Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Pokok-pokok Gerilya (A. H. Nasution)

Judul: Pokok-pokok Gerilya dan Pertahanan Republik Indonesia di Masa Lalu dan yang Akan Datang
Penulis: A. H. Nasution
Penerbit: Narasi, 2013
Tebal: 350 halaman (hard cover)
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok kosong

Buku pokok-pokok gerilya karya Jendral Abdul Haris Nasution ini terbit untuk pertama kali pada tahun 1953. Banyak penulis militer dan ahli strategi mensejajarkan nama Nasution dengan Mao Tse Tung, Grivas, Vo Nguen Giap, Roger Trinquier dan Che Guevara. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat strategi dan taktik perang gerilya yang dicetuskan Nasution ini lah Indonesia dapat mengalahkan Belanda yang bersenjata modern dalam perang kolonial II pada tahun 1948-1949. Buku Pokok-Pokok Gerilya karangan Jendral A. H. Nasution ini juga cukup banyak mendapat perhatian dari dunia luar seperti Amerika, Jerman dan Mesir.

Dalam bukunya, Jendral Abdul Haris Nasution atau yang biasa lebih dikenal dengan A. H. Nasution telah banyak memberikan penjelasan yang detail mengenai perang gerilya. Aspek-aspek perang yang mendapat perhatian penting dalam perang gerilya dan merupakan komponen dalam membentuk perang total adalah sebagai berikut : Perang psikologis, yaitu situasi dan kondisi perang dimana salah satu pihak berusaha untuk melemahkan bahkan berusaha untuk meruntuhkan moril lawan sebelum perang sesungguhnya dimulai, sedang di lain pihak berusaha memperkuat dan memperteguh semangat rakyatnya sendiri. Selanjutnya adalah perang politik, yaitu perang  yang berusaha untuk mengurangi jumlah sekutu  dari pihak musuh dan dan memperbanyak musuh musuhnya, dan berbuat sebaliknya untuk diri sendiri.  Selanjutnya adalah perang ekonomi yang berusaha menghancurkan alat-alat dan sumber produksi musuh agar kekuatan mereka menjadi berkurang, dan sembari menghancurkankan produksi lawan maka harus berusaha memperbaiki ekonomi diri sendiri. Pada dewasa ini, perang tidak lagi didominasi oleh ilmu perang yang khusus berkaitan dengan strategi, taktik, dan logistiknya  saja, melainkan melibatkan pula apek politik militer, politik, psikologis, dan sosial ekonomi. Perang bukan lagi menjadi dominasi militer belaka akan tetapi juga politik dan ekonomi. Pimpinan perang bukan lagi yang ada di medan militer saja, akan tetapi medan medan seluruh aspek kehidupan. Syarat-syaratnya tidak lagi tentang pemahaman di dunia kemiliteran, akan tetapi juga pengetahuan yang baik di bidang politik, militer, dan ekonomi.

Perang Gerilya yang terjadi di Indonesia melawan agresi militer Belanda dalam rentang tahun 1947-1949-an memiliki kejadian yang sama dengan apa yang telah terjadi di Amerika Serikat dan Rusia. Dalam tempo yang singkat Belanda merebut kota penting dan jalan jalan utama di pulau Jawa. Otomatis serangan tersebut memukul  mundur tentara tentara Republik Indonesia. Akan tetapi, ending dari agresi Belanda tidak sama dengan apa yang telah terjadi pada Amerika Serikat dan Rusia. Pada saat itu, perang Gerilya yang dilancarkan oleh pasukan Indonesia tidak berfungsi sebagaimana yang dicontohkan oleh dua Negara tadi, melainkan berfungsi untuk membuat Belanda jenuh dan bosan dengan perlawanan yang tiada akhir. Selain itu, Indonesia melalui diplomat-diplomatnya berhasil memenangkan perang politik di luar negeri sehingga dunia Internasional mengecam dan menekan Belanda untuk menghentikan agresi militernya terhadap Indonesia. Perang Gerilya yang dilakukan Indonesia menunjukkan fungsi lainnya yaitu untuk membuat pihak lawan jenuh, frustasi, dan tidak berhasrat untuk melanjutkan peperangan. Perang gerilya Indonesia saat melawan aggressor Belanda menekankan defensive perang gerilya yang sifatnya hanya menahan serangan musuh.

Dengan membaca Pokok-Pokok Gerilya karya Nasution ini sangat besar kemungkinan semangat nasionalisme para pembaca akan berkobar kembali walaupun saat ini sudah berbeda zaman. Dari buku ini pula kita dapat mengetahui tentang perang gerilya sekaligus perjuangan rakyat Indonesia langsung dari sumber atau saksi atau pelaku perjuangan tersebut. Penulisan buku ini sangat Indonesiasentris dimana buku ini termasuk ke dalam historiografi masa revolusi. Adapun ciri-ciri historiografi masa revolusi adalah penulisannya bersifat Indonesiasentris bukan Eropasentris, banyak biografi dari tokoh maupun pahlawan nasional yang diterbitkan, tulisan merupakan ekspresi dalam semangat nasionalistis yang berkobar-kobar dalam periode post revolusi, tokoh-tokoh nasional menjadi simbol kenasionalan serta menjadi indentitas bangsa yang menghilang pada masa kolonial.

Sejarah pada zaman revolusi ini terjadi ketika Indonesia mulai adanya pergerakan untuk mencapai suatu kemerdekaan. Penulis sejarah pada masa pergerakan ini adalah dalam rangka pencarian subyektifitas dari peristiwa sejarah masa lampau. Masa lampau dipelajari bukan hanya untuk pengetahuan semata, tapi juga demi suatu peristiwa yang bisa dijadikan pelajaran pada masa sekarang. Karena peristiwa sejarah itu memiliki keistimewaan yaitu peristiwanya terjadi hanya satu kali saja. Jadi dalam menggali kembali sejarah masa lampau harus benar-benar teliti supaya tidak terjadi kerancauan di kemudian hari.