Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Kentut Kosmopolitan

Judul: Kentut Kosmopolitan
Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Koekoesan, 2008
Tebal: 296 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Terjual Jakarta


65 catatan apik soal Homo Jakartensis yang mencoba bertahan hidup ditengah kemelut kosmopolitanisme Jakarta. Riuh rendah hegemoni wacana hingga realitas tersamarkan seperti kentut yang tak berbentuk namun terasa wujudnya.

Lewat tulisan-tulisan khasnya, SGA menelaah segenap persoalan Homo Jakartensis baik dalam pergulatan antar wacana, hegemoni kelas, hingga perlawanan kelas terpinggirkan. Semua disajikan dalam bahasa filsafat yang populis. Walau mungkin saja beberapa dari kita masih mengernyitkan kening untuk memahami konteks-konteks pemikiran SGA.

SGA membongkar Jakarta lebih dalam dari sudut pandangnya. Kaya akan pengalaman sebagai wartawan dan tukang potret menambah semarak khazanah pengetahuan kita tentang Jakarta. Bahkan sangat dimungkinkan, Kentut Kosmopolitan turut merekonstruksi imaji kita tentang Jakarta. Dekonstruksi semacam itu bisa diterima karena berangkat dari satu realitas objektif tentang Jakarta.

Dilahap selang-seling, buku ini bikin senyum-senyum simpul. Maklum, 65 esai di buku ini seperti mewakili diri sendiri sebagai kaum urban di Jakarta.

Kentut Kosmopolitan sendiri adalah salah satu esai yang akhirnya dijadikan judul buku ini. SGA memaparkan bahwa kentut adalah kebebasan berekspresi, selama tidak dilakukan dalam ritus yang bersifat sakral, kentut sewajarnya bukanlah sebuah aib. Biarkan saja pejabat yang lagi pidato kentut, penyanyi yang sedang ikutan kontes biarkan saja kentut, atau tamu-tamu Istana Negara juga dipersilahkan untuk kentut.

Kentut mungkin melanggar kesopanan, tapi dia juga sesungguhnya tidak dianjurkan untuk ditahan-tahan jika ingin kita tetap sehat. Menahan kentut hakikatnya melawan hukum alam. Lucu juga jika konflik kesopanan dan kesehatan akhirnya harus diatasi dengan kebohongan ala dagang sapi.

Maka tak heran, tokoh sekaliber Semar Badranaya menjadikan kentut sebagai senjata andalan untuk melawan musuhnya. Konon, kentut adalah simbolisasi kejujuran dan kepolosan. Bukankah kita lahir pun dalam keadaan polos dan tak tahu apa-apa?

Selain Kentut Kosmopolitan, salah satu esai yang lumayan menohok adalah 'Menjadi Tua di Jakarta'. Disini SGA mengajukan pertanyaan yang bikin saya sedikit bengong, "Siapkah Anda menjadi tua di kota seperti Jakarta?"