Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Matinya Seorang Mantan Menteri

Judul: Matinya Seorang Mantan Menteri
Penulis: Nawal El Saadawi
Penerbit: YOI, 1993
Tebal: 134 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Harga: Rp. 20.000 (blm ongkir)
Order: SMS 085225918312



Ketika sedang berada di sekitar orang lain, sengaja atau tidak, tatapan mata merupakan hal yang tak terelakkan. Ternyata dalam tatapan terkandung kuasa. Ketika masih kecil dulu, mungkin ada sebagian orang yang dilarang menatap balik orang tua saat sedang dinasihati. Atau mungkin kita pernah mendengar bahwa tidaklah sopan bagi seorang perempuan untuk menatap balik laki-laki yang sedang berbicara dengannya. Bahkan, buat anda yang pernah mengalami ospek, senior akan membentak jika anda menatap balik. Begitu juga dalam buku ini. Meskipun bukan merupakan bahasan utama, semua cerpen dalam buku ini menyebut-nyebut persoalan tatapan.

Kekuasaan, yang sering terejawantahkan dalam kegiatan tatap-menatap, merupakan hal yang digugat oleh Nawal lewat cerpen dalam buku ini. Mulai dari kuasa dalam hubungan keluarga sampai hubungan kerja. Kekuasaan itu membuat muak, bahkan menimbulkan kebencian. Hal itu memicu timbulnya hasrat untuk menghancurkan kekuasaan, meski cuma lewat balik menatap. Tentu saja, karena manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan diri ketika bahaya mendekat, para penguasa itu tidak tinggal diam ketika kekuasaannya digoncangkan. Mulai dari menyiksa dan mengadili orang yang menentangnya, sampai melakukan pembunuhan. Tapi ada juga yang begitu terkejut dengan goncangan itu sampai-sampai tidak bisa bertindak apa-apa. Malah menjadi terus bertanya-tanya sampai sekarat. Juga, ada laki-laki yang pada akhirnya menyerah pada goncangan dan mengaku kalah. Bahkan, sampai berkata bahwa perempuan yang menggulingkan kekuasaannya itu lebih hebat, sementara dirinya sebenarnya lemah tapi terlalu berpura-pura kuat.

Banyak sekali kritik pada budaya patriarki yang begitu menindas perempuan. Ejekan pada pandangan patriarki mengenai perkawinan, hubungan laki-perempuan, dan pekerjaan yang menidas perempuan. Meski begitu, hasrat yang muncul adalah penggulingan kuasa, bukannya menyetarakan kedudukan. Memang, penindasan akan selalu menimbulkan kebencian dan hasrat untuk membalikan kekuasaan.

Hampir semua cerpen dalam buku ini menggunakan sudut pandang orang pertama dalam bercerita, kecuali pada “Di Kamera”. Sang narator seperti sedang ada di hadapan pembaca dan bercerita. Kedekatan ini membuat kesan bahwa pembacalah yang sedang diajak bicara narator. Itu membuat pembaca merasa seperti bagian dari cerita yang diceritakan narator, seperti bertatapan langsung dengan sang narator, yang menyebabkan daya pengaruh ceritanya menjadi demikian kuat. Menohok.