Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pasca Kejatuhan PKI

Judul: Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pasca Kejatuhan PKI
Penulis: Saskia E. Wieringa
Penerbit: Galang Press, 2010
Tebal: 542 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 100.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312


"Dalam bulan Februari 1967 kami ditahan. Saya disiksa begitu hebat hingga gigi-gigi saya rontok. Saya tak sadarkan diri selama tiga hari. Kemudia mereka menggali liang kubur dan akan menguburkan saya jika saya tidak mau menyebutkan nama dan alamat anggota lainnya."Sepeninggal pengakuan Sujinah, mantan pemimpin Gerwani ini hanyalah sekuku hitam dari kejinya penderitaan yang dialami oleh jutaan trapol perempuan korban tragedi G30S.

Kudeta berdarah itu menjadi bagian sejarah kelam perjuangan kemerdekaan kaum perempuan Indonesia. Pasca-G30S, para mantan anggota Gerwani, sebagian perempuan berhaluan nasionalis dan tak sedikit para loyalis Sukarno disiksa luar-dalam hingga merengang nyawa. Selebihnya, banyak di antara mereka tertatih-tatih bertahan hidup di balik tembok penjara.

Semangat perempuan revolusioner yang didengung-dengungkan semasa Orde Lama, mendadak dimusnahkan manakala kekuasaan negara Orde Bar mencengkeram. Selama 32 tahun, ruang gerak perempuan dalam bersuara dan berpolitik dibungkam. Gerakan perempuan hanya sebatas gerakan pelengkap suami yang tercitrakan lewat Dharma Wanita. Aktivasi perempuan revolusioner dianggap sebagai ancaman. Untuk meredamnya, penguasa Orde Baru menyebarluaskan narasi sejarah fiksi tentang sepak terjang Gerwani yang digambarkan ganas dan tega membunuh para jendral.

Mengapa perempuan? Mengapa bukan wanita? Mengapa Gerwani dikatakan sebagai 'geng pelacur'? Perempuan semakin 'nista' semenjak zaman orde baru; tugas perempuan yang utama ialah mendampingi suami. Apakah kemudian perempuan tidak memiliki kesempatan untuk mengaktualisasi diri mereka sendiri?

Lantas, apa kaitannya orde baru dengan Gerwani? Benarkah Gerwani menyiksa para pahlawan revolusi, seperti yang dikatakan oleh sejarah dan museum; menyayat-nyayat selangkangan para lelaki pejuang, memaksa meniduri mereka, serta melacurkan diri?

Buku yang ditulis dengan sangat apik oleh Ibu Saskia sangat menjelaskan arti hadir perempuan dalam masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa. Distorsi peran Kartini, pengecilan dan penyempitan peran perempuan, serta kebijakan-kebijakan Presiden Yang Tersenyum dibahas di buku ini. Saya sangat menganjurkan agar para perempuan membaca buku ini, agar mereka mengerti bahwa peran mereka sama besarnya dengan peran laki-laki; bahwa mereka juga tak kalah pentingnya. Buku ini juga patut dibaca dalam rangka pelurusan kejadian sejarah yang telah mengalami 'pembelokan'.

Buku yang merupakan thesis untuk memperoleh gelar doktor di Universitas Amsterdam ini berkontribusi besar dalam menguak sisi gelap dan digelapkan atas peristiwa kudeta militer 1965. Akibat tragedi itu terjadilah pembunuhan massal masyarakat sipil tak bersalah serta upaya demonisasi salah satu organisasi perempuan terkuat pada zamannya sebagai dasar untuk melakukan pembungkaman bahkan upaya penghancuran gerakan perempuan di Indonesia. Buku ini layak menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah untuk menumbuhkan kesadaran baru atas kebenaran sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Buku ini layak menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah untuk menumbuhkan kesadaran baru atas kebenaran sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Catatan sejarah yang pedih yang merupakan tragedi kemanusiaan terbesar Abad XX yang tak boleh diingkari dan dilupakan.
Nursyahbani Katjasungkana, SH (Koordinator Kartini Asia Network)

Mempelajari kembali sejarah G30S versi Orde Baru, kita akan menemukan benang merah bagaimana rezim Orde Baru menguasai media massa dan menggunakannya untuk melakukan kampanye hitam. Cerita tentang kekejian Gerwani menjadi salah satu landasan untuk membangun Rezim Orde Baru dan mendongkel Rezim Sukarno. Seluruh fakta dan fiksi yang tumpang-tindih itu anti-ketertiban, penuh dengan revolusi, pengkhianatan, pembunuhan, dan sebagainya. Melalui buku ini, Saskia berhasil membongkar sebuah babak penting dalam sejarah Indonesia modern di mana unsur pidana kejahatan terhadap kemanusiaan begitu lengkap terjadi.
Yosep Adi Prasetyo (Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia)