Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Novel Anak Perawan di Sarang Penyamun

Judul: Anak Perawan di Sarang Penyamun
Penulis: Sutan Takdir Alisjahbana
Penerbit: Dian Rakyat, 1991
Tebal: 112 halaman
Kondisi: Bekas (jilid lepas)
Terjual Serang


Keluarga kaya raya dirampok oleh kelompok penyamun. Bapak dan ibu dibunuh, tapi anak perempuan tidak. Anak perawan tadi lalu dibawa ke sarang penyamun. Disana dia tahu bahwa pimpinan penyamun bukanlah berniat jadi perampok. Lama-lama pimpinan penyamun tadi sadar. Perempuan ini  akhirnya bersimpati juga. Mereka pindah ke Pagar Alam, lalu membina rumah tangga bersama. Keluarga mereka menjadi sukses, dermawan, dan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya.

Di Pagar Alam ada saudagar kaya bernama Haji Sahak yang mempunyai keluarga bahagia. Istrinya bernama Nyai Hajjah Andun. Mereka memiliki seorang anak gadis yang bernama Sayu.

Suatu hari mereka bertiga pergi berdagang ke Kota Palembang. Mereka membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya.

Tanpa diduga, di dalam perjalanan rombongan keluarga Haji Sahak dicegat oleh gerombolan perampok yang di pimpin Medasing yang dikenal sangat kejam. Haji Sahak, istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh perampok itu.

Untunglah anak perawan Haji Sahak yaitu Sayu tidak mereka bunuh. Lalu Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.

Di sarang penyamun tersebut, datanglah anak buah Medasing bernama Samad yang tugasnya sebagai pengintai. Dia datang untuk minta bagian hasil perampokan pada Medasing. Tapi selama Samad berada di sarang penyamun itu, rupanya dia tertarik pada Sayu yang memang sangat cantik.

Tanpa sepengetahuan kawan-kawan perampoknya, Samad ingin membawa Sayu lari dari Sarang penyamun itu. Dia membisikkan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.

Pada mulanya Sayu terbujuk oleh janji-janji Samad itu, dan mau dibawa lari oleh Samad. Tapi kemudian dia mulai tahu dan menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Sayu mulai ragu dan tidak percaya dengan Samad dan janji-janjinya.

Pada hari ketika Samad mengajak melarikan diri, Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Dengan berat hati Sayu memilih untuk sementara akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.

Seiring berjalannya waktu, Sayu jadi tahu bahwa meskipun kelompok Medasing sering sukses merampok, ternyata dalam perampokan-perampokan selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perampokan yang mereka lakukan sebenarnya karena rahasia perampokan mereka selalu dibocorkan oleh Samad.

Dia sering membocorkan rahasia Medasing kepada Saudagar dan pedagang kaya yang hendak mereka rampok. Akibatnya, tiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang sengit.

Lama-lama anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Hingga pada suatu hari anak buah Medasing tinggal seorang saja, yaitu Sanip. Medasing merasa sangat sedih menerima kenyataan pahit ini.

Kesedihan Medasing makin memuncak, karena ketika perampokan yang terakhir, Sanip orang yang paling dia sayangi itu terbunuh. Medasing sendiri terluka parah. Namun bisa menyelamatkan diri.

Sekarang di sarang penyamun itu tinggal Sayu dan Medasing saja, setelah Sanip meninggal. Ketika Medasing terluka parah, Sayu bingung sekali. Dengan penuh rasa khawatir rasa takut, Sayu melihat luka Medasing dari dekat.

Sayu tidak tega melihat Medasing dalam keadaan parah. Hati nuraninya tergerak hendak mencoba merawat luka-luka yang diderita oleh Medasing.

Mulanya Sayu begitu takut sama Medasing. Antara perasaan hendak menolong dengan perasaan takut berkecamuk dalam hati Sayu. Dia takut pada Medasing, sebab bagaimanapun Medasing adalah seorang pemimpin perampok yang kejam.

Medasing sudah beberapa kali membunuh orang, termasuk mambunuh kedua orangtua Sayu. Seluruh anak buah Medasing yang jumlahnya puluhan itu tak seorangpun berani melawannya.

Akhirnya Sayu memberanikan diri melihat luka Medasing. Dengan takut-takut dan gemetaran dia mengobati Medasing. Walaupun di dalam hatinya ada perasaan takut dan benci, tapi akhirnya kalah juga oleh perasaannya yang hendak menolong.

Awalnya mereka tidak banyak bicara. Sayu jarang berbicara sebab dia takut pada Medasing. Sementara Medasing sendiri memang mempunyai karakter yang tidak suka berbicara.

Medasing hanya bicara pada hal-hal yang penting saja. Tapi perlahan-lahan antara Sayu dan Medasing ini menjadi akrab juga. Medasing lalu mulai berbicara pengalaman hidupnya.

Ternyata sebelum menjadi seorang penyamun yang sangat ditakuti sekarang ini, Medasing bukanlah keturunan seorang penyamun. Medasing keturunan orang baik-baik.

Keluarga Medasing adalah keluarga kaya, ayahnya adalah saudagar kaya. Pada suatu hari keluarganya dirampok secara ganas oleh segerombolan penjahat.

Orang tua Medasing dibunuh oleh perampok tadi. Karena waktu itu masih kecil sekali, maak Medasing tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut, lalu dibawa ke sarang gerombolan.

Bos penyamun itu tidak punya anak, oleh karena itu Medasing sangat disayanginya. Lalu dia diangkat oleh kepala penyamun sebagai anaknya. Setelah ayah angkatnya meninggal dunia, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing.

Ternyata gerombolan perampok yang dia pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Medasing sendiri tak pernah bercita-cita hendak menjadi penyamun, apalagi menjadi pimpinan perampok.

Karena sejak kecil hidupnya selalu berada di dalam lingkungan, sehingga Medasing tidak tahu pekerjaan lain selain merampok.

Hati Sayu menjadi luluh juga mendengar penuturan Medasing tentang sejarah hidupnya.

Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan menjadi luntur. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang tulus, Sayu merawatnya sampai sembuh.

Akhirnya persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya.

Medasing akhirnya setuju dengan ajakan Sayu, karena dia sadar akan kenyataan. Kemudian mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam.

Ketika sampai di kota Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah Sayu.  Namun sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik orang lain.

Berdasarkan informasi dari penghuni baru itu diketahui bahwa ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampong. Mendengar itu, kedua orang ini langsung pergi ke tempat Nyai Haji Andun.

Ternyata Nyai Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Dia hanya terluka parah dan berhasil sembuh kembali.

Kini dia tinggal sendirian di ujung kampong dengan keadaan sakit keras. Dia sering menggigau anaknya yang dibawa perampok.

Untunglah pada saat ibunya sedang kritis, Medasing dan Sayu muncul dihadapannya. Nyai Haji Andun sangat senang bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu.

Tapi  sayang, ternyata pertemuan ini adalah pertemuan terakhir bagi mereka. Ibu Sayu akhirnya meninggal dunia.

Setelah itu hati Sayu menjadi sedih. Begitu pula Medasing lebih hancur lagi hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini. Medasing jadi sangat menyesal.

Dia sangat malu dan berdosa pada Sayu dan keluarganya. Bahkan dia ada niat untuk menjauh dari Sayu.

Mulai saat itu hidup Medasing jadi berubah total. Dia menjadi seorang pengusaha sukses yang sangat penyayang pada siapa saja.

Medasing dan Sayu pun sudah menikah. Mereka membina rumah tangga bersama.

Lima belas tahun kemudian Medasing dan Sayu menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ketika kembali dari Mekah, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangan mereka.

Medasing kemudian merubah namanya menjadi Haji Karim. Bersama dengan Sayu, Haji Karim membina keluarga yang bahagia dan dermawan pada penduduk sekitar. Keluarga mereka menjadi terkenal karena kebaikannya.