Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku Filsafat Shadra (Fazlur Rahman)

Judul: Filsafat Shadra
Penulis: Fazlur Rahman
Penerbit: Pustaka Firdaus, 2010
Tebal: 391 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
WA 085225918312

Sebagian pakar menyimpulkan bahwa selepas Ibnu Sina dan setelah kritik keras Al-Ghazali terhadap para filsuf, dunia filsafat Islam mengalami kemunduran bahkan kemandegan. Sebagian pakar lainnya menyangkalnya dan menyatakan bahwa dunia Barat hanya tertarik dengan aliran paripatetisme yang kental dengan nuansa Yunani Kuno. Para pembela filsafat Islam menyatakan bahwa pemikiran Islam pasca al-Ghazali dan Ibn Rushd tetap berkembang dan menemukan bentuk kemurniannya, tetapi sayangnya belum dijamah banyak intelektual. Puncaknya, kata mereka, bersintesa dalam pemikiran Mulla Sadra (1622-1641 M). Maka, Mulla Sadra dianggap sebagai puncak dari segala
Filsafat Islam. Benarkah?

Ternyata, ada kelompok ketiga. Kelompok ini menjadi mayoritas: Mereka sangat minim bahkan tidak tahu sama sekali tentang pemikiran Mulla Sadra yang hidup sezaman dengan Descartes, Pascal, Locke, Spinoza ini.

Karena itulah Prof. Fazlur Rahman tergerak untuk menulis buku tentang Shadra al-Din al-Syirazi ini dan diterbitkan tahun 1975. Rahman ingin membongkar mitos kematian filsafat Islam di abad ke-11 dengan mengetengahkan pemikir abad ke-15 ini. Selain itu, Rahman ingin mempublikasikan karya pemikiran "yang sangat orisinil yang mengungkap kaliber intelektual penulisnya yang luar biasa" (hal xxiii) tetapi sangat langka dikaji (hal 1) . Analisa Rahman terutama terfokus pada magnum opus Sadra, al-Asfar al-Arba'ah, yang memang diarahkan Sadra untuk menyatukan peripatetisme dan iluminasionisme —dua aliran terbesar —dengan penemuan sendiri (hal 3). Walhasil, secara sadar, Sadra telah membentuk sintesis besar antara Peripatetisme Ibn Sina, Iluminasionisme Suhrawardi dan Teosofi Ibn' Arabi.

Dengan kritis, Rahman menganalisa satu demi satu pemikiran Sadra yang dibagi dalam tiga bab. Setelah Pendahuluan, Rahman menguraikan pemikiran Sadra di bidang Ontologi, Teologi, serta Psikologi Manusia dan Nasibnya. Pada bab pertama, diuraikan metafisika wujud, sebab-akibat, dan bantahannya terhadap kaum esensialisme. Bab kedua, dia menukik kedalam hakikat wujud dan sifat Tuhan. Sedangkan bab terakhir dikaji tentang hakikat jiwa, eskatologi, dan dan teori pengetahuan, yang terdiri atas persepsi, imajinasi, dan intelek.

Rahman mengungkapkan beberapa orisinalitas Sadra. Diantaranya adalah teorinya tentang Gerak yang merupakan sesuatu hal baru dalam sejarah pemikiran Islam (hal 125).

Walaupun kagum, Rahman tidak segan-segan untuk mengungkap kelemahan pemikiran Sadra. "Kita dapat mengklasifikasika kelemahan-kelemahan ini dalam kategori ketegangan, ketidakkonsistenan, dan kontradiksi" tulisnya di halaman 19. kelemahan ini timbul akibat "ambisi" Sadra yang ingin menyatukan semua aliran besar dalam satu sintesis besar. Misalnya keteganan antara monisme dan pluralisme, atau penyatuan ontologi Ibn Sina dengan Ibn `Arabi.

Di bagian Epilog, Rahman menegaskan persamaan pemikiran antara Sadra dengan dunia Barat modern, khususnta dengan eksistensialisme, evolusionisme Bergson, dan kaum Hegelianisme (hal 355-358). "…namun, merupakan suatu kesalahan besar mendorong kesamaan-kesamaan tersebut terlalu jauh…" tambahnya di halaman 355) dan membaca ajaran-ajaran Shadra berdasarkan. Sayang sekali, ketika Rahman hidup, Martin Heidegger belum begitu tenar, sehingga luput dari analisanya.

Demikianlah. Pemikir besar abad-20 mengulas gagasan pemikir besar abad-15. dari faktor ini saja, sudah cukup untuk menyatakan buku ini menarik untuk dikaji.

Agaknya perlu diperhatikan pesan guru Prof. Nurcholis Madjid ini diakhir buku ini, untuk mengkaji pemikiran filsafat Islam di Timur pasca al-Ghazali.

(ekky al-malaky, Mahasiswa S2 Ilmu Filsafat UI, Aktivis Komunitas Budaya Musyawarah Burung)
Pesan Sekarang