Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Arit dan Bulan Sabit: Pemberontakan Komunis 1926 di Banten

Judul: Arit dan Bulan Sabit: Pemberontakan Komunis 1926 di Banten
Penulis: Michael C. Williams
Penerbit: Syarikat, 2003
Tebal: 187 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok Kosong


Persinggungan antara agama Islam dan ideologi Komunisme adalah bagian sejarah bangsa Indonesia. Embrio massa dan simpatisan PKI berasal dari pengaruh kaum Komunis pada organisasi Sarekat Islam (SI) sehingga tercipta SI Putih (Yogyakarta) dan SI Merah (Semarang). Peristiwa tahun 50-60′an melibatkan massa kedua golongan tersebut, dimana keduanya menjadi pelaku dan korban kejahatan kemanusiaan.

Namun mereka juga pernah berkumpul dan bekerja sama demi suatu tujuan. Kejadian perlawanan terhadap penjajah Belanda dan antek-anteknya di daerah Banten pada tahun 1926 adalah salah satu contoh kerja sama kaum Islam dan Komunis.

Antara tanggal 12-15 Nopember 1926 daerah Labuan, Caringin dan Menes di wilayah Pandegelang, Banten menjadi tempat pertempuran antara massa petani, di bawah pimpinan ulama lokal dan simpatisan PKI, dengan tentara Belanda. Pada akhir perlawanan 99 orang dibuang ke Boven Digul, 9 orang dihukum penjara seumur hidup, 4 orang dihukum mati dan puluhan korban petani dan tentara Belanda.

Pemberontakan kaum Komunis ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Banten namun juga di Batavia, Tegal, Sumatera Barat dan beberapa tempat lain. Rencana pemberontakan ini diambil melalui sebuah rapat (Desember 1925) yang menghasilkan “Keputusan Prambanan” dimana seluruh seksi dan sub-seksi PKI di Jawa dan Sumatera harus mempersiapkan perlawanan bersenjata.

Hal ini diambil karena perlawanan PKI melalui pemogokan serikat-serikat buruh tidak berhasil menggoyahkan pemerintah Belanda dan banyak pemimpin tertinggi PKI yang diasingkan atau terpaksa keluar negeri (Tan Malaka, Semaun). Tan Malaka menyebut pemberontakan ini adalah sebuah kesalahan, “hasil karya revolusioner amatiran”.

PKI masuk ke daerah Banten pada tahun 1923, dimulai dengan membuat Sarekat Rakjat dibawah pimpinan Oesadiningrat, namun gagal. Baru pada Agustus 1925 dengan kembalinya seorang putra Banten, Tubagus Alipan, bersama kader PKI Priangan (Sunda) bernama Puradisastra dan kader PKI Batavia bernama Achmad Bassaif, yang fasih berbahasa Arab dan memiliki pengetahuan tentang Islam, PKI baru memiliki cabang seksi yang kuat.

Simpati dan ketertarikan ulama dan petani didapat dengan mendirikan sebuah perkumpulan kemasyarakatan yang bernama “Rukun Asli”. Perlahan dengan bantuan Achmad Bassaif dan Hassan (PKI Sumatera Barat) yang memiliki pengetahuan tentang Islam, para ulama ditarik ke dalam PKI yang sangat revolusioner dan tidak kenal kompromi. Sedangkan para petani tertarik dengan janji-janji bahwa mereka tidak akan lagi dikenakan pajak tinggi seperti dibawah Belanda dan bebas dari tekanan para priyayi yang menjadi antek Belanda.