Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Indonesia Raya Dibredel

Judul: Indonesia Raya Dibredel
Penulis: Ignatius Haryanto
Penerbit: LKiS, 2006
Tebal: xxviii + 327 halaman
Kondisi: Baru stok lama (segel)

Harga Rp 45.000,- (belum ongkir)
Order SMS: 085225918312


Lebih dari tiga puluh tahun lalu, sejumlah pers ditutup setelah meletus peristiwa 15 Januari 1974 (Malari). Koran Indonesia Raya adalah salah satu korbannya. Bagi koran asuhan Mochtar Lubis ini, bukan pertama kalinya pembredelan itu terjadi, tetapi yang terakhir ini justru membuat koran itu mati selama-lamanya. Koran yang dikenal kritis, antikorupsi, antipenyelewengan, dan memperjuangkan aspirsi masyarakat bawah.

Sekarang, Indonesia Raya mungkin tinggal legenda. Tapi, kemunculannya di masa silam menjadi saksi bisu pergulatan panjang "pers merdeka" melawan kesewenang-wenangan penguasa.

----

Mochtar Lubis melewati pusat pertokoan Senen, Jakarta, yang telah hangus dilalap api. Sehari sebelumnya, sekelompok massa merusak dan membakar kawasan tersebut. Inilah 'Malapetaka 15 Januari' atau Malari yang Rabu esok genap 40 tahun.

Pagi itu, 16 Januari 1974, Pemimpin Redaksi Indonesia Raya tersebut akan terbang ke Paris, Prancis. Ia menuju bandar udara Kemayoran. Kendali atas koran diserahkan ke Wakil Pemimpin Redaksi Enggak Bahau'ddin.

Di hari-hari itu, tiras Indonesia Raya sekitar 30 ribu-40 ribu eksemplar. Kalah dari Merdeka (sekitar 80 ribu), Kompas dan Berita Yudha (masing-masing 75 ribu), dan Sinar Harapan (65 ribu). Tapi, Indonesia Raya dihormati karena liputan-liputan investigasi. Misalnya, menyangkut korupsi di Pertamina.

Saat Mochtar masih di Paris, 21 Januari 1974, Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Daerah (Kopkamtibda) Jakarta mencabut surat izin cetak (SIC) Indonesia Raya. Tak boleh terbit lagi. Koran ini dianggap telah mempublikasikan tulisan-tulisan yang dapat merusak kewibawaan pemerintah dan menghasut rakyat sehingga Malari meletus.

Beberapa bulan sebelum Malari, demo-demo mahasiswa telah marak. Mereka memprotes strategi pembangunan nasional, maraknya korupsi, dan keberadaan asisten presiden (Aspri) presiden yang dianggap menyimpang. Koran-koran memberitakan itu semua. Bahkan, dinilai memprovokasi.

Selanjutnya, juga dicabut SIC untuk Harian KAMI, Abadi, The Jakarta Times, Pemuda Indonesia, dan Wenang. Beberapa hari sebelumnya, Nusantara, Suluh Indonesia, dan Mahasiswa Indonesia juga diberangus. Setelah itu, Pedoman dan Ekspres juga menemui ajal di tangan penguasa.

Hal menarik, Ekspres dikenal dekat dengan kelompok Jenderal Ali Moertopo, salah seorang Aspri. Tapi, majalah itu pun tak lolos dari pembredelan. Padahal, kata sejumlah analis, pembredelan mengincar koran-koran yang dianggap berpihak ke Pangkopkamtib Jenderal Soemitro.