Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Novel Kembang Jepun

Judul: Kembang Jepun
Penulis: Remy Sylado
Penerbit: Gramedia, 2003
Tebal: 328 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Stok Kosong


Sudah jatuh tertimpa tangga, itu hal biasa. Tetapi kalau jatuh lalu tertimpa tangga, kemudian mengalami patah tulang dan juga berdarah-darah di sana-sini tapi masih bisa berjalan dan tetap tegar, wah itu baru luar biasa. Hal ini sangat teramat cocok untuk menggambarkan perjuangan Keke yang mengalami penderitaan, kesedihan dan kepedihan yang berulang-ulang.

Keke, sang tokoh utama perempuan, dalam novel Kembang Jepun karya Remy Sylado ini memang dilukiskan amat sangat menderita lahir batin. Bagaimana tidak, pertama kali menjejakkan kaki di Surabaya, Keke tanpa ‘sengaja’ dijual kakaknya ke Kotaro Takamura—pemilik Shinju, sebuah tempat hiburan yang menyediakan geisha sebagai teman kencannya. Keke yang tergolong Jepang ‘aspal’ mendadak menjadi primadona Shinju. Hal ini jelas saja membuat geisha-geisha lainnya ‘bete’ dan iri kepada Keke.

Penderitaan kedua pun bermula tatkala Keke ‘kepleset’ memberitahukan jati dirinya kalau ia kepada seorang wartawan bernama Tjak Broto. Kotaro Takamura sebagai pemilik dan juga Yoko sang geisha senior langsung memberikan ‘pelajaran’ berharga kepada Keke. Tamparan, pukulan dan juga perkosaan dialami Keke hanya karena ia bercerita tentang dirinya kepada Tjak Broto.

Tjak Broto yang bernama lengkap amat sangat panjang mirip kereta api, Joesoep Soebroto Goenawarman Andangwidjaja Kesawasidi ini kemudian jatuh cinta dengan Keke dan berniat menikahinya. Hal yang bakal ditentang setengah mati oleh ibunda Tjak Broto. Penderitaan ketiga Keke pun bermula di sini. Statusnya sebagai perempuan penghibur di Kembang Jepun, bagi ibunda Tjak Broto jelas tak sepadan. Meski tak mendapat restu dari ibunda Tjak Broto, keduanya tetap memutuskan untuk menikah karena nenek Tjak Broto telah menyetujuinya.

Penderitaan berikutnya yang bakal dialamai Keke bermula saat Jepang masuk ke Indonesia. Tjak Broto yang pernah menjadi pesakitan di zaman penjajahan Belanda, lagi-lagi harus meringkuk di tahanan pemerintah pendudukan Jepang. Keke yang berupaya membebaskan Tjak Broto malah diperkosa oleh Kobayashi, komandan pasukan yang menahan Tjak Broto. Bahkan kemudian Keke disandera oleh Hiroshi Masakuni, seorang peneliti yang beralih profesi menjadi tentara Jepang. Keke disekap dan diboyong ke Jepang untuk diperistri. Penderitaan Keke tak berhenti di sini. Keke yang tak bisa memberikan keturunan kepada Hiroshi Masakuni, menjadi ‘musuh bebuyutan’ bagi ibunda Hiroshi.

Berkat pertolongan Yoko, geisha saingannya di Shinju, Keke berhasil kembali ke Indonesia. Lagi-lagi penderitaan Keke belum berakhir di sini. Tjak Broto telah menikah lagi. Keke kemudian memutuskan kembali ke Manado meski tengah berkecamuk pemberontakan Permesta. Keke pun tertangkap gerombolan Permesta dalam perjalanan ‘mudiknya’ di hutan belantara Bolaang Mongondow. Ia menjadi bulan-bulanan nafsu binatang para gerombolan Permesta ini. Tatkala pemberontakan berakhir, Keke yang tak bisa keluar dari hutan itu kemudian berupaya bertahan hidup seadanya. Selama dua puluh lima tahun lamanya Keke terjebak di hutan ini, dua puluh lima tahun!

Kepedihan, kesedihan dan penderitaan yang berulang-ulang, seolah tiada henti selalu mendera tokoh perempuan. Sejatinya kalau membaca novel-novel Remy Sylado, setidaknya empat novel terakhirnya mulai dari Ca Bau Kan, Kerudung Merah Kirmizi, Parijs van Java dan juga Kembang Jepun ini, penderitaan, kepedihan dan kesedihan memang menjadi ‘menu utama’ para pelakon utama perempuan. Entah itu Tinung, Myrna Andriono, Gertruida van Veen, juga Keke.

Tinung dalam novel Ca Bau Kan pun menderita sejak kecil. Tinung yang ditinggal mati oleh suami pertamanya Bang Obar, harus rela menjajakan dirinya di Kali Jodo. Ia kemudian dijadikan perempuan simpanan Tan Peng Liang asal Tangerang, sebelum akhirnya diperistri Tan Peng Liang asal Semarang. Tinung sempat diusir dari rumah kala Tan Peng Liang masuk penjara. Ia juga sempat menjadi jugun ianfu kala Jepang menduduki Indonesia.

Gertruida van Veen alias Gerry dalam Parijs van Java juga mengalami hal yang menakutkan seperti juga Tinung dan Keke. Gerry pernah diperkosa Rumondt dan kemudian disekap oleh van der Wijk di sebuah vila terpencil di luar kota Bandung. Anaknya, Indonesia, sempat diculik. Ia juga terlunta-lunta ditinggalkan sang kekasih Rob yang dijebloskan ke penjara.

Mungkin hanya Myrna Andriono dalam Kerudung Merah Kirmizi yang mendapat ‘porsi’ lebih ringan. Ia tak mendapat siksaan atau pelecehan seksual dari musuh-musuhnya. ‘Siksaan’ yang didapat Myrna berupa pengambilan paksa rumah peninggalan suaminya. Selain itu Myrna hanya dizalimi oleh tetangganya yang sok ikut campur kehidupannya, tak ketinggalan ibu pemilik rumah kontrakannya yang superbawel.

Entah kenapa Remy Sylado selalu membuat ‘pakem’ kalau tokoh perempuannya selalu mendapat kepedihan luar dalam, menderita lahir batin dan selalu bersedih tak kunjung habis. Bisa jadi ini merupakan cara bertutur Remy Sylado untuk mengatakan kalau kaum perempuan sejatinya sangat kuat dan tabah dalam menghadapi beragam macam cobaan, tantangan, rintangan dan juga godaan yang menghadang mereka. Para perempuan ‘perkasa’ ini—Tinung, Gerry, Myrna dan Keke—tetap tak patah semangat kala mereka mendapat ujian dari Yang Maha Kuasa. Sebagai manusia biasa dan juga perempuan kebanyakan, mereka bersedih, menangis dan sempat putus asa dalam menghadapinya tetapi dengan keyakinan dalam diri dan juga kekuatan cinta akan pasangan masing-masing, semua perempuan secara ‘perkasa’ mampu mengatasinya meski dengan susah payah.