Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Ngetan-Ngulon Ketemu Gus Mus (Refleksi 61 Tahun KH. Mustofa Bisri)

Judul: Ngetan-Ngulon Ketemu Gus Mus (Refleksi 61 Tahun KH. Mustofa Bisri)
Penulis: Abu Asma Anshari, Abdullah Zaim, Naibul Umam ES
Penerbit: HMT Foundation, 2005
Tebal: 347 halaman
Kondisi: Bekas (cukup) 
Stok kosong


Tak banyak kata yang keluar dari mulut KH Ahmad Mustofa Bisri, manakala berdiri di atas podium dalam peluncuran buku Ngetan-Ngulon Ketemu Gus Mus di Ruang Borobudur Hotel Graha Santika, Minggu (4/12) pagi. Hanya sepintas lalu, kiai yang dikenal dengan panggilan Gus Mus itu berucap.

Bukan lantaran peluncuran buku tentang dirinya itu dihadiri istrinya, Hj Siti Fatmah, dan dua anaknya, Nada Fatma dan Almas, dia enggan komentar banyak. Hadirin seakan mafhum. Pagi itu Gus Mus milik umum. Setiap orang berhak ''menghakimi''-nya.

Meski demikian, pengasuh Pondok Pesantren Raudlotut Thalibin Rembang itu sempat melafalkan sajak seperti yang kerap ia lakukan dalam setiap penampilannya. Dua buah sajak ia suguhkan, "Timur ke Barat" dan "Kukejar Mentari". Bahkan ketika pembawa acara, Ratih Sang, merajuknya untuk menanggapi komentar para sahabat dan pejabat yang sebelumnya mengomentari bukunya tersebut, sang kiai pun berujar pendek. "No comment."

Pagi itu, ia justru mengaku sedang menimba ilmu kepada Zawawi Imron, Taufik Ismail, Eros Jarot, dan Sosiawan Leak yang didaulat menyampaikan 'tausyiah'-nya. Dalam untaian kalimatnya, keempat tokoh itu ia sebut guru.

Berbeda dengan Zawawi, Taufik, Eros, dan Leak, Gubernur Mardiyanto dan Bupati Kudus HM Tamzil serta Rektor IAIN Walisongo Prof Dr H Abdul Djamil MA dengan bahasanya sendiri-sendiri menerjemahkan sosok Gus Mus. Beragam kata menanggapinya.

Mulai dari Eros yang menerocos tentang persamaan Gus Mus dan Gus Dur, Leak yang 'begitu hidup' saat membaca tiga sajaknya "Negeri Kadal", "Pejantan Babi" dan "Dunia Mogabola", hingga ketenangan Taufik memahami sisi terang sahabatnya itu.

"Gus Dur dan Gus Mus itu dua manusia langka yang kita miliki. Gusnya sama tapi beda. Gus Dur bak samudra lautan, Gus Mus samudra dalam telaga. Sama-sama dalamnya, tapi satu bergelombang, satunya tenang," kata Eros. Tak pelak, hadirin pun tergelak.

Meski tak banyak mengulas pribadi kiai yang pernah nganeh-nganehi dengan lukisan "Berdzikir bersama Inul"-nya itu, Zawawi sempat membacakan tiga buah sajaknya. Di antaranya, "Ibu", "Ladang Sajadah", dan "Hutang".

Sadar tak begitu fasih melafalkan sajak, Mardiyanto tak ikut-ikutan keempat sastrawan tersebut. Gubernur Jateng itu hanya memberikan komentar singkatnya, Gus Mus adalah sosok yang bisa ''mengisi'' Jawa Tengah lewat tulisannya.

Suara Merdeka (Senin, 05 Desember 2005)