat) yang menggerus dirinya, akan tetapi juga masuk dalam cengkraman Imprealisme Global yang sangat Hegemonik. Indonesia dijajah dan dikendalikan, misalnya dalam Aspek Sosial, Politik, Ekonomi, Ideologi, Budaya dan Seterusnya. Dan Gurita Imprealisme yang Hegemonik, yang Menjajah dan Menelikung, Indonesia (Juga Negara-Negara Berkembang Lainnya) itu bernama Kapitalisme Global. Dominasi Kapitalisme Global itu, hampir-hampir telah Menyeluruh dan Total. Dari dulu hingga kini, betapa banyak peristiwa dan sejarah ditanah air yang dicampurtangani bahkan dibikin atau direkayasa oleh Imprealisme/Kapitalisme Global. Kita kadang terperangah dan sama sekali tidak menyadari hal itu. Sebut saja diantaranya: Drama Politik PKI, keruntuhan  Orde Lama dan naiknya Orde Baru, Peristiwa Malari, Berbagai Pemberontakan Sparatis Di Tanah Air, Infasi, Dan Penyerbuan Ke Timor-Timor, Tumbangnya Soeharto (Orde Baru), Euphoria Reformasi dan Masih Banyak Lagi.

Maka, sebuah upaya untuk melakukan perubahan di Tanah Air, tanpa mengaitkannya dengan Struktur Kapitalisme/Imprealisme Global, tentu akan menemui jalan buntu. Soalnya upaya Demokratisasi tidak sekedar berhadapan dengan  negara  (kekuasaan ), militer, elit politik, elit ekonomi, dan semacamnya, akan tetapi secara lebih luas dan lebih dalam akan berhadapan dan membentuk struktur kapitalisme-imprealisme global yang Dominatif dan Hegemonik. Untuk itu, “Pembacaan Ulang” terhadap sejarah kebangsaan Indonesia serta Analisis dan Pembongkaran terhadap wacana kapitalisme-imprealisme global tentu sangat urgen bagi upaya Civic Education (Pendidikan Politik untuk Warga Negara), soalnya sebagaimana ditulis dalam buku yang ada di tangan Anda ini, “Setiap Upaya Diagnosa Dan Terapi Atas Persoalan Yang Terjadi  Di Indonesia Tanpa Melihat Keterkaitannya Dengan Konstelasi Global, Niscaya Akan Menemui Kegagalan”.

Buku Telikungan Kapitalisme Global  dalam Sejarah Kebangsaan  Indonesia  ini, merupakan “Pembacaan Ulang” yang Cerdas, Tajam, Padat, dan sudah barang tentu Provokatif terhadap sejarah kebangsaan Indonesia, dari dulu hingga kini, mulai dari era berdirinya Indonesia hingga bercokolnya dinasti Kapitalisme Global, mulai dari era-era awal Indonesia ditemukan, hingga Era Reformasi seperti saat ini. Beberapa sisi “Pembacaan Ulang”nya mungkin tidak asing bagi telinga kita, akan tetapi juga ada beberapa sisi bahkan banyak diantaranya yang kadang belum kita ketahui, dan untuk itu mengejutkan kita. Salah satu keunggulan Analisis Penulisan buku ini adalah terletak pada Sistematika, keruntutan dan keutuhannya dalam menganalisis dan data disana-sini yang tergolong baru dan otentik, bahkan tidak kita temukan dalam discourse dan wacana “Resmi” yang kita kaji dan kita kunya selama ini.

Penulis buku ini, Hasyim Wahid (yang sebenarnya layak diberi predikat Kiai Haji), agaknya punya indera ke enam, ketajaman dan kemampuan Intelejen serta Informasi Alternatif yang tidak dipunyai oleh orang kebanyakan. maka mungkin bisa dimaklumi jika buku ini nanti memicu Kontroversi dan Polemik, serta mengundang Pro dan Kontra. Hasyim Wahid, yang akrab dipanggil Gus Lim, agaknya merupakan sosok “Misterius” yang entah mengapa sering menghindar dari publikasi. Adik KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini adalah sosok yang aktif bergerak dalam lipatan-lipatan sejarah di tanah air, ikut menceburkan diri dalam arus perubahan, tetapi lebih sering berada di belakang layar, dari pada menampakkan diri di media massa dan hingar bingar publikasi. Diam-diam, Gus Lim sebenarnya merupakan sosok nyentrik yang punya mobilitas sosial dan basis Intelektual /Konseptual yang memadai. Dia tipe petualang ide yang mengasah pemikirannya secara otodidak. Kemisteriusan atau keajaiban?. Gus Lim sebagai sosok sipil misalnya terletak pada  “Mata Rangkap” dan kemampuan Intelejennya dalam menangkap beberapa fenomena yang merupakan hal yang rahasia, seperti kita baca dalam (beberapa Bagian) buku ini.

Analisis tentang indonesia dan konstelasi global dalam buku ini secara sederhana dibagi dalam tiga fase sejarah dengan berbagai varian di dalamnya, yaitu periode pra-kemerdekaan yang dibatasi pada masa munculnya semangat nasionalisme, masa kemerdekaan dibawah pengaruh perang dingin, dan masa Orde Baru yang berjuang pada era reformasi. Dalam buku ini, Gus Lim Banyak menganalisis dan melontarkan hal-hal yang menurut persepsi umum “tidak dikatakan” dan”tak terkatakan” sekaligus.

Maka jangan heran, setelah memunculkan data, argumentasi dan analisis yang cukup menyakinkan, berbeda dengan optimisme dan heroisme publik yang kadang naif, Gus Lim memandang bahwa gegap gepita “perubahan” yang telah, sedang dan akan terjadi pada era tumbangnya soeharto (Orde Baru) dan setelahnya adalah sekadar merupakan episode dari pentas “Opera Sabun Reformasi”, suatu kosakata yang bernada sinisme, namun sekaligus jenaka dan berbau komedi. Meski menkritik dan menohok setajam itu, Gus Lim tetap tidak kehilangan optimisme, dalam buku ini dia juga menawarkan beberapa  alternatif yang layak kita coba, pada saat ini maupun dimasa mendatang.

Buku  yang singkat, padat dan (mungkin) memicu perdebatan ini agaknya memerlukan elaborasi, lacakan yang dilontarkan sangat perlu dikeroyok dan diperluas secara lebih baik dan apresiatif. Bacalah dan bersiaplah menjemput ” kesadaran” Baru