Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara

Judul: Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara
Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Bentang Pustaka, 2005
Tebal: 258 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Stok Kosong


Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara merupakan kumpulan esai yang -kurang lebih- menceritakan asal muasal cerita-cerita mengenai peristiwa Dili, 12 November 1984. Sebagai generasi muda yang tidak terlalu akrab dengan zaman tersebut, pengetahuan saya memang tak banyak. Keberadaan buku ini telah memberi saya latar belakang mengapa penulis kemudian harus mengabadikan tragedi Dili dalam beberapa karyanya yang lain seperti Saksi Mata dan novel Jazz, Parfum, dan Insiden.

Buku ini menjelaskan secara lebih detail peristiwa Dili, menghadirkan pikiran dan keheranan penulis akan adanya penindasan "oknum" kepada masyarakat Dili dan pembunuhan "gali" oleh penembak misterius. Sisa esai, saya kira, timbul karena kekesalan penulis sendiri akan ketidakberdayaan jurnalisme dalam mengungkap fakta akan kekejaman bangsa ini.

Buku ini lebih terasa sebagai memoar seorang Seno Gumira Ajidarma tentang bagaimana seorang wartawan menghadapi periuk kekuasaan yang mendominasi kontrol terhadap pers. Rentang waktu sejarah republik kembali dibuka kembali pada tahun 1991. Peristiwa yang kemudian dinamai Insiden Dili 1991 tak pelak membawa nama Timor Timur mencuat dalam jagat konstelasi politik internasional. Konflik yang tak berkesudahan membuat situasi tak nyaman berlangsung hingga liberasi tahun 1999.

Banyak kejadian yang dialami SGA dalam sahanya untuk membeberkan fakta-fakta tentang peristiwa tersebut. Namun, seperti dapat ditemui pada sampul buku, pers Indonesia lebih dahulu "tiarap" dengan melakukan self-censorship. Sebagai "korban" kebijakan media tempatnya bernaung maka SGA menampilkan fakta-fakta itu melalui jalur sastra. Itulah mengapa kemudian kita mengenal karyanya "Jazz, PArfum, dan Insiden". kemudian dimuat juga dalam kumpulan cerpen berlatar belakang sama yaitu "Saksi Mata". Beberapa cerpen juga masuk dalam kompilasi cerpen lainnya seperti "Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta".

Kemudian, SGA juga menggugat peran sastra di tengah masyarakat Indonesia yang diumpamakannya "masyarakat yang tidak membaca". Makna kata "membaca" disini bisa menjadi satu bahan diskusi, apakah bersifat kata kerja sifat, misalnya.

Personally, buku ini sangat dianjurkan untuk dibaca dewasa ini. Keteguhan atas prinsip yang menjadi "nafas" utama yang menyemangati penulisnnya perlu untuk diapresiasi dalam menghadapi zaman sekarang yang penuh kepalsuan. Semangat integritas yang menjadi nilai utama adalah pelajaran yang bisa dipetik dalam menghadapai gelombang sejarah bangsa di masa depan nanti.