Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Mitologi dan Toleransi Orang Jawa

Judul: Mitologi dan Toleransi Orang Jawa
Penulis: Benedict R.O.G. Anderson
Penerbit: Jejak, 2008
Tebal: 191 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 55.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312
PIN BBM: 5244DA2C



Ini buku yang sangat berharga, dicetak selama lebih dari tiga puluh tahun, memberikan kontribusi yang langgeng untuk pemahaman kita tentang masyarakat Jawa. Insight datang melalui analisis wayang (wayang Jawa), tidak hanya sebagai teater tetapi dalam konteks sosial yang lebih luas. Edisi revisi telah sepenuhnya diformat ulang dan kualitas karya seni yang kaya telah ditingkatkan.

Lakon wayang yang memiliki pluralisme moralitas pada saat buku ini dituliskan sedang mengalami perubahan: menjadi sesuatu yang semata oposisional. Padahal dalam pengamatan Ben Anderson ketika itu ada toleransi Jawa yang berbeda, dengan hadirnya pluralisme moralitas itu. Bukan semata Kurawa vs Pandawa tetapi juga masalah pantes , yang menjadi salah satu konsep kunci dalam toleransi ala Jawa.

Perubahan itu dicurigai datang dari pengaruh "asing" maupun konstelasi politik lokal yang sering menggunakannya sebagai propaganda kepentingan kelompok. Di sini muncul Arjuna yang melankolis, Yudhistira yang tidak diidolakan oleh masyarakat luas karena dianggap kurang berperan dengan "hanya" kebijaksanaannya, dibandingkan kesaktian saudaranya yang lain. Kecintaan Wibisana kepada kebenaran kurang digemari dibandingkan dengan nasionalisme "benar salah negaraku-nya" Komabakarna. Padahal sebelumnya setiap tokoh menempati kepantesannya sendiri-sendiri bahkan untuk tokoh semacam Baladewa yang emosional dan sering dikerjai Kresna saudara mudanya itu demi membela kepentingan Pandawa. Kresna yang memiliki nuansa Machiavelian dalam pemikirannya ditafsirkan semata realisme politik yang kejam.

Dalam buku terjemahan yang tipis yang saya baca sepanjang perjalanan kereta berhiaskan hijaunya sawah, betapa saya malu untuk bilang wayang yang saya pahami sama dengan wayang yang dahulu pernah disaksikan pada zaman sebelum Anderson menulis buku ini. Parahnya pergeseran penting ini tidak disadari.

Semangat itu lenyap, bersisa kerisauan Anderson yang bisa jadi hanya bermodal awal kuriusitas akademis. Kerisauan yang keluar dari mulut orang luar, bukan dari mereka yang mengaku pewaris budaya ini.