Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Negara, Kapital, dan Demokrasi

Judul: Negara, Kapital, dan Demokrasi
Penulis: Mohtar Mas'oed
Penerbit: Pustaka Pelajar, 1994
Tebal: 143 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Terjual Jakarta Utara


Hampir tak ada yang menyangkal bahwa pemerintah Orde Baru telah menunjukkan prestasi bagus dalam upaya pembinaan bangsa. Upaya pembinaan komunitas politik yang utuh secara teritorial umumnya dinilai berhasil. Walaupun masih ada persoalan ketimpangan pembagian kue hasil pembangunan sehingga bisa meng- ganggu kerukunan antarkelas sosial-ekonomi, dan walaupun ketegangan antarpaguyuban primordial masih sulit dihapus sepenuhnya.

Upaya pemerintah dalam pelembagaan politik juga berhasil men- ciptakan kehidupan politik yang lebih tertib dan efisien. Sekalipun begitu, umumnya diakui bahwa republik ini masih meng- hadapi persoalan politik yang mendasar. Pembangunan politik belum memberi peluang bagi partisipasi politik yang memadai. Stabilitas politik belum mencakup rasa aman dari warga masyarakat untuk mewujudkan kontrol sosial. Masyarakat yang lemah belum diberi peluang untuk mengorganisasikan diri guna membela kepentingannya, dan lembaga-lembaga konstitusional belum berfungsi sebagaimana dijamin UUD 1945.

Berdasar pengamatan terhadap berbagai pernyataan dan praktek politik Orde Baru, Mohtar Mas'oed hendak mengajukan jalan ber- pikir para elite politik pembuat keputusan mengenai pem- bangunan. Walaupun menurutnya sangat menyederhanakan, argumen itu mudah dibuktikan.

Pada mulanya adalah krisis (I). Orde Baru muncul sesudah ter- jadi krisis besar politik dan ekonomi. Cara elite politik memandang dan menafsirkan tantangan (II) itu melahirkan strategi ekonomi yang berorientasi keluar (III). Suatu strategi yang dilahirkan dalam suasana penuh urgency dan emergency. Un- tuk mendukung strategi ekonomi itu diperlukan resep politik yang dianggap bisa menjamin maksimalisasi produktivitas ekonomi dan minimalisasi konflik sosial (IV). Karena itu, yang muncul adalah strategi politik yang didesain untuk menciptakan tertib politik (V).

Pada aras struktural, kondisi ini mengharuskan, antara lain, pengembangan proses pembuatan keputusan yang efisien. Proses pembuatan keputusan yang teknokratis, yang menghindarkan proses musyawarah yang bertele-tele, umumnya lebih diutamakan. Pada aras perilaku, yang terjadi adalah pendisiplinan dan pengendalian politik masyarakat secara ketat.

Pengaturan politik ini kemudian mengakibatkan sistem politik Orde Baru menjauh dari cita-cita demokrasi politik. Praktek politik demi ketertiban itu membuat masyarakat menjauh dari kehidupan berpolitik yang sehat. Kalau ini benar, ancaman ter- hadap kehidupan politik yang sehat jelas terpampang di hadapan kita.

Sementara itu, kebutuhan akan mitra dalam masyarakat yang secara efektif bisa membantu penerapan program pembangunan ekonomi _ yang menekankan pertumbuhan secara cepat _ membuat pemerintah bersikap bifrontal dalam menghadapi masyarakat. Yaitu, terhadap mereka yang bisa menunjukkan kemampuan tinggi dalam upaya akumulasi kapital, pemerintah bersedia membuka diri. Namun, terhadap mereka yang tak memiliki kemampuan, pemerintah umumnya menutup diri. Sikap pemerintah yang cenderung melonggarkan kendali ketika menghadapi para pengusaha besar dan memperketat kendali ketika menghadapi serikat buruh, jelas menunjukkan posisinya yang mendua (halaman 91).

Mohtar Mas'oed (staf pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada) menilai, pelembagaan politik dan pemerintahan yang sangat menonjol selama Orde Baru adalah penciptaan birokrasi kembar sipil dan militer, yang berfungsi dominan di setiap jenjang administrasi teritorial pemerintahan, dari pusat sampai ke desa. Ini adalah jenis birokrasi yang mungkin tak dikenal oleh Max Weber. Sementara teoretikus Weber memandang birokrasi umumnya muncul untuk menangani fungsi koordinasi kegiatan yang makin kompleks sesuai dengan tingkat modernitas masyarakatnya, birokrasi yang muncul di Indonesia adalah yang lebih berfungsi sebagai pengendali dan pendisiplin masyarakat.

Demokratisasi atau proses transisi dari otoriterisme menuju demokrasi yang terjadi sejak pertengahan 1970-an, dewasa ini telah menjadi satu topik yang memperoleh tempat utama dalam agenda studi ilmuwan politik. Masa yang diwarnai the wind of change, yang melanda kira-kira 35 negara ini, setidaknya mendorong para ilmuwan dan aktivis politik Indonesia untuk menggelar berbagai forum diskusi, melakukan penelitian, menelaah berbagai hasil studi mengenai demokratisasi, dan mengamati perkembangan global dengan memanfaatkan sarana pemantauan. Itu semua dilakukan untuk mengetahui bagaimana prosesnya dan kondisi apa yang memungkinkan berlangsungnya perubahan demokratis di masyarakat yang sebelumnya otoriter itu. Dalam kaitan ini, cukup sah kalau orang menuntut ilmuwan politik menjelaskan mengapa dan bagaimana semua itu terjadi. Inilah yang dicoba Mohtar Mas'oed dalam buku ini.

Adig Suwandi