Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis "Misoginis"

Judul: Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis "Misoginis"
Penulis: Hamim Ilyas, dkk.
Penerbit: Elsaq Press, 2010
Tebal: 365 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 60.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312

Buku ini merupakan kumpulan makalah dari diskusi bulanan tentang "Hadis-hadis Misoginis" hasil kerjasama Pusat Studi Wanita IAIN Sunan Kalijaga dengan Ford Foundation. Selain makalah yang dibukukan juga dilengkapi paparan tambahan dan penjelasan sebagai respon balik atas tanggapan dari peserta diskusi.

Sampai saat ini anggapan bahwa perempuan adalah makhluk imperior, belum hilang dalam kesadaran masyarakat kita, sekalipun kesetaraan laki-laki perempuan sudah sangat sering dikampanyekan. Ungkapan klasik yang masih sering terdengar hingga kini: perempuan adalah ‘kanca wingking’, ‘kurang akal dan agamanya’ seolah menjadi bagian dari perilaku dan budaya bangsa yang sudah dihilangkan. Tak pelak, ini berimplikasi kepada pembatasan peran perempuan untuk berpartisipasi aktif di sektor publik.

Anggapan semacam ini pada perkembangannya mendapatkan justifikasi dalam dalil agama yang dalam kehidupan manusia diyakini sebagai sesuatu yang paling fundamental dan berpengaruh besar terhadap proses pembentukan struktur dan kesadaran masyarakat. Tiga agama besar dunia, misal — Yahudi, Kristen dan Islam — mengenal ajaran tentang turunnya manusia pertama di dunia yang hampir sama yaitu terusirnya Adam dan Hawa dari sorga disebabkan bujuk rayu Hawa melanggar larangan Tuhan dengan memetik buah khuldi. Pelanggaran Adam ini menyebabkan keduanya terusir dari surga, terlempar ke dunia menuju kehidupan penuh penderitaan. Kisah ini dalam pandangan feminis dinilai sebagai sumber utama munculnya stereotype patriarkhi, artinya perempuan dipandang sebagai sumber dosa dan penggoda pria sehingga laki- laki terjerumus dalam lembah dosa.

Dalam Islam, selain Alquran juga dikenal hadis yang menjadi salah satu sumber otoritatif. Ia ikut menentukan doktrin-doktrin teologis di kalangan umat pemeluknya. Pada gilirannya, setelah doktrin itu diterima luas, maka Hadis bisa mempengaruhi budaya mereka atau bahkan mempersatukannya.

Hadis adalah segala perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi yang memberikan penjelasan atau persoalan dalam momentum waktu tertentu. Karena keberadaaannya sebagai penjelas aplikatif terhadap wahyu normatif, maka hadis tidak dapat dipisahkan dari historitas-sosiologis-psikologis masyarakat setempat dalam sebuah kurun waktu. Inilah sebabnya, banyak dijumpai varian hadis yang secara khusus memberikan penjelasan terhadap kondisi spesifik dan tidak yang lain lain seperti dapat kita jumpai hadis yang secara harafiah menunjukkan kebencian terhadap perempuan dan memuja laki-laki. Hadis yang mencitrakan negatif dan memandang rendah perempuan dalam studi hadis dikenal dengan istilah ‘hadis misoginis’.

Buku ‘Perempuan Tertindas’ ini secara khusus membahas hadis-hadis misoginis, hadis yang mencitrakan buruk perempuan. Paling tidak terdapat tiga hal penyebab pandangan misoginis. Pertama pandangan reduksionis terhadap makna hadis. Disadari bahwa sebuah hadis sebagaimana Alquran tidak turun dalam ruang hampa, ia sangat terkait dengan konteks sejarah dalam merespons zamannya. Sehingga apa yang secara harafiah tersabdakan dalam zaman dan waktu tertentu tidak secara universal berlaku umum. Maka sangat dimungkinkan reinterpretasi sabda yang sesuai konteks zaman.

Kedua bercampurnya pandangan budaya dengan hadis, sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. Arab adalah bangsa yang kaya tradisi dan budaya, sehingga setelah kerasulan Nabi pandangan budaya sering digunakan sebagai justifikasi makna hadis. Dan ketiga pengaruh cerita Isroliyat, Muhammad adalah Nabi terakhir dan diutus untuk menyempurnakan risalah Tuhan sebelumnya. Sehingga apa yang disabdakan Nabi pada saat itu sering dikaitkan dengan cerita, mitos atau keyakinan sebelumnya yaitu cerita dan mitos Bani Isroil. Hal inilah yang akhirnya mempengaruhi pemaksaan dan interpretasi hadis.

Merupakan sebuah kebutuhan untuk meneliti dan menafsirkan kembali hadis-hadis misoginis ini untuk memperoleh pandangan dan budaya baru yang mendukung terciptanya relasi laki-laki perempuan yang adil secara jender. Sehingga keberagamaan umat menjadi dewasa dan sesuai dengan idela yang dicita-citakan Alquran.

Meski buku ini adalah kumpulan penelitian — bukan buku utuh — dari para pendekar jender, namun secara tematik buku ini cukup menggali akar-akar kebencian terhadap perempuan dan memberikan interpretsi baru terhadap hadis. Dalam konteks inilah buku ini perlu dibaca.