Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Trilogi Insiden (Seno Gumira Ajidarma)

Judul: Trilogi Insiden
Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Bentang Pustaka, 2010
Tebal: 461 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Stok Kosong

Membaca kembali kumpulan cerpen Seno tentang Insiden Timor Timur memang menghadirkan kembali segala kenangan pahit dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Disukai atau tidak, karya Seno ini setidaknya telah dianggap sebagai suatu realita, fakta, dan kenyataan atas kejadian yang benar-benar terjadi. Padahal, semua tulisan Seno itu tersaji dalam bentuk cerpen (baca kumpulan cerpen Saksi Mata, Penembak Misterius) dan Novel (Jazz, Parfum, dan Insiden) yang jelas-jelas adalah fiksi rekaan.

Bukan hanya sekali ini saja, karya Seno lainnya-kumpulan cerpen Penembak Misterius- juga mengalami hal yang sama terkait dengan Peristiwa Petrus sepanjang medio 80-an. Masalahnya, sejauh mana batas antara fiksi dan non-fiksi bila keduanya saling mempengaruhi? Agaknya, hal ini merupakan isu utama yang diangkat Seno untuk kebutuhan saling mengingatkan.

Trilogi Insiden terdiri atas 3 karya Seno yang pernah diterbitkan sebelumnya. Kumpulan cerpen Saksi Mata menjadi pembuka atas keseluruhan cerita. Beruntung, kumpulan cerpen ini kembali mengalami cetak ulang untuk memenuhi kebutuhan pembaca yang (mungkin saja) hanya sempat membaca “Jazz, Parfum, dan Insiden” dan atau “Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara”.

Kumpulan cerpen Saksi Mata, rasanya pantas bila disebut sebagai reaksi penulis atas tidak lengkapnya pemberitaan media mengenai hal-hal yang terjadi sepanjang konflik Timor-Timur. Seno berhasil mendeskripsikan bagaimana teror terjadi di seluruh pelosok Timor. Entah melalui telinga seorang pemberontak yang dikirimkan pada kekasihnya (baca cerpen Telinga) atau kepala yang tertancap di pagar rumah (baca cerpen Kepala di Pagar Rumah Da Silva).

Jazz, Parfum, dan Insiden sejatinya adalah sebuah novel namun Seno menginginkannya menjadi sebuah roman metropolitan (tercatat di halaman pembuka) yang bercerita tentang seorang wartawan yang mengikuti terus perkembangan berita dari insiden Timor. Mungkin, karena penulisnya tidak ingin novel ini menjadi monoton dan mencekam dengan segala pemberitaan media tentang insiden itu maka untuk mengaburkannya Seno sengaja menambah bumbu-bumbu lain dalam karya yang satu ini: Jazz, Perempuan, dan Parfum.

Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara adalah catatan kepenulisan Seno tentang dua karya sebelumnya yang menyangkut Insiden Dili: “Saksi Mata” dan “Jazz, Parfum, dan Insiden”. Disini Seno menjelaskan bagaimana reaksi media yang tiarap begitu saja ketika diancam oleh kepentingan tertentu dan juga bagaimana reaksi Seno ketika menghadapi pembungkaman dari institusi tempatnya bekerja. Catatan lain yang menarik adalah satu tulisan berjudul “Penulis di Tengah Masyarakat yang Tidak Membaca” yang merupakan pidato Seno dalam Pemberian Anugerah SEA Writing Award di Thailand.

Trilogi Insiden secara keseluruhan menampilkan permainan fiksi dan fakta sangat kental sehingga sulit sekali untuk membedakan keduanya. Boleh dibilang, Seno memadukan keduanya menjadi sesuatu hal yang bias dimana fiksi bisa dianggap sebagai fakta maupun sebaliknya. Sejumlah konflik dan pertentangan dalam cerita-cerita yang disajikan semain menambah kesulitan bagi mereka yang terbiasa hidup di dalam dunia yang hitam putih.

Ya, kadang kita tidak perlu berjuang hingga berdarah-darah untuk menyuarakan kebenaran. Melalui Trilogi Insiden, kiranya tidak berlebihan bila karya Seno ini adalah sebagai catatan sejarah dan bukti perjuangan. Catatan sejarah karena Trilogi Insiden menyuguhkan suatu rentetan peristiwa pada waktu tertentu dan menjadi bagian dari perjalanan bangsa Indonesia. Sungguh pun demikian, Trilogi Insiden juga layak disebut sebagai catatan perjuangan pribadi Seno pada khususnya untuk mengingatkan kita semua terhadap sesuatu. Perjuangan melawan lupa.