Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mangir (Pramoedya Ananta Toer )

gambar
Rp.60.000,- Rp.45.000,- Diskon
Judul: Mangir
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: KPG, 2015
Tebal: 163 halaman
Kondisi: Baru (Ori Segel)

Mangir adalah sebuah desa Perdikan – desa otonom istimewa, berada di sebelah barat kerajaan Mataram. Atas jasa Ki Ageng Mangir Tua, desa ini dibebaskan dari pembayaran pajak ke kerajaan Mataram yang berpusat di Kota Gede. Di bawah kekuasaan Panembahan Senopati, Mataram semakin haus kekuasaan. Mangir dituntut membayar pajak dan takluk di bawah kekuasaan Mataram. Atas hasutan Tumenggung Mandaraka alias Juru Martani, Panembahan Senopati rela mengorbankan putri, menantu, dan cucu sendiri demi kejayaan Mataram. Mangir takluk dalam genggaman Mataram tanpa perlawananan berarti. Ki Ageng Mangir Muda – Wanabaya, Baru Klinting, dan para demang Mangir tumbang dalam pembantaian berkedok kunjungan sembah bakti cucu – menantu.

Mangir adalah sebuah drama tentang pendudukan sebuah desa Perdikan oleh kerajaan Mataram. Cerita ini berdasarkan legenda Ki Ageng Mangir, petinggi Perdikan dan Baru Klinting, seekor ular sanca. Dalam cerita tutur, Baru Klinting lahir dari seorang perawan desa akibat memangku pisau Ki Ageng Mangir. Nasib Klinting sebagai ular berakhir dan berubah menjadi tombak sepanjang 12 depa akibat ditipu Ki Ageng Mangir. Ki Ageng Mangir mewariskan tombak tersebut ke putranya, Wanabaya yang bergelar Ki Angeng Mangir Muda. Sebagai senjata andalan Wanabaya, Klinting terbabat habis sepanjang perjalanan perang di Mataram.

Berbeda dengan legenda yang dituturkan secara lisan, Pram mengenalkan Klinting sebagai manusia bukan seekor ular sanca. Klinting adalah seorang panglima perang Mangir (rekan Wanabaya di medan perang). Ia juga seorang petinggi dan tetua Perdikan, kepadanya Wanabaya dan para demang Mangir meminta wejangan. Klinting mati ditusuk tombak oleh Panembahan Senopati di balairung Mataram. Meskipun ada perbedaan, Pram berhasil mengadaptasi legenda menjadi sebuah drama dengan membawa plot, psikologis karakter, dan logika berpikir yang sama. Pembaca dapat memahami kesamaan inti cerita drama vs legenda yaitu dwitunggal Wanabaya–Baru Klinting mati sebagai korban keserakahan Senopati Mataram. Selain itu, Pram sepertinya menyuguhkan karma dalam cerita. Ki Ageng Mangir Tua menipu dan membunuh Baru Klinting saat Klinting meminta pengakuan sebagai anak. Wanabaya (putra Ki Ageng Mangir Tua) ditipu dan dibunuh dalam pertempuran berkedok permintaan restu sebagai menantu Mataram.

Melalui Mangir, Pram menawarkan penjelasan sederhana mengenai intrik kekuasaan Mataram. Ia juga menyediakan analisa singkat tentang desa perdikan, hubungan Wanabaya – Baru Klinting, penggunaan nama ‘Baru’ Klinting yang terdengar asing sebagai nama Jawa masa lampau, dan formasi perang Mangir – Mataram. Selain itu, Pram menyisipkan gambar detail penampilan tokoh utama cerita. Hal ini membantu pembaca membayangkan para tokoh dan memudahkan mereka yang ingin memerankan ulang cerita Mangir. Seorang pembaca yang rajin mengecek kata pengantar sebuah buku dapat dengan mudah memahami jalan cerita Mangir dan perbedaan legenda vs drama Baru Klinting. Namun, mereka yang lebih suka membaca isi cerita tanpa mengindahkan kata pengantar buku akan sedikit bingung dan kesulitan mengikuti cerita. Pram sering kali mengacu Babad Tanah Jawi dalam buku-bukunya sehingga membuat pembaca semakin penasaran apa isi babad tersebut. Pram sekali lagi menuntun pembaca untuk mengenali tipikal penokohannya ‘surprise di akhir cerita’. Ia pandai membuat pembaca penasaran dan terus mengikuti ceritanya.
Pesan Sekarang